Topswara.com -- Seorang pemuda nampak berpose dengan latar mobil dan rumah mewah. Apa yang melekat di tubuhnya pun terlihat wah, dari ujung kaki hingga ujung rambut. Sepatu, kemeja, jam tangan, kacamata dan atribut lainnya, jika di total ratusan juta harganya. Terlihat keren dan membius.
Muda, kaya, pamer harta. Mereka lah yang dijuluki Crazy Rich. Publik mungkin bertanya-tanya dari mana mereka mendapatkan hartanya? Pertanyaan itu kini mulai terjawab dengan ditangkapnya Indra Kenz dan Doni Salmanan yang dikenal sebagai Crazy Rich Medan dan Bandung. Keduanya telah ditetapkan polisi dalam kasus perjudian dan penipuan daring serta pencucian uang.
Bareskrim Mabes Polri saat ini tengah menyidik kasus judi online berkedok investasi melalui aplikasi Binomo dan Quotek. Polisi telah menetapkan Indra Kenz sebagai tersangka dalam kasus Binomo dan Doni Salmanan dalam kasus Quotek. (Tempo.co, 10/03/2022).
Beberapa tahun belakangan marak munculnya investasi bodong yang menawarkan keuntungan besar dalam tempo singkat. Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi mencatat, total kerugian masyarakat akibat investasi bodong mencapai Rp 117,5 triliun dalam kurun waktu 10 tahun atau sejak 2011 hingga awal tahun ini. (Katadata.co.id, 21/2/2022)
Dari berbagai fenomena ini kita tidak hanya melihat dari aspek kejahatan yakni penipuan. Namun dibalik itu mental masyarakat telah teracuni oleh budaya instan yang menginginkan kekayaan dalam tempo singkat. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Mindset Buruk ala Kapitalisme
Kekayaan memang membius, dengan kekayaan apa pun bisa terbeli. Barang-barang mewah, plesiran keliling dunia bahkan "membeli" kekuasaan dan ketenaran, seakan dunia ada dalam genggaman. Inilah racun kehidupan ala kapitalisme di mana materi menjadi standar kebahagiaan. Tidak perduli halal dan haram semua jalan pun ditempuh.
Sistem ekonomi kapitalis telah memfasilitasi aktivitas ekonomi spekulatif yang terbukti bisa mendatangkan keuntungan secara cepat. Misalnya dengan bermain saham. Sebuah aktivitas nonproduktif yang bahkan bisa mengguncang ekonomi moneter dan ini adalah aktivitas legal menurut undang-undang meskipun mengandung unsur riba yang diharamkan.
Kemudian muncul skema ponzi yang diadopsi oleh pengusaha bermental penipu untuk menyedot dana masyarakat, demi mengumpulkan pundi-pundi harta. Aktivitas ilegal yang terlahir dari kerakusan mengumpulkan uang yang terbius oleh kekayaan.
Apa yang ditampakkan dan dipromosikan oleh para Crazy Rich muda telah mempesona masyarakat luas. Mereka pun tergoda untuk mendapatkan kekayaan dalam tempo singkat tanpa kerja keras. Investasi bodong dan perjudian dengan kedok aktifitas trading menjadi pilihan. Keuntungan yang didapat membuat terlena, ketika uang melayang barulah merasa jika telah tertipu.
Di sisi lain, kehidupan yang sempit berupa kemiskinan seringkali membuat orang putus asa dan ingin segera keluar dari kesulitannya. Maka, ketika ada pihak-pihak yang menawarkan penghasilan besar dalam tempo singkat, tentu saja hal itu seakan menjadi solusi.
Penulis sendiri pernah menemui seseorang yang rela berutang ke bank untuk diinvestasikan pada bisnis bodong. Tentu saja dia tidak mengetahui untuk apa uang itu digunakan, yang dia tau hanyalah keuntungan yang dijanjikan. Malangnya bukan keuntungan yang didapat ketika sang pengusaha dijebloskan ke penjara karena kasus penipuan. Uang hilang namun terjerat utang dengan bank yang tetap harus dilunasi. Ibarat jatuh tertimpa tangga
Harta Bukan Segalanya
Menjadi kaya bukanlah sesuatu yang tercela. Bahkan dengan kekayaan banyak hal kebaikan yang bisa di lakukan, misalnya bersedekah, menyantuni anak yatim hingga berhaji dan umrah. Namun kekayaan yang diperoleh haruslah dengan cara halal.
Setiap harta yang kita miliki akan dimintai pertanggungjawaban. Dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan. Dengan mengingat prinsip tersebut akan membuat kita berhati-hati dalam urusan harta. Sesungguhnya Sang pemberi rizki telah menetapkan rizki bagi tiap-tiap makhluk-Nya, hanya kita diminta menjemputnya dengan cara yang halal.
Janganlah mudah terpesona dengan kekayaan yang ada pada orang lain, terlebih jika diperoleh dengan cara yang tidak masuk akal. Karenanya baginda Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita:
لاَ يُعْجِبْكَ اِمْرُؤٌ كَسَبَ مَالاً مِنْ حَرَامٍ فَإِنْ أَنْفَقَ مِنْهُ أَوْ تَصَدَّقَ بِهِ لَمْ يُقْبَلْ مِنْهُ وَإِنْ أَمْسَكَ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ وَإِنْ مَاتَ وَتَرَكَهُ كَانَ زَادَهُ إِلَى النَّارِ
“Jangan membuatmu takjub, seseorang yang memperoleh harta dari cara haram, jika dia infakkan atau dia sedekahkan maka tidak diterima, jika ia pertahankan (simpan) maka tidak diberkahi dan jika ia mati dan ia tinggalkan harta itu maka akan jadi bekal dia ke neraka.” (HR.Ath-Thabrani).
Sungguh sebuah kerugian jika harta yang kita miliki hanya akan menghantarkan ke nereka. Na'udzubillahi min dzalik. Dunia hanyalah perhiasan, janganlah tertipu dengan beragam godaannya.
Fenomena yang terjadi ini sungguh tidak cukup diwaspadai secara individu, namun negara juga harus sigap menindak para penipu dan menutup semua akses penipuan. Aktivitas spekulatif yang mengandung riba harus dihentikan. Serta menerapkan sistem ekonomi Islam yang berbasis pada ekonomi riil dan bebas riba.
Lebih dari itu negara juga harus merevisi mental rusak yang telah ditimbulkannya. Menguatkan akidah agar tidak terprovokasi oleh aktivitas haram melalui edukasi terus menerus ke masyarakat. Pun masyarakat harus terpenuhi kebutuhannya agar tidak tenggelam dalam kemiskinan yang dapat berujung pada keputusasaan hingga hilangnya logika.
Hanya negara yang berlandaskan syariah yang akan mampu melindungi masyarakat dari berbagai bisnis haram agar harta yang diperoleh menjadi berkah. Selama kita masih berkiblat pada sistem ekonomi kapitalis maka aktivitas yang haram namun legal masih mungkin untuk membius masyarakat. Bukan keberkahan yang didapat, namun kerusakan demi kerusakan yang kan dituai.
Wallahu a'lam bisshawab
Oleh: Ersa Rachmawati
Pegiat Literasi
0 Komentar