Topswara.com-- Maraknya anak-anak yang berlatar belakang hafiz atau pesantren namun beraktivitas bercampur baur atau berdua-duaan dengan lawan jenis nonmahram, Ustazah Reta Fajriyah mengatakan, pendidikan itu tanggung jawab orang tua dan sekolah hanya membantu proses belajar.
“Namanya pendidikan itu memang tanggung jawab orang tua sesungguhnya. Jadi sekolah itu membantu tapi nanti yang dihisab bukan gurunya. Yang akan mempertanggung jawabkan bagaimana anaknya adalah orang tua bukan gurunya,” tuturnya dalam program Live Taman Ibunda: Agar Anak Mencintai Al-Qur’an di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Sabtu (16/04/2022).
Ia menjelaskan, sebagai orang tua jangan sampai menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada pihak sekolah.
“Kita jangan sampai beranggapan sekolah yang terbaik kita masukin, udah kita (orang tua) bebas seolah-olah nanti keluarnya nanti jadi shalih dan shalihah, artinya tidak menutup kemungkinan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, sebaiknya anak-anak disekolahkan ke pesantren saat usianya masuk SMA. “Ketika anak-anak masih SD kalau saya memiliki prinsip anak-anak disekolahkan nyantri dan lainnya setidaknya SMA jangan terlalu kecil apalagi SD karena di situ peran orang tuanya paling besar,” terangnya.
Ia mengungkapkan bahwa sebagai orang tua mendidik anak tidak semata-mata hanya menghafal Al-Qur’an, namun ada aspek yang lain yang harus diperhatikan oleh orang tua.
“Ada aspek yang lain harus dalam pengamatan kita (orang tua), bagaimana intinya secara prinsip dasar kita membentuk kepribadian anak yang didasari oleh akidah Islam, kemudian bagaimana proses berkembangnya aqliyah anak bagaimana proses berkembangnya nafsiyah anak. Nafsiyah sikap jiwa anak, kalau aqliyah bagaimana proses berpikirnya itu harus dipastikan sesuai dengan standar akidah Islam,” terangnya.
Ia mengungkapkan, jika perkembangan pola pikir aqliyah berkaitan dengan memberikan informasi sebanyak-banyaknya tentang Islam, kandungan isi Al-Qur’an. Kemudian kalau pola sikap (nafsiyah) indikatornya adalah apakah anak sudah bisa menjadikan seluruh keinginannya dengan standar hukum Islam yang sudah anak pelajari, ini pengamatannya detail.
“Saya kira kalau guru tidak akan bisa detail. Karena guru, bayangkan satu guru menangani berapa anak sementara aspek-aspek yang detail harus kita (orang tua) tahu. Ketika dia (anak) tertarik oleh lawan jenis bagaimana ekspresinya, apakah dia (anak) sudah mengerti bagaimana memperlakukan. Kemudian kemunculan naluri-naluri anak seperti naluri mempertahankan diri, kemudian egonya mulai muncul ingin bersaing itukan perwujudan dari naluri,” pungkasnya. [] Alfia Purwanti
0 Komentar