Topswara.com -- Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin menilai gerakan Densus 88 saat ini memang sengaja menyasar umat Islam dan membantainya dengan dalih terlibat jaringan teroris. Densus 88 juga sudah lepas kontrol sehingga gerakannya saat ini terkesan menjadi pembunuh bagi umat Islam. “Saat ini Densus sudah lepas kontrol dan menjadi mesin pembunuh bagi umat Islam,” kata Novel saat dihubungi pojoksatu.id, Sabtu (12/3/2022).
Novel mengungkapkan, Densus 88 hanya berani kepada terduga teroris. Itu berbeda dengan teroris OPM di Papua yang selama ini terus membantai anggota TNI. (fajar.co.id,12/3/22).
Bahkan, kata Novel, baru-baru ini delapan warga sipil menjadi korban penembakan teroris OPM. Sayangnya, Densus 88 tak segahar kala menghadapi teroris OPM dibandingkan cap teroris terhadap umat Islam. “Teroris OPM yang terus-terusan membantai TNI serta sipil yang belum lama ini 8 delapan warga sipil dibantai secara sadis dan biadab namun tidak ada tindakan dari Densus,” tutur Novel.
Diketahui, Densus 88 Antiteror Polri menembak mati Sunardi di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Rabu, 9 Maret 2022 malam.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan aparat kepolisan menembak dr. Sunardi karena melakukan perlawanan terhadap petugas yang berupaya melakukan penegakan hukum.
Sementara itu dari kesaksian warga setempat yakni para tetangga, mereka membeberkan kondisi kesehatan dr. Sunardi sebelum ditembak mati oleh Densus 88 karena diduga terlibat jaringan terorisme. Para tetangga datang melayat ke rumah duka. Mereka menceritakan bahwa dr. Sunardi rajin ke masjid untuk salat berjamaah.
Dokter lulusan Fakultas Kedokteran UNS itu ke masjid dengan naik mobil, karena kondisi tubuhnya sudah tidak kuat berjalan. “Dokter Sunardi itu orang baik. Beliau selalu salat berjemaah bareng yang lain. Beliau kalau datang (ke masjid) itu naik mobil karena kaki beliau kan sakit,” kata Abdullah, tetangga dr Sunardi. (fajar.co.id,12/3/22).
Hal ini terjadi karena tugas Densus yang harusnya menangkap penjahat yang benar-benar terlihat jelas membunuh orang-orang tak bersalah seperti yang dilakukan OPM di Papua. Namun ternyata seolah tidak terlaksana dengan baik. OPM bebas melenggang.
Sementara di satu sisi jika terjadi pada Muslim, meskipun tersangka masih terduga belum pasti menjadi teroris sudah langsung ditembak mati. Hal ini menunjukkan bahwa hukum dalam sistem kapitalisme tak ada keadilan, berpihak pada penguasa, menganggap nyawa manusia tidak berharga.
Bahkan terduga teroris untuk berjalanpun susah dan dari para tetangganya bilang ia orang yang baik, jadi sangat aneh dan adanya hal yang main hakim sendiri di dalam negeri ini.
Jadi hampir setiap moment penagkapan terduga teroris densus 88 akan melakukan tindakan extra-judicial killing ialah merupakan membunuh tanpa melalui adanya proses pengadilan terhadap orang-orang yang baru diduga melakukan tindakan terorisme.
Semakin jelas bahwa tindakan serampangan datasemen ini tidak akan menghentikan terorisme sebagaimana yang diklaim sebagai tujuan mereka dibentuk oleh penguasa. Alhasil hanya menimbulkan ketakutan pada masyarakat serta menumpuk dendam yang tak berkesudahan bagi keluarga dan simpatisan terduga teroris.
Dengan refleksi “hard power” pada “law enforcement” yang tidak adil inilah gambaran nyata dari penegakan hukum sistem saat ini. Yakni demokrasi-kapitalisme dalam perpolitikan demokrasi manusia berdaulat atas hukum yang dibuat oleh mereka sendiri, merevisi dan menghapus hukum yang berlaku. Risikonya, akan selalu terjadi subjektivitas hukum tergantung pada pihak yang berkepentingan yaitu para kapital tanpa memikirkan perasaan dan urusan rakyat.
Perbuatan densus 88 adalah buktinya bahwa datasemen ini dibentuk hanya sebagai wujud ketundukan penguasa kepada kampanye global “war on terrorism” yang digulirkan oleh Amerika Serikat pasca kejadian keruntuhan Gedung WTC pada 11 September tahun 2001.
Kampanye ini sangat subjektif dengan cara menempatkan kaum Muslim sebagai targetnya hal ini terihat yaitu: pertama, para korbannya sebagian besar merupakan negeri Muslim yakni kelompok Muslim dan orang yang beragama Islam contohnya: HAMAS Yang terdaftar sebagai kelompok teroris karena ingin mempertahankan negerinya yaitu Palestina dari penjajajahan Israel.
Tetapi Israel sendiri yang secara nyata melakukan invasi, aksi teror malah tak disebut teroris atau dalam kasus extra-judicial killing yang dilakukan pada Dr. Sunardi oleh densus 88.
Kedua, labeling sebuah istilah teroris Islam, militant Islam, radikal Islam akan tetapi tidak pernah ada istilah yang menyebut teroris Yahudi (Israel), teroris Hindu (Macan Tamil), atau teroris Kristen (Amerika dan lain-lain). Maka dari itu, sistem demokrasi kapitalisme masih eksis sebagai sistem kepemimpinan umat tindakan extra-judicial killing pada terduga teroris yang merupakan korbannya adalah kaum Muslim akan senantiasa terulang lagi.
Kaum Muslim harus memiliki kesadaran politik yang benar agar tidak terpengaruh propaganda Barat dan skenario mereka misalnya: terlibat upaya memerangi terorisme, radikalisme, deradikalisasi sebab semua itu hanyalah tipu muslihat Barat agar kaum Muslim semakin jauh dari ajaran Islam kaffah. Bahkan kesadaran ini tidak bisa dibangun kecuali kaum Muslim melibatkan diri pada kajian-kajian Islam yang membahas seluruh ajaran Islam tanpa kecuali mulai dari akidah, ibadah, syariah hingga khilafah.
Mampu dan mau mendakwahkan seluruh ajaran Islam tersebut termasuk khilafah dan tidak boleh berhenti, apapun risiko yang dihadapi. Oleh karena itu, khilafah merupakan suatu bentuk kekuatan politik umat Islam yang berwujud negara untuk melawan propaganda musuh Islam, tidak adanya khilafah seperti pada saat ini akan membuat kekuatan politik kaum Muslim tidak seimbang.
Ideologi Islam hanya diemban oleh individu dan kelompok dakwah bukan negara sedangkan Barat yaitu Amerika dengan ideologinya kapitalisme nya yang berwujud negara, mereka dengan sangat mudah membuat berbagai skenario dan propaganda misalnya: kampanye terorisme untuk menjadikan kaum muslimin berkiblat kepada mereka dan mengagungkan mereka.
Maka dengan adanya skenario serta propaganda kaum Muslim merendahkan bahkan membenci serta meninggalkan ajaran Islam seperti: khilafah oleh karenanya umat Islam harus fokus dan serius untuk memperjuangkan tegaknya khilafah. Sehingga kekuatan politik Islam akan dapat mengimbangi bahkan mengalahkan hegemoni yang dibuat oleh Barat.
Tidak akan ada propaganda yang mengorbankan nyawa kaum Muslim selain itu tetap istikamah, semangat memperdalam ilmu agama, bangga terhadap identitas sebagai kaum Muslim.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Yafi’ah Nurul Salsabila
(Alumni IPRIJA Dan Aktivis Dakwah)
0 Komentar