Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Minyak Goreng Langka, Kemana Peran Negara?


Topswara.com -- Minyak goreng mengalami kelangkaan sejak akhir tahun 2021. Bahkan, minyak goreng dipatok dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi.

Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), menyebut struktur industri minyak goreng sejak lama ditengarai sebagai pasar oligopoli, di mana pembentukan harga pasar rawan dimanipulasi produsen.

Direktur IDEAS, Yusuf Wibisono, mengatakan pada 2010 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghukum 20 produsen minyak goreng karena terbukti membentuk kartel untuk mengatur harga minyak goreng. (Kumparan.com) 

Fenomena minyak goreng mahal dan langka semakin parah. Di Kalimantan Selatan (Kalsel) masyarakat menjerit karena sulit mendapatkan bahan kebutuhan pokok tersebut.

Masyarakat hanya bisa berharap pada toko ritel modern agar bisa mendapat minyak goreng sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter. Namun penjualannya juga terbatas hanya maksimal satu kemasan isi dua liter seharga Rp28 ribu setiap konsumen.

Rata-rata harga minyak goreng curah di tingkat nasional berdasarkan data SP2KP Kementerian Perdagangan pada 11 Maret 2022 sebesar Rp16.037, kemasan sederhana Rp16.401 dan kemasan premium Rp18.403.

Ini lebih tinggi dibandingkan tingkat harga pada akhir Februari. Sementara harga eceran di masyarakat ada yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata nasional tersebut.(economy.okezone.com)

Bahkan di sejumlah daerah  seperti di kota kendari, Minyak goreng menembus hingga Rp 120 ribu per dua liter. Sehingga warga tak sanggup membelinya.(SeputariNewsRCTI).

Kelangkaan minyak yang makin parah tentu saja membuat pedagang kaki lima (PKL) dan kaum ibu protes. Rakyat  mempertanyakan posisi wakil rakyat yang nampak lebih sibuk menyiapkan diri untuk masa kontestasi pemilu. Bahkan partai-partai pun bagi-bagi minyak goreng subsidi yang membuat public berspekulasi bahwa mereka juga turut menimbun. 

Contohnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang telah melakukan pembagian minyak goreng hingga 10 ton.  Demikinan juga dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menggelar operasi pasar murah. 

Begitulah watak asli rezim neolib dan politisi sekuler dalam demokrasi. Harga minyak goreng yang naik–turun hanya akal bulus demi fulus. Pemerintah menetapkan HET sebagai solusi, walaupun dicabut kembali beberapa waktu lalu. Selain itu penguasa juga telah memberikan subsidi, namun ternyata subsidi harga minyak goreng hanya masuk kantong korporasi produsen minyak goreng kemasan yang akhirnya harga pun dipermainkan para korporasi tersebut.

Harga merupakan alat pengendali dalam sistem kapitalisme untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Mereka berkesempatan mempermainkan produksi, konsumsi dan distribusi dengan kebijakan apapun yang dikeluarkan pemerintah. Karena pada kenyataannya penguasa selalu memihak kepada pengusaha.

Hal ini tentu sangat berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Dimana jual beli dengan harga yang disukai. Negara tidak boleh menetapkan harga tertentu untuk barang dagangan, apalagi memaksa rakyatnya untuk membeli dengan harga patokan yang ditetapkan.

Nabi SAW. Bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu (sah karena) sama-sama suka.” (HR. Ibnu Majah)

Dalam hadis lain disebutkan

“Harga pada masa Rasulullah SAW pernah membumbung. Lalu mereka melapor, ‘Ya Rasulullah, seandainya saja harga ini engkau patok (tentu tidak membumbung seperti ini).’ Beliau saw menjawab, ‘Sesungguhnya Allahlah Maha Pencipta, Maha Penggenggam, Maha Melapangkan, Maha Pemberi Rezeki dan Maha Menentukan Harga. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap ke hadirat Allah sementara tidak ada seorang pun yang menuntutku karena suatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya dalam masalah harta dan darah.’” (HR Ahmad)

Rasulullah SAW dalam hadis tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah yang menentukannya, dengan sunnatullah. 

Jika harga ditetapkan pemerintah justru akan mengakibatkan rusaknya keseimbangan pasar karena adanya tangan-tangan yang mempunyai kepentingan bagi individunya atau kelompoknya.

Namun demikian, jika kelangkaan barang terjadi hingga harga-harga melambung tinggi, maka pemerintah harus melihat persoalannya terlebih dahulu. Apakah kelangkaan tersebut akibat penimbunan, monopoli atau masalah distribusi?

Jika akibat kelangkaan karena penimbunan tentu Allah mengharamkannya, dan sanksi tegas bagi penimbun barang tersebut diberlakukan pemerintah. Namun jika kelangkaan akibat distribusi yang tidak lancar, maka penguasa harus berusaha mencukupi barang-barang dengan mengambil dari kantong-kantong logistik yang dibutuhkan tersebut, sehingga harga-harga dapat terkendali.

Demikianlah Islam selalu memberikan solusi. Peran negara yang demikian apik ini, hanya bisa kita temui dalan sistem Islam. Sudah semestinya umat ini memilih menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan ini, agar terwujud rahmat di seluruh alam.

Wallahu a'lam bishawwab


Oleh: Dewi Ratih
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar