Topswara.com -- Sampai hari ini minyak goreng masih menjadi berita paling teratas, walaupun banyak berita-berita lain yang tak kalah hebohnya, yang harus dicari jalan keluar nya. Minyak oh minyak kau adalah kebutuhan yang wajib ada dalam dapur keluarga juga dapur lainnya, dengan minyak dapat menggoreng apa saja termasuk isu terkini mengenai politik, politikus.
Pemerintah makin hari makin tidak karuan memberi kebijakan sesuai kebutuhan segelintir kelompok, tanpa memikirkan kan kepentingan orang banyak khususnya rakyat. Ditengah anjloknya ekonomi karena dampak pandemi.
Hari demi hari rakyat semangkin melarat, ditambah di hampir semua kebutuhan pokok melonjak naik tak terhingga, bahkan gaib sudah jarang kelihatan dimana-mana, apa lagi warung harian biasa, termasuk juga milik mereka si pemilik modal besar, supermarket, minimarket, Alfamart, Indomaret dll. Dia lah si artis hari ini "Minyak Goreng". Rakyat semangkin terjepit dengan kondisi hari ini.
Minyak Goreng
Rakyat tau bahwa Indonesia negeri yang kaya ini begitu besar dan melimpah hasil sawitnya, kok bisa minyak goreng sempat hilang dipasaran dan kini kembali normal tapi dengan harga yang mengejutkan!". Ada apa sih dengan minyak goreng hari ini? Penguasa ngapain aja?
Jika ditelusuri dari sumber Bisnis.com, Kelangkaan bahan pokok minyak goreng dalam beberapa waktu belakangan ditengarai akibat ulah para spekulan dan mafia. Hal itu diungkapkan Menteri Perdagangan M. Lutfi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama KOmisi VI DPR RI, pada Kamis (17/3/2022).
Menurutnya, seharusnya Indonesia yang merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, tidak mengalami bencana kelangkaan minyak goreng. Teorinya, kata Lutfi, pasokan minyak goreng lebih dari cukup untuk mengamankan kebutuhan masyarakat.
Terlebih lagi, pemerintah telah menjalankan kebijakan DMO dan DPO, membuat Kemendag sukses mengepul sekitar 720.612 ton minyak goreng Persoalannya, lanjut Lutfi, di lapangan seolah minyak goreng tersebut hilang. Dari beberapa kali pemeriksaan langsung ke lapangan, banyak pasar dan pusat belanja malah tak memiliki minyak goreng. “Jadi spekulasi kami, ada orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan ini. Ini tiga kota ini satu industri ada di sana, kedua ada pelabuhan,” ujar Lutfi dalam siaran RDP virtual. Di sisi lain, dari stok yang dimiliki Kemendag, telah didistribusikan 551.069 ton atau setara 570 juta liter dalam rentang sebulan terakhir.
Anehnya, fakta di lapangan tidak seturut dengan aksi tersebut, kelangkaan masih terjadi di mana-mana.
Jadi kalau keluar dari pelabuhan rakyat, satu tongkang bisa bawa satu juta liter, dikalikan Rp7-8 ribu, uangnya bisa Rp8-9 miliar. Kemendag tidak bisa melawan penyimpangan tersebut,” sambungnya. Dia meminta maaf atas ketidakberdayaan tersebut. Kemendag, ungkap Lutfi, tidak memiliki wewenang untuk memberangus praktik curang itu.
Namun, dia mengungkapkan temuan ini telah dilaporkan kepada Satgas Pangan serta Kepolisian agar dapat diusut. “Jadi ketika harga berbeda melawan pasar, dengan permohonan maaf Kemendag tidak dapat mengontrol. Karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat,” katanya.
Setelah sekian lama gonjang ganjing minyak goreng di tengah publik beraksi, ternyata pada akhirnya tercetus sendiri dari apa yang dijelaskan oleh Mentri perdagangan M.lutfi. Kiranya hal seperti ini sudah sering terjadi bahkan akan terus berulang karna ulah para kapital.
Hal demikian wajar terjadi sebab sistem dinegri ini adalah pengemban idiologi kapitalisme sekuler, azasnya manfaat hanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Tentu melalui jalan rakyat mereka bisa melancarkan dan menancapkan hegemoni mereka tanpa ada rasa empati terhadap rakyat. Yang ada saat ini para kapitalisme bergembira diatas penderitaan rakyat banyak.
Ya! Aqidahnya saja sudah sekuler, memisahkan agama dari kehidupan oleh karena nya mereka bebas Melakukan apapun yang mereka inginkan. Sifat tamak, serakah dan selalu ingin memperkaya diri sendiri itulah bagian dari para kapital.
Jika diamati dengan kisruh minyak goreng ini maka kapitalisme menang banyak, justru rakyat semakin merana, dan sengsara menghadapi realita kehidupan yang serba sulit ini.
Para elit politik sendiri juga tidak bisa berkutik, karena para pengusaha sebagai orang-orang yang memiliki uang bisa menekan penguasa agar memainkan kebijakan yang mudah dikeluarkan dan digonta ganti demi kepentingan pengusaha.
Solusinya hanya kembali kepada Islam
Dalam Islam karena idiologi yang diemban adalah Islam dan standar nya halal dan haram maka tidak akan ada kecurangan bahkan penimbunan yang dilakukan oleh orang jahat dan serakah.
Namun demikian ada juga bentuk penimbunan yang dibolehkan seperti yang dilakukan Nabi Yusuf AS yang memerintahkan supaya para petani dan negara saat itu menyimpan gandum atau hasil panennya sehingga pada masa paceklik masih terdapat simpanan. Dan simpanan inilah yang nantinya digunakan untuk menutupi masa paceklik supaya masyarakat Mesir saat itu tidak mengalami kesulitan.
Kemudian juga di masa awal Islam, Rasulullah SAW memang pernah didatangi seorang sahabat yang meminta agar beliau SAW menetapkan harga pada suatu barang tertentu. Tetapi Nabi SAW menolak dan membiarkan pasar yang menentukan.
Ibnu Taimiyah dan beberapa fatwa ulama lain menyebutkan, jika barang-barang itu dibutuhkan masyarakat atau merupakan barang kebutuhan pokok, maka menetapkan harga barang tersebut hukumnya bahkan menjadi wajib. Misalnya di Malaysia yang terkadang menetapkan harga pada barang-barang pokok tertentu.
"Jadi dalam hal ini, pemerintah juga perlu terlibat dengan menetapkan harga yang rasional," yang mudah terjangkau oleh masyarakat dan menjauhi segala bentuk kecurangan dan penimbunan.
Penimbunan barang di Indonesia seperti Minyak Goreng adalah sesuatu yang melanggar hukum negara, begitu pula hukum dalam Islam. Para ulama sepakat bahwa “menimbun” (ihtikâr) hukumnya adalah dilarang (haram). Baik ulama dari mazhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah maupun ulama Hambali.
Alasan hukum haramnya menimbun barang yang digunakan oleh para ulama adalah adanya kesengsaraan (al-madlarrah), di mana dalam menimbun ada praktik-praktik yang menyengsarakan (al-madlarrah) orang lain, yang hal tersebut tidak sejalan dengan tujuan syari’at Islam yaitu menciptakan kemaslahatan (tahqîq al-mashâlih) dengan langkah mendatangkan kemanfaatan (jalbul manfa’ah) dan membuang kesengsaraan (daf’ul madlarrah). Apalagi, menimbun barang dilakukan dengan upaya untuk mencari keuntungan diatas penderitaan orang lain.
Berikut ini dalil-dalil yang dijadikan landasan oleh para ulama terkait haramnya menimbun barang, beberapa hadts Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam, di antaranya hadis yang diriwayatkan melalui Umar RA di mana Nabi shallallahu `alaihi wasallam bersabda ;
الجالب مرزوق والمحتكر ملعون
"Orang yang mendatangkan (makanan) akan dilimpahkan rezekinya, sementara penimbun akan dilaknat."
Juga hadis yang diriwayatkan melalui Mu’ammar al-‘Adwiy:
لا يحتكر الا خاطئ
"Tidak akan menimbun barang, kecuali orang yang berbuat salah."
Hadis yang diriwayatkan melalui Ibn Umar:
من احتكر طعاماً أربعين ليلة، فقد برئ من الله ، وبرئ الله منه
"Siapa menimbun makanan selama 40 malam, maka ia tidak menghiraukan Allah, dan Allah tidak menghiraukannya."
Hadis yang diriwayatkan melalui Abu Hurairah :
مَنْ احْتَكَرَ حُكْرَةً يُرِيدُ أَنْ يُغْلِيَ بِهَا عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَهُوَ خَاطِئٌ
"Siapa menimbun barang dengan tujuan agar bisa lebih mahal jika dijual kepada umat Islam, maka dia telah berbuat salah."
Sudah jelas bahwa praktek kecurangan dan penimbunan ini disebabkan karna sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini. Dan ini akan terus terjadi selama sistemnya belum diganti. Nah bagaimana kita rakyat supaya keluar dari permasalahan besar ini maka mau tidak mau, kita wajib ganti sistem kufur yang menyengsarskan rakyat, Demokrasi Kapitalis, yang Sekuler ini dengan sistem yang benar yaitu sistem Islam yang hakiki rahmatan lil 'alamiin.
Dimana segala bentuk penerapan yang diatur dalam Islam hanya semata untuk kemaslahatan ummat baik umat Islam maupun non muslim, semua akan diri'ayah sesuai Islam dengan seadil-adilnya dan ummat pun akan merasakan ketentraman dan kebahagiaan lahir batin karna sama sama ridho Allah yang dicari. Dan sistem Islam itu adalah khilafah dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiah. Wallahu a'lam bishsawab.
Oleh: Ina Ariani
Pemerhati Kebijakan Publik
0 Komentar