Topswara.com -- Kenaikan berbagai harga pangan terutama sembako di Indonesia datang silih berganti. Ibarat jamur dimusim hujan, Indonesia tidak pernah kehilangan cerita mengenai persoalan melambungnya harga-harga pangan.
Dalam empat bulan terakhir ini saja ada beberapa komoditas yang harganya melonjak tajam karena sejumlah persoalan, yakni daging ayam, telur, bawang, cabai, gula, minyak goreng, daging sapi, tepung terigu, selalu mengalami kenaikan harga terutama menjelang Ramadhan.
Sejumlah faktor yang mendorong mengapa harga-harga pangan di Indonesia kerap melambung tinggi. Ada faktor musiman, kebijakan, hingga faktor diluar kebiasaan.
Faktor musiman juga sangat menentukan pasokan pangan hingga selalu ada kerawanan suplai seperti halnya, yang sangat terasa sekali bagi masyarakat menengah ke bawah mengenai kenaikan harga-harga barang terutama minyak goreng yang naiknya sangat melambung tinggi. Begitu juga dengan faktor kebijakan sangat berpotensi terhadap lonjakan harga seperti halnya kenaikan harga BBM hingga tarif angkutan.
Dengan adanya harga pangan terus melambung tinggi, justru pemerintah seolah-olah menganggap semua itu adalah hal yang biasa, bahkan terkesan mengabaikan penderitaan rakyatrakyat.
Beginilah sistem kapitalisme yang melanggengkan dominasi korporasi multinasional dalam perdagangan pangan global. Untuk itu kita butuh paradigma yang fundamental serta berasas pada prinsip keadilan dan keseimbangan, yakni paradigma Islam.
Setiap negara pasti mendambakan kemandirian dan ketahanan pangan yang tangguh. Namun ada beberapa catatan yang perlu kita kritisi.
Pertama, produksi pertanian. Bagaimana mungkin di waktu yang sama, produksi pertanian meningkat, tetapi volume impor pangan bertambah? Sedangkan prestasi nilai ekspor terasa hambar jika negeri ini masih memiliki PR besar melakukan swasembada.
Kedua, akses keterbukaan pangan untuk dunia memiliki makna tersirat yang perlu kita waspadai. Apakah keterbukaan yang dimaksud adalah pasar bebas? Jika iya pasar bebas, maka inilah yang sebenarnya membuat Indonesia tak berdaya menghadapi derasnya impor berbagai komoditas .
Selama kapitalisme global mendunia, maka akses pangan tidak pernah akan berjalan seimbang. Sebab, negara produsen pangan akan terus mendominasi dengan mengendalikan harga dan stok pangan dunia. Mereka pun menguasai perdagangan pangan global bertindak sebagai eksportir.
Ketiga, inovasi mengenai pertanian digital.
Sepintas gagasan tersebut terlihat menarik. Namun, selama penguasa digital adalah para korporasi kapitalis, pertanian digital sekadar menjadi batu loncatan bagi para kapitalis untuk meraup keuntungan. Mereka pun memanfaatkan pertanian sebagai komoditas baru.
Sistem ekonomi kapitalisme yang menerapkan kebebasan kepemilikan menjadikan siapapun bebas menguasai lahan. Yang bermodal bisa menguasai lahan berhektar-hektar. Pada akhirnya, muaranya akan selalu sama. Kapitalis menang, petani gigit jari.
Kerusakan kapitalisme memiliki efek domino yang berkepanjangan. Segala aspek yang dikapitalisasi selalu berakhir dengan kezaliman dan kesusahan rakyat. Jika kapitalisme masih bernaung, tetap tidak akan pernah menghasilkan solusi yang pas. Sebab, sumber utama masalah global sesungguhnya adalah penerapan ideologi kapitalisme itu sendiri. Sistem ini melanggengkan dominasi korporasi multinasional dalam perdagangan pangan global.
Maka dari itu, untuk mewujudkan akses pangan yang sehat dan berkeadilan, kita membutuhkan perubahan paradigma tata kelola pertanian yang fundamental, yakni dengan tata kelola seluruh aspek kehidupan yang berasas pada prinsip keadilan dan keseimbangan. sistem Islam mampu mewujudkan prinsip tersebut.
Islam memiliki seperangkat sistem yang super lengkap. Dalam problem pangan khususnya, paradigma Islam membangun ketahanan dan kemandirian pangan adalah dengan mengoptimalkan lahan pertanian sebagai lumbung pangan negara. Dalam tata kelola pangan, Islam memiliki sejumlah strategi jitu.
Pertama, mengoptimalkan intensifikasi pertanian.
Intensifikasi dilakukan dengan meninggalkan produktivitas lahan yang tersedia serta penyediaan Saprodi dan berbagai sarana pertanian dengan teknologi mutakhir. Yaitu dengan mengoptimalkan tanah mati sebagai lahan baru.
Kedua, distribusi pangan yang ada merata. Islam melarang praktek penimbunan, kecurangan, monopoli, dan pematokan harga. Praktek monopoli pasar termasuk kartel adalah cara perdagangan yang diharamkan Islam. Karena praktek semacam ini hanya menguntungkan para pengusaha, karena mereka bebas mempermainkan harga. Negara khilafah akan memberangus praktek-praktek perdagangan yang diharamkan oleh Allah SWT.
Ketiga, mengutamakan kebutuhan pangan dalam negeri, yaitu tidak sembarang melakukan ekspor sebelum pasokan pangan negara tercukupi. Petani dalam Islam posisinya sangat krusial. Sebab ditangan mereka lah produksi pangan terpenuhi.
Peran penting inilah yang menjadikan negara Khilafah akan mensejahterakan kehidupan para petani. Dengan kemandirian dan ketahanan pangan berbasis syariah kaffah, akses pangan berkeadilan akan terjamin. Wallahu a'lam…
Oleh: Elyarti
Sahabat Topswara
0 Komentar