Topswara.com -- Jujur sebagai masyarakat dan ibu rumah tangga saya merasa kecewa dengan naiknya harga gas nonsubsidi yang telah diresmikan pemerintah sejak 27 Februari 2022 silam.
Diberitakan Kompas.com, Minggu (27/2/2022), Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) Irto Ginting menjelaskan, kenaikan harga itu dilakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas.
“Tercatat, harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai 775 dollar AS/metrik ton, naik sekitar 21 persen dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021,” ujar Irto.
Secara tidak langsung jelas hal ini memberikan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat yang menggunakan gas nonsubsidi tersebut.
Dengan alasan mengikuti kenaikan harga perkembangan terkini dari industri minyak dan gas dunia. Rasanya absurd sekali ketika dengan mudahnya pemerintah tiba-tiba menaikkan harga gas nonsubsidi di tengah harga-harga sembako yang sedang meroket.
Ibu-ibu di luar sana juga merasakan hal yang sama, dari dampak kenaikan harga tersebut. Karena pasti akan menambah pengeluaran dan beban belanja rumah tangga. Sungguh sangat disayangkan.
Inilah akibat dari disahkannya undang-undang liberalisasi migas oleh pemerintah. Negara justru menyerahkan pengelolaan dan memberikan keuntungannya pada swasta.
Seolah tidak peduli dengan sakit hatinya ibu-ibu seluruh tanah air, mengorbankan kepentingan rakyat demi kebahagiaan oligarki. Miris, hidup di negeri kaya sumber daya alam, kaya minyak dan gas berlimpah tapi rakyat tak bisa menikmati manfaatnya.
Jangankan rakyat merasakan gratisnya penggunaan gas, harga murah saja sulit didapat.
Bagaimana sistem demokrasi menyelesaikan masalah ini?
Setelah sekian puluh tahun sistem demokrasi diterapkan, justru makin lama makin menindas dan menyengsarakan rakyat.
Karena berasal dari aturan yang salah, yaitu aturan manusia. Asas manfaat lah yang digunakan dari sistem kapitalis ini. Para cukong oligarki berkuasa, menguras dengan cara mengeksploitasi kekayaan alam yang seharusnya untuk kepentingan rakyat.
Disinilah penyebab yang menjadikan rusaknya titik nadi kapitalisme dengan sistem pemerintahan demokrasinya. Sistem yang tidak akan bisa dan tidak akan mungkin rakyat jadi prioritas utama, tapi mereka fokus menguntungkan dirinya sendiri.
Maka dari itu kesalahan sistem yang diterapkan negara ini jangan sampai berlarut-larut, jangan sampai anak cucu kita merasa penderitaan yang sama.
Haram SDA Dikuasai Individu atau Swasta
Berbeda jika dengan sistem Islam. Ketika sistem yang paripurna diterapkan, wahyu dan petunjuk dari Allah SWT akan memberikan maslahat bagi rakyat. Dalam salah satu hadis telah dijelaskan, bahwa kepemilikan umum haram dikuasai individu maupun swasta.
“Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah).
“Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli: air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah)
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan problem naiknya harga gas nonsubsidi tidak perlu mengambil kebijakan diluar hukum Allah SWT.
Dengan menyerahkan pengelolaan ke pihak swasta itu adalah kesalahan besar. Pemerintah harus membenahi semua regulasi pengelolaan SDA di negeri ini dengan menerapkan hukum Islam.
Sumber daya alam baik itu gas, minyak bumi, batu bara dan berbagai SDA lainya akan dimanfaatkan sepenuhnya oleh rakyat.
Sudah saatnya kaum Muslim agar kembali menerapkan hukum Allah SWT. Jadi wajib meninggalkan aturan manusia yang sangat merugikan rakyat, dan menguntungkan segelintir oligarki. Menganti sistem yang batil dengan sistem Islam yang terbukti mampu memberikan kesejahteraan kepada seluruh masyarakat tanpa kecuali.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Munamah
(Analis Mutiara Umat)
0 Komentar