Warga Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat itu pengen hidup normal lagi.
“Saya ingin bebas supaya bisa tenang dan bekerja kembali seperti biasa.”, katanya di Praya, NTB Sabtu. Dia mengatakan membunuh kawanan begal itu dalam keadaan terpaksa, karena kalau tidak melawan nyawanya akan melayang ketika diserang kawanan begal di jalan raya Desa Ganti.
Saat itu ia hendak mengantarkan makanan dan air panas buat ibunya di Kabupaten Lombok Timur. “Kalau saya mati siapa yang akan bertanggung jawab, jadi saya harus melawan,”, katanya.
Dia merasa gelisah ketika ada di dalam jeruji besi, karena memikirkan istri dan kedua anaknya, serta badannya masih sakit meskipun tidak ada luka. Namun, dia merasa senang bisa bebas sementara, setelah mendapatkan penangguhan penahanan dari penyidik Polres Lombok Tengah yang telah menetapkan sebagai tersangka (jpnn.com)
Kembali terulang dalam masalah peradilan. Korban pembegalan di Lombok Timur yang ditetapkan menjadi tersangka, peristiwa ini kemudian viral dan mendapatkan respon dari masyarakat. Keadilan di negeri ini memang sulit didapatkan dari sebuah kasus yang sebetulnya sudah melanggar hukum, bukti ini adalah kegagalan sistem peradilan yang ada saat ini.
Aparat yang mengatakan bahwa penyetopan kasus ini perlu dilakukan agar masyarakat tidak takut melawan kejahatan. Namun dengan kejadian seperti ini muncul kekhawatitan dari penegak hukum mengenai mengenai mindset vigilantisme di masyarakat.
Vigilantisme secara etimologis berasal dari bahasa Spayol “vigilante” yamg berarti ’pengawas atau pengawal’. Vigilantisme adalah gerakan main hakim sendiri, termasuk intimidasi dan cara-cara kekerasan oleh wargasipil, baik individu atau kelompok tertentu. Hai ini akibat ketidak puasan masyarakatterhadap penegakan hukum yang dipandang tidak adil, diskriminatf,dan tajam ke atas tumpul ke bawah.
Peristiwa ini terjadi karena masyarakat kecewa atas sistem peradilan atau sanksi yang di terapkan di negeri ini, yang dijalankan berdasarkan sistem demokrasi kapitalisme (aturan yang dibuat berdasarkan akal manusia), yang tidak tegas. Sehingga tidak menimbulkan efek jera dan berpeluang menimbulkan kegaduhan.
Jadi sistem demokrasi sekularisme ini bukan solusi tuntas dalam menghadapi persoalan.
Syariat Islam telah menjelaskan bahwa setiap tindak kejahatan akan dikenai sanksi di dunia dan akhirat. Alah SWT berfirman dalam surat Al Mulk [67]:6
وَلِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
Artinya: "Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya akan mendapat azab Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."
Adapun label pembegalan ( quththo’ath -thuruq) disematkan kepada mereka yang merampas harta mausia di jaan-jalan umum dengan kekuatan senjata dan penyerangan . Sanksinya adalah sebagaimana firman Allah SWT surat Al Maidah [5] :33.
اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا اَنْ يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
Artinya: "Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar."
Adapun penjelasan sanksinya adalah, apabila dibunuh sanksi ini dijatuhkan bila orang tersebut hanya membunuh namun tidak merampas harta. Di bunuh dan disalib bila orang tersebut membunuh dan merampas harta. Dipotong tangan kanan dan kaki kiri, bila orang tersebut merampas dan merampok tetapi tidak membunuh dan dibuang bila orang tesebut meresahkan masyarakat tanpa merampas dan membunuh.
Pembunuhan tidak disengaja ( Al Qatl al Khatha’) yaitu pembunuhan tidak disengaja, seseorang melalukan perbuatan yang sebenarnya tidak ia tujukan pada pihak yang terbunuh, akan tetapi kenyataanya mengenai orang tersebut. Semisal, seseorang yang membidik beruang tetapi terkena adalah manusia, kemudian orang itu mati. Atau kendaraan yang berjalan mundur lalu menabrak seseorang hingga orang tersebut terbunuh, sementara pengendara tersebut tidak melihatnya, atau bermaksud membunuh seseorang tetapi yang terbunuh adalah orang lain, sanksinya membayar diyat yang ringan yaitu 100 unta tanpa syarat atau kafarat sesuai permintaan keluarga korban.
Kejahatan atau kriminal di masyarakat membutuhkan solusi fundamental agar tidak terjadi lagi. Kasus-kasus kriminal seperti yang terjadi baru-baru ini, faktanya malah semakin meningkat angka kejahatan ini dipengaruhi oleh tiga aspek, keimanan, ekonomi dan hukum.
Solusi tuntas dalam mengatasi masalah pembegalan ini, menerapkan hukum sanksi dalam syariat Islam secara kaffah yakni dengan sistem khilafah.
Wallahu a'lam bishawwab
Kania Kurniaty
(Aktivis Muslimah Ashabul Abrar Kayumanis, Bogor)
0 Komentar