Topswara.com -- Menjadi pemeluk agama mayoritas bukanlah jaminan tercapainya ketenangan dan ketenteraman hidup. Kaum Muslim di nusantara misalnya, menjadi bulan-bulanan oleh rezim mereka sendiri. Beragam polemik tentang Islam silih berganti disuguhkan di ruang publik. Ibaratnya, mati satu tumbuh seribu.
Dari statement menteri soal azan, hingga ‘warning’ dari pemimpin tertinggi negeri ini kepada istri personel TNI dan Polri soal dai radikal.
Mengapa penguasa negeri Muslim begitu ‘gemar’ menjadikan Islam sebagai bahan gorengan, baik ajarannya maupun simbol-simbolnya, bahkan para da’inya. Sederet nama ustaz sudah terlanjur terpublish secara liar di media sosial. Konon, dianggap sebagai promotor paham radikal. Peristiwa ini memicu ‘pertikaian’ opini di tengah masyarakat.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid menyebut setidaknya ada lima indikator da’i radikal.
Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional.
Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran hoaks.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).
Kelima, biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan. (liputan6.com, 6/3/2022)
Mitos Belaka
Menyebut dan menganggap Khilafah berkontribusi terhadap ancaman teror dan tindak radikal hanyalah upaya yang ditujukan untuk mendiskreditkan ajaran Islam. Apalagi dibumbui dengan narasi anti-Pancasila dan Kebhinekaan sehingga sangat rentan memicu tindak kekerasan.
Sampai saat ini, anggapan tersebut hanyalah mitos, dipenuhi oleh kebohongan dan penilaian yang berat sebelah. Hal ini akibat karakterisasi Islam (terutama Islam politik) versi Barat, menganggap Islam sebagai ancaman. Akhirnya terciptalah islamofobia di mana-mana. Sebuah ketakutan masyarakat yang mengada-ada akibat kebijakan pemerintah yang salah arah.
Pada faktanya, ormas Islam dan para ustaz yang berupaya mendakwahkan syariat Islam melalui tegaknya Institusi khilafah islamiyah, tidak terbukti menggunakan kekerasan dan tidak mendukung serangan terhadap masyarakat sipil dalam ceramahnya. Mereka tidak pernah melakukan serangan seperti yang terjadi di Papua dan tidak menggunakan kekerasan sebagai metode perubahan masyarakat.
Harus Dilawan
Mitos-mitos yang diciptakan Barat dan para penguasa yang menjadi followernya tidak boleh didiamkan begitu saja. Umat Islam harus berdiri melawan. Apa yang mereka lakukan saat ini merupakan politik pengaburan dan penguburan serta perang pemikiran dengan segala bentuk dan coraknya.
Semua itu tidak lain untuk menghalangi manusia dari jalan Allah dan agar mereka tidak mendukung khilafah islamiyah. Meskipun sebenarnya mereka sendiri tidak akan mampu menghalanginya, namun setidaknya mereka berupaya ‘menunda’ penegakannya.
Bentuk perlawanan terbaik terhadap perang melawan mitos yang mereka lancarkan adalah dengan membantah mitos tersebut one by one dan mengokohkan gambaran yang benar dalam benak umat tentang Islam, syariah dan khilafah.
Pemikiran harus dilawan dengan pemikiran tandingan. Gagasan dengan gagasan, ide dengan ide, argumentasi dengan argumentasi. Untuk itu, tidak dibenarkan melakukan serangan secara fisik apalagi dengan kekerasan. Penjelasan tentang hakikat Islam antara lain;
Pertama, memaparkan bahwa Islam tidak berperang demi kepentingan duniawi murahan sebagaimana yang dilakukan Barat dengan 3G nya atau seperti yang sedang berlangsung di Ukraina saat ini. Khilafah juga tidak berperang untuk perang itu sendiri, yakni membunuh (bahkan main asal bunuh), menghancurkan dan meluluhlantakkan apa saja.
Tetapi Islam berperang demi mengemban ideologi Islam kepada seluruh bangsa yang tersesat guna mengeluarkan mereka dari kejahiliyahan dan kesesatan. Mengajak mereka keluar dari kegelapan dan kebengkokan berbagai pemikiran serta dari kezaliman penguasanya.
Kedua, pada setiap jihadnya, ihilafah tidak berambisi untuk merampok harta, SDA dari bangsa-bangsa yang ditaklukkan. Tetapi justru menjaga harta, kehormatan dan darah mereka, bahkan rumah-rumah ibadah mereka. Tidak seorangpun dipaksa untuk masuk Islam.
Ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi pada perang agama antarkelompok Nasrani di mana jutaan nyawa dibantai, kekayaan alam dirampok, dan kehormatan dilanggar. Juga berbeda diametral dengan apa yang terjadi di Andalus, di mana umat Islam di sana dipaksa memilih, memeluk nasrani atau mati. Bahkan berbeda diametral dengan Perang Salib yang dilancarkan orang-orang Nasrani di negeri-negeri Muslim di Timur.
Khilafah janji Allah
Kabar akan tegaknya khilafah islamiyah yang kedua memang istimewa, terutama bagi umat Islam karena merupakan janji Allah SWT dan bisyarah Rasulullah SAW. Peristiwa tersebut akan menjadi peristiwa agung sepanjang sejarah umat islam pascakekhalifahan sebelumnya dihancurkan kaum kafir dan antek-anteknya.
Dengan tegaknya khilafah kedua, akan terjadi guncangan yang dahsyat, sebagaimana peristiwa tegaknya Negara Islam Pertama di Madinah yang dipimpin Rasulullah SAW dan peristiwa seperti ini tidak pernah lepas dari onak dan duri. Akan ada berbagai tantangan dan kesulitan besar yang menghadang jalan penegakannya.
Tampak reaksi negara-negara Barat dan pengekornya akan sampai pada level reaksi seseorang yang sedang bertahan dari ajal, menjaga eksistensi diri dari kematian yang telah pasti. Reaksi ini mewujud pada beragam bentuk, baik terang-terangan dan kasar maupun cara-cara halus dan manipulatif.
Sejarah telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap pemikiran ‘baru’ yang hendak diwujudkan dalam bentuk praktis, yang dengannya bakal mengubah segala tradisi dan pemikiran ‘incumbent’, pasti selalu dihadang. Apalagi ini tentang tegaknya khilafah islamiyyah. Sudah barang tentu ‘ditakuti’ oleh para pengusung kekufuran dan “kader-kadernya” yang bernaung di seluruh negeri di muka bumi. Bukankah, para nabi dan rasul juga menghadapi hal yang sama?
Sungguh, masalah seperti ini bukanlah hal baru dalam sejarah Islam. Orang-orang kafir begitu bersemangat mengaburkan gambaran Islam di mata manusia dan menyesatkan mereka dari hakikat Islam yang sesungguhnya agar manusia berpaling dari jalan Allah yang lurus. Tak hanya itu, orang-orang kafir itu juga bersemangat mengontruksi berbagai kebohongan dan stigma negatif kepada Islam dan kaum Muslim.
Semua itu dilakukan dalam rangka menggagalkan upaya dakwah, baik sebelum khilafah tegak, maupun sesudahnya. Kaum kafir juga bersemangat merancang dusta untuk upaya memobilisasi militer guna memerangi islam dan kaum muslim dan mendominasi negeri-negeri muslim baik secara ekonomi maupun politik. Di antara dusta yang mereka rancang adalah war on terrorism dan war on radicalism.
Masalah ini akan tetap digunakan oleh Barat dalam mewujudkan tujuan-tujuan kotor mereka untuk memalingkan manusia dari jalan Allah dan untuk merobohkan capaian kaum muslim dalam menebarkan rahmat ke seluruh alam. Semua itu merupakan sebuah keniscayaan, bahwa kaum kafir akan menempuh jalan yang penuh kebencian, keji, dan hina. Allah SWT telah mengabarkan kepada kita lewat firman-Nya yang mulia dalam Surat al-Anfal ayat ke 30 yang artinya:, “Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya”.
Oleh karena itu, kaum Muslim khususnya para dai dan daiyah, memiliki tantangan untuk terus menyampaiakan ideologi islam ke tengah-tengah masyarakat, baik secara umum maupun khusus, di dalam forum umum seperti sekolah, kampus, atau majelis taklim. Semata agar segala mitos tentang radikalisme terbongkar wujud aslinya. Sekaligus mengakhiri politik penyesatan dan tidak fair yang Barat lakukan.
Dengan demikian dan atas izin Allah, masyarakat akan memahami Islam, menerimanya dan menginginkan penerapannya dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahua’lam bissawwab
Oleh: Pipit Agustin
(Forum Hijrah Kafah)
0 Komentar