Topswara.com -- Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Persoalan datang silih berganti mendera. Masalah yang timbul kebanyakan ulah manusia yaitu orang-orang yang dipilih untuk mengurusi rakyat, yang di pundaknya ada amanah dan tanggung jawab. Kenyataannya kebanyakan mereka lalai mengurusi rakyat agar aman, nyaman dan sejahtera. Justru yang keluar dari lisan mereka isu dan fitnah.
Pernyataan yang muncul pun kerap datang menoreh luka. Tuduhan teroris, Islam radikal, suara azan yang diatur Menag, logo halal yang diganti, BPJS dan pajak yang iurannya mencekik, harga sembako yang merangkak naik, minyak goreng yang langka dan sebagainya. Satu perkara belum usai datang lagi perkara yang membuat rakyat terluka, kecewa bahkan marah. Adakah di antara kalian yang merasa semua baik-baik saja?
Salah satunya kisruh minyak goreng langka sempat membuat masyarakat gusar. Kalau pun ada tapi rakyat harus antre beratus-ratus meter panjangnya. Lelah, kepanasan, kehujanan, mereka rela menanggung rasa demi minyak goreng yang mereka dapatkan tidak seberapa.
Di tengah kelelahan yang sudah tak kuasa mereka rasa, ada pemandangan miris saat antrean meninggalkan jejaknya dengan meletakkan sandal agar bisa rehat sejenak melepas lelah dan ada pula warga yang ngentre sampai meninggal dunia.
Mereka pun berani berkerumun, berdesakan, berebutan di tengah situasi pandemi yang katanya belum reda, demi dua liter minyak goreng dengan harga murah mereka abai akan pentingnya menjaga jarak dan larangan berkerumun. Mereka lupa dengan virus corona yang belum sirna.
Kelangkaan minyak goreng menjadi bahan perdebatan panjang para anggota dewan, pengamat dan menteri yang berkaitan selama berbulan-bulan. Apa yang mereka bincangkan tidak menghasilkan jalan terang agar langkanya minyak goreng menemukan jalan pulang.
Rakyat menunggu hasil, berharap kepastian. Justru yang rakyat dengar pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan menyerahkan harga sesuai mekanisme pasar. Apa yang terjadi? Minyak goreng yang tadinya bagai hilang ditelan bumi, tiba-tiba berjejer rapi di rak-rak pasar modern dengan harga yang fantastis. Rakyat histeris, para emak menangis karena selain harganya naik berlipat minyak goreng pun masih sulit didapat.
Kenapa Minyak Goreng Langka?
Berbagai spekulasi disuarakan menyikapi persoalan kelangkaan. Ombudsman, berdasarkan temuannya, adanya penimbunan minyak goreng oleh sejumlah oknum membuat harga mahal dan stok barang di pasaran menjadi langka.
Oleh karenanya, menyikapi kisruh langka dan mahalnya minyak goreng di pasaran, menyusul adanya kebijakan baru minyak goreng curah sebesar Rp14.000 liter dengan mekanisme subsidi melalui BPDP-KS, Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam meminta agar ada pengawasan dan penegakan hukum pada distribusi minyak goreng. Politisi dari PDI Perjuangan itu menilai kebijakan baru dari pemerintah itu menunjukkan bahwa selama ini regulasi dari Kementerian Perdagangan terbukti tidak berhasil di lapangan.
Dilansir dari Antaranews.com, Mufti Anam menyampaikan “Berbagai revisi kebijakan Kemendag ibarat 'macan ompong', karena minyak goreng mahal dan langka sehingga muncul kebijakan baru ini. Yang harus digarisbawahi adalah tidak optimalnya Kemendag dalam merumuskan kebijakan sehingga dalam hitungan pekan, kebijakan sudah berganti-ganti."
Menurut Mufti akan ada dua hal yang ditimbulkan dengan adanya kebijakan baru dan bakal menghadapi banyak tantangan yang berpotensi menimbulkan dampak kurang baik. Pertama, harga minyak goreng kemasan terbang tinggi yang merugikan konsumen segmen menengah.
Kedua, minyak goreng curah bisa tetap langka sehingga merugikan rakyat kecil. Apa yang menjadi kekhawatiran tersebut pun terbukti, sampai saat ini harga minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah melambung tinggi dan masih sulit dicari.
Menyikapi arus pandangan dari berbagai kalangan, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membeberkan ada dua kemungkinan penyebab minyak goreng langka di pasaran. Pertama, lantaran ada kebocoran untuk industri, yang kemudian dijual dengan harga tak sesuai patokan pemerintah. Kedua, ada penyelundupan dan penimbunan dari sejumlah oknum.
Kelangkaan minyak goreng yang telah terjadi cukup lama juga akibat pemerintah mengizinkan para pengusaha mengekspor keluar negeri. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkap telah terjadi kebocoran minyak goreng yang dijual ke luar negeri sebanyak 415 juta liter sejak 14 Februari 2022.
Peran Negara Menghadapi Mafia
Kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang membuat masyarakat gusar, memicu respons pemerintah untuk segera mengusut tuntas terkait masalah ini. Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, pihaknya telah mengantongi siapa pelaku yang harus bertanggung jawab atas masalah ini.
Pemerintah bersama kepolisian telah membongkar praktik mafia minyak goreng yang terindikasi melakukan penimbunan dengan beragam modus. Mereka melakukan praktiknya dengan mengalihkan minyak subsidi ke minyak industri, mengekspor minyak goreng ke luar negeri, atau mengemas ulang minyak goreng agar bisa dijual dengan harga yang tak sesuai HET.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR pada Kamis (17/3/2022), ia menyebut pemerintah tidak akan kalah dari para mafia minyak goreng. Mendag pun berjanji untuk menindak tegas dan mengusut tuntas para mafia nakal yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng dan akan menyampaikannya kehadapan publik.
Di lansir dari KOMPAS.com, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan, pihaknya belum mendapatkan informasi terkait akan diumumkannya tersangka kasus mafia minyak goreng yang disampaikan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.
Menurutnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipieksus) dan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri telah menanyakan pernyataan tersebut ke pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag), tetapi belum mendapatkan respons.
Namun, akankah pemerintah mampu menghadapi gurita mafia yang menyebabkan kelangkaan dan mahalnya minyak goreng? Mengurai jerat kejahatan para mafia di negara yang memberikan kebebasan penguasaan terhadap kepemilikan umum/publik yakni hutan yang dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit kepada swasta memang sulit dilakukan karena pemerintah memberikan keleluasaan kepada para pengusaha besar untuk mengelola dan mendistribusikan. Mereka saling bekerja sama dan saling menguatkan satu sama lain untuk mengeruk keuntungan dan menguasai pasar.
Sulit rasanya memperkarakan secara hukum para mafia minyak goreng sebagaimana pernyataan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, yang mengancam untuk menangkap para mafia minyak goreng, yaitu sejumlah pihak yang melakukan ekspor dengan cara-cara melawan hukum, yang melakukan pengemasan ulang atau repack minyak goreng curah untuk dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi, baik itu yang mengalihkan minyak subsidi ke minyak industri ataupun juga yang mengekspor ke luar negeri serta menjual dengan harga yang tidak sesuai dengan HET.
Sistem kapitalisme saat ini telah memberikan ruang kebebasan secara individu termasuk kebebasan untuk memiliki dan berusaha sehingga kehadiran para mafia tumbuh subur dan akan sulit diberantas karena sudah menjadi satu paket dengan sistem yang ada saat ini. Bisa jadi negara akan kalah dengan para mafia karena mereka sulit disentuh oleh hukum.
Sistem Islam
Di dalam Islam, kekayaan berupa air, api dan tanah termasuk di dalamnya hutan, tumbuh-tumbuhan dan perkebunan itu merupakan kepemilikan umum yang akan dikelola oleh negara, diolah, didistribusikan kepada rakyat demi untuk kesejahteraan rakyat. Islam pun telah menetapkan melalui sabda Rasulullah SAW bahwa imam atau khalifah ibarat penggembala dan hanya dia yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya atau rakyatnya.
Ternyata, Islam melarang monopoli pasar, praktik seperti itu hanya menguntungkan para pedagang besar dan pengusaha karena mereka bebas mempermainkan harga. Pun demikian dengan praktik penimbunan barang agar harga meroket sehingga menguntungkan produsen dan para pedagang.
Bukan hanya melarang praktik perdagangan dan monopoli pasar, negara juga menghukum para pelakunya dengan hukuman berat serta melarang mereka berdagang hingga waktu tertentu sebagai sanksi untuk pengusaha besar dan pedagang besar yang melakukan kecurangan. Negara dalam Islam tidak boleh kalah oleh para mafia.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, negara Islam memiliki struktur pengawasan dan penegakan sanksi, yaitu Qadi Hisbah yang berfungsi melakukan pengawasan di pasar-pasar untuk menindak pelanggaran-pelanggaran yang mengganggu hak-hak masyarakat, seperti pencegahan serta pemberantasan terhadap praktik-praktik penipuan, kecurangan dalam hal timbangan, monopoli harga, penimbunan penimbunan barang dan sebagainya. Sehingga lalu lintas transaksi jual beli di pasar dan sejenisnya aman dan terkendali.
Oleh karenanya, di dalam Islam sanksi yang ditetapkan sangat mampu menyelesaikan berbagai macam kasus pelanggaran secara cepat, tepat, tidak tebang pilih serta memberikan efek jera.
Oleh: Yun Rahmawati
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
0 Komentar