Oleh: Yuliana
Sahabat Topswara
Topswara.com -- Sebagai seorang ibu, kesehatan fisik dan psikis anak tentulah menjadi perhatian khusus yang tidak boleh diabaikan dalam keluarga. Seluruh orang tua khususnya ibu tentunya menginginkan anaknya tumbuh dengan sempurna, sehat, cerita tidak kurang satu apapun.
Namun sayangnya harapan orang tua tersebut tidak didukung dengan peran negara yang konkret. Data SSGI 2021 menunjukkan prevalensi stunting di Kabupaten Bandung mencapai 31,1 persen atau sekitar 112 ribu orang. Terkait permasalahan tersebut, baru-baru ini gencar dikampanyekan seputar pemberantasan stunting. Kamis, 31 Maret 2022 di Kampung KB Koi desa Sukaresmi Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung menjadi corong lahirnya gerakan ini.
Sang nakoda BKKBN Jabar, Wahidin meyakini jika program yang mereka usung bisa menjadi daya ungkit upaya percepatan penanganan stunting hingga menyisakan 14% saja pada 2024 mendatang. Setelah mencari akar masalah di ibu hamil, sekarang target operasinya ada di dapur.
Masalah gizi berawal dari Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) dibuat agar masyarakat diajak terlibat langsung dalam penyediaan kebutuhan gizi bagi keluarga beresiko stunting di desa masing-masing.
Lagi-lagi masih mengarahkan persoalan stunting sebatas urusan dapur dan pemenuhan gizi. Padahal persoalan utamanya adalah kemiskinan, rendahnya akses terhadap makanan bergizi, juga rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk sanitasi dan air bersih.
Konteks konkret dan mengakar hanya sebatas teknis dan pragmatis. Tidak menyentuh akar persoalan. Kemudian mengaitkan solusi dengan program Keluarga Berencana yang berasumsi sedikit anak, kesejahteraan keluarga meningkat. Padahal nyatanya karena negara tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.
Islam mengajarkan mengenai pengaturan gizi, pola makan yang sehat sampai adab makan.
Rasulullah saw. bersabda:
"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan. (HR Muslim).
Berbagai masalah terkait pemenuhan gizi yang cukup dan seimbang di Indonesia, perlu mendapat perhatian yang serius oleh Pemerintah.
Hal ini disebabkan karena masalah tersebut sangat mengganggu kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah dapat terus mengoptimalkan upaya untuk mengatasi hal ini. Jika dilihat dalam perspektif Islam, pemerintah memiliki peran untuk memberikan jaminan kesehatan dan kesejahteraan kepada seluruh masyarakat. Seperti yang telah dicontohkan oleh Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz.
Umar bin Abdul Aziz adalah salah satu khalifah di masa pemerintahan Bani Umayyah yang terkenal dengan prestasinya dalam memberantas kemiskinan. Pada masa kepemimpinannya, sulit ditemukan masyarakat yang miskin karena semua sudah hidup berkecukupan.
Dikisahkan pada saat itu Umar bin Abdul Aziz memerintahkan seorang petugas pengumpul zakat, Yahya bin Said untuk memungut zakat ke Afrika dan membagikannya ke masyarakat miskin.
Namun Yahya bin Said tidak menemukannya. Semua masyarakat sudah hidup makmur. Kemakmuran umat ini ternyata bukan hanya terjadi di Afrika tapi di seluruh wilayah kekuasaanya. Hal ini terjadi karena Umar bin Abdul Aziz mampu mengoptimalkan lembaga sosial dalam mendistribusikan kekayaan yang adil kepada seluruh masyarakat.
Pada masa ini, bukan hanya pemerintah saja yang bertanggungjawab pada kemakmuran rakyatnya, namun kaum cendekiawan juga membantu dengan melakukan kajian ilmiah yang dikaitkan pada aspek sosial, politik, ekonomi, hingga keagamaan sehingga mampu memecahkan masalah-masalah kemiskinan. Jika kemiskinan dapat diatasi, maka tercipta pula kemakmuran dan kesejahteraan.
Contoh di atas menjadi bukti bahwa hanya Islamlah yang memiliki solusi yang konkret dalam hal penangan stunting di Indonesia bukan hanya solusi tambah sulam. Untuk itu perlunya diterapkan hukum syara' sebagai petunjuk dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada terutama dalam permasalahan stunting ini agar solusi yang diberikan konkret dan mengakar sesuai dengan sasaran.
Allahu'alam bish shawab
0 Komentar