Topswara.com --
Kutatap wajah lesu
Pada cermin baru
Kupandangi penuh duka
Ratapannya penuh lara
Ibu Pertiwi berduka
Merintih penuh lara
Ibu Pertiwi bersedih hati
Buminya dijarah
Anak-anaknya diperah
Kezaliman berdayung melaju
Seakan bertekad untuk hidup seribu abad
Kelaliman melangkah pongah
Seakan tak bisa dicegah
Ibu Pertiwi terlihat resah
Meniti hari-hari yang melaju cepat
Sedang kakinya lenguh
Tangannya terseliuh
Dan Ibu Pertiwi bertanya,
Masih adakah purnama
Di kegelapan Nusantara
Oh, dapatkah pungguk merayu
Di dahan nan rapuh berdaun layu
Ibu Pertiwi merindu
Pada sajak dan suara syahdu
Yang berbicara menggamit jiwa
Yang mengingati ke mana perginya masa
Azan, bilakah berkumandang lantang
Ataukah sunyi berselimut Surat Edaran?
Ibu Pertiwi menangis pilu
Ketika anak-anaknya antre
Demi minyak yang konon langka
Hingga bertaruh nyawa
Di negeri sawit yang sedang sakit
Hai para durjana
kembalikan minyak kami
Sungguh, pancaindra ini setia menyimpan fakta
Rentetan peristiwa
Yang akan dipersembahkan pada Yang Maha Kuasa
Dengan pengadilan yang adil hisabnya
Rakyat kerdil bertanya
Tentang nasibnya
Dosa siapa gerangan?
Hingga wayang dan azan jadi gorengan
Berebut fatwa berebut logo
Bilakah halal menjadi samar
Di manakah sungai dan pesisir
Di manakah tempat membasuh diri
Dari ragam kebencian dan dosa pada sesama
Pada sengketa kulit yang tak jua reda
Mari panjangkan sujud
Berteman doa
Menyulam cerita tentang jiwa yang luka
Akibat tingkah para durjana
Berhati pekat berkulat
Pada Tuhan Ibu Pertiwi meminta
Lindungi kami dari para durjana
Hanya dengan tangan-Mu
Yang menguasai gelap dan terang
Sebagai panduan masa
Memikat asa
Yang luhur bertadabbur
Rakyat kerdil menyulam resah
Mengadu pada Allah
Bilakah datang pertolongan
Agar dimenangkan-Nya Din Islam
Di atas segala kezaliman
Bilakah durjana merenda sesal
Bertobat dan kembali kepada Din Islam
Untuk mengatur segala perikehidupan
Atau mati ditelan kesombongan
Hingga terjerat menggelepar
Di rusuk neraka
Naudzubillah
Oleh: Pipit
Forum Hijrah Kafah
0 Komentar