Topswara.com -- Wacana penundaan pemilu yang sebelumnya telah dijadwalkan tahun 2024 mendatang, menjadi kontroversi di tengah para petinggi partai politik. Sebagian besar setuju dan mendukung wacana ini dengan alasan pemulihan ekonomi Indonesia. Sebagaimana kita ketahui negeri ini berada dalam masa masa sulit selama pandemi pada dua tahun terakhir.
Di sisi lain, beberapa pihak tidak setuju dan menentang wacana penundaan pemilu 2024 karena menyimpulkan bahwa di balik wacana ini ada keuntungan yang akan didapatkan bagi kelompok yang tetap berkuasa.
Dikutip dari media online Republika.co.id, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan bahwa penundaan pemilihan umum (pemilu) merupakan sesuatu yang melanggar konstitusi. Ia memandang, wacana tersebut digulirkan oleh pihak-pihak yang takut kehilangan kekuasaan.
"Ada mereka yang ingin melanggengkan kekuasaannya dan mereka takut kehilangan kekuasaan. Negeri kita mau dibawa ke mana kalau diisi, diawaki, dipimpin oleh orang-orang seperti itu?" ujar AHY lewat keterangan tertulisnya, Ahad (27/2).
Menurutnya, dengan keberadaan sistem demokrasi di Indonesia, seharusnya mampu semakin produktif dalam menyelesaikan problematika negara. Bukan malah merancang penundaan pemilu dengan berbagai alasan yang sebenarnya tidak logis.
AHY mengatakan tidak melihat ada masyarakat yang memiliki harapan itu. Yang jelas itu adalah harapan segelintir pihak yang ingin melanggengkan kekuasaannya.
Para oligarki yang sangat antusias dalam penundaan pemilu 2024 ini sangat mahir bermanis muka di hadapan masyarakat. Menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari, para petinggi partai yang mendukung penundaan Pemilu 2024 sudah terlalu nyaman berada di lingkaran kekuasaan, seperti yang ia sampaikan dalam diskusi bertajuk Tolak Penundaan Pemilu 2024 secara daring, (suara.com, 26/2/2022)
Jelas bahwasanya wacana ini bukan untuk kepentingan publik. Melainkan untuk memperpanjang jabatan yang mendatangkan banyak keuntungan bagi para elite. Serta menambah waktu untuk mempersiapkan diri sebelum beraksi di panggung pemerintahan. Sementara itu, pihak oposisi menolak wacana tersebut karena tidak ingin kehilangan kesempatan dalam meraih kursi di saat elektabilitas sedang tinggi.
Tidak dipungkiri jika kondisi politik saat ini penuh dengan permainan dan tipu daya. Berbagai kebijakan yang dilandasi beragam alibi sering menimbulkan kontroversi. Dimana ajang kebebasan berpendapat itu justru memperlihatkan busuknya pemikiran para penguasa.
Menjadikan kemerosotan masyarakat sebagai dalil untuk memancing suara rakyat terhadap kebijakan semena-mena adalah sikap pecundang yang telah dibutakan oleh harta yang bersifat fana.
Sampai di sini terbukti bahwasanya sistem demokrasi berlandaskan kapitalisme benar-benar menunjukkan kebusukan para kapitalistik. Membiarkan masyarakat tanpa nama dan jaminan hidup, sedangkan mereka bersuka cita merayakan hasil panen pembodohan terhadap rakyat.
Para elit politik yang minim empati mengabaikan kemaslahatan rakyat yang seharusnya menjadi tujuan politis. Sangat kontras dengan sistem pemerintahan Islam yang menjadikan kesejahteraan umat sebagai tujuan nomor satu yang sangat diprioritaskan. Islam dengan penerapan hukum syariat dari Allah, akan menjamin masyarakat hidup aman dan sejahtera dalam bidang apapun.
Namun, tanpa ada wadah yang menaungi, Islam tak mampu diterapkan secara sempurna. Maka dengan itu menjadi kewajiban bagi setiap Muslim untuk memperjuangkan hukum Allah agar kembali tegak dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dengan Khilafah sebagai sistem negaranya, dan Islam sebagai poros hukumnya.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Asma Ramadhani
(Sahabat Topswara)
0 Komentar