Topswara.com -- Belum selesai masalah mahalnya harga minyak goreng dan kedelai, kini harga gas nonsubsidi juga ikutan naik, seperti yang dilansir tribun.com (1/3/22). Harga LPG nonsubsidi naik pada Minggu, 27 Februari 2022 lalu.
Pertamina menyebutkan penyesuaian ini dilakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas. “Tercatat, harga contract price aramko (CPA) mencapai US $ 775 metrik ton, naik 21 persen dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021,” kata Pjs. Corporate Secretary PT. Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting dalam keterangan tertulis yang diterima kontan.co.id (28/2/22).
Dengan penyesuaian yang dilakukan, harga gas LPG nonsubsidi yang berlaku saat ini adalah sekitar Rp15.500 per kg. Sementara itu, LPG subsidi 3 kg tidak mengalami perubahan harga dan tetap mengacu pada harga eceran tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
Harga LPG 12 kg di tingkat agen naik menjadi Rp187.000 per tabung yang dijual ke konsumen dengan harga Rp200.000 per tabung yang sebelumnya, harga LPG sudah naik di kisaran Rp175.000. Tentu harga baru ini semakin memberatkan rakyat yang sebelumnya dihantam gelombang pandemi Covid-19. Kalangan rumah tangga dan pengusaha kecil sudah benar-benar kelabakan dan sangat tercekik.
Beragam alasan pun dilontarkan pihak Pertamina yang berusaha meyakinkan bahwa kebijakan ini tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kondisi ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Ini karena pada Tahun 2022 ini penggunaan gas nonsubsidi hanya ada sekitar 7 persen dari total penggunaan gas LPG nasional sedangkan 93 persen nya menggunakan gas bersubsidi.
Meskipun kenaikan harga LPG ini hanya berlaku untuk nonsubsidi tetapi tetap saja dinilai memberatkan rakyat dalam kondisi masih pandemi. Harga kebutuhan pokok mulai merangkak naik sedangkan pendapatan tidak ikut serta merta naik. Ditambah lagi dengan makin tingginya harga LPG, maka lengkaplah sudah penderitaan rakyat saat ini.
Selain itu, bisa dipastikan akhirnya masyarakat akan berbondong-bondong beralih pada tabung subsidi. Alasannya, tabung subsidi 3 kg jauh lebih murah dengan kualitas yang sama. Hal ini berpotensi menyebabkan terjadinya kelangkaan pada tabung subsidi dengan kemungkinan adanya kecurangan.
Seperti LPG akan diberi campuran bahan-bahan lain agar mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, yang akan membahayakan masyarakat. Alih-alih hemat malah beresiko meledak.
Jika melihat sektor pertambangan di Indonesia, negeri ini merupakan penghasil gas bumi terbesar. Kekayaan yang ada mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri.
Jika tidak gratis setidaknya harganya akan jauh lebih murah. Hal itu tidak mungkin terjadi karena hampir seluruh tambang minyak bumi dan gas di negeri ini dikelola oleh swasta atau asing dan seluruh harga komoditas bahan bakar minyak bumi dan gas harus mengikuti harga pasar dunia.
Tambang migas di negeri ini dikelola oleh asing Seperti ExxonMobil dan Cevron. Sedangkan Pertamina sebagai perusahaan nasional hanya menguasai beberapa tambang, itu pun bukan tambang besar. Dengan alasan kecanggihan teknologi dan butuh biaya besar maka tambang-tambang yang besar dikelola oleh asing.
Dengan berhasilnya pihak swasta atau asing mengelola sektor migas di negeri ini, harga migas harus mengikuti ketentuan dunia. Ini adalah buah dari masuknya undang-undang Migas yang bernuansa liberal. Perusahaan asing diizinkan masuk untuk mengeruk kekayaan alam di negeri ini. Sedangkan anak negeri mendapatkan sedikit tempat.
Ujung-ujungnya rakyat juga yang merasakan dampak buruk dari sistem ini. Kapitalis lah yang akan meraup keuntungan yang besar. Inilah konsekuensi penerapan sistem kepemimpinan sekuler kapitalis yang jauh dari nilai-nilai kebaikan. Bahkan penguasa menggunakan kekuasaannya untuk meraih keuntungan pribadi.
Hal ini jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam kemaslahatan umat menjadi prioritas utama. Islam memberikan seperangkat aturan yang menuntun penguasa untuk mewujudkan tanggung jawabnya sebagai pengurus dan pelindung umat sehingga umat disejahterakan.
Aturan Islam melingkupi seluruh bidang kehidupan, termasuk mengatur sumber daya alam dan energi seperti sabda Nabi Muhammad SAW, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu air, api, dan padang gembalaan” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Hadis di atas menyebutkan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak seperti hasil hutan, laut, dan perairan, serta tambang dan migas dikuasai oleh negara.
Oleh karena itu haram hukumnya dikuasai oleh perorangan apalagi pihak swasta atau asing. Islam mewajibkan pengelolaannya dikuasai oleh negara kemudian hasilnya diberikan pada rakyat, baik orang kaya ataupun miskin, baik muslim ataupun nonmuslim.
Begitupun dengan gas LPG, karena berhubungan dengan kebutuhan yang mendasar. Sudah seharusnya tidak ada perbedaan antara rakyat miskin ataupun kaya. Mereka berhak mendapatkan pelayanan yang sama.
Masalah LPG ini ternyata hanya salah satu dari sederet masalah yang akan terus ada dan menghantui kehidupan umat, dan solusi yang hakikinya hanyalah penerapan aturan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah.
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh Halimah
(Aktivis Muslimah Kab. Bandung)
0 Komentar