Topswara.com -- Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan baru yang menjadikan kartu BPJS kesehatan sebagai salah satu syarat untuk mengurus layanan publik. Seperti yang tertulis dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Kesehatan Nasional.
Dalam instruksi tersebut, presiden meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menyempurnakan regulasi untuk pemohon SIM, STNK, SKCK dengan menyertakan syarat kartu BPJS kesehatan (CNNIndonesia, 21/2/2022)
Tidak hanya itu, presiden menginstruksikan Menteri Agama untuk memastikan pelaku usaha dan pekerja yang ingin ibadah Umrah dan Haji merupakan peserta aktif dalam program JKN. Selain itu, menginstruksikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk memiliki BPJS kesehatan menjadi syarat jual beli tanah (TribunnewsBogor.com, 20/2/2022)
Belum lama ini juga, pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait Jaminan Hari Tua (JHT) yang akan dibayarkan pada peserta jika mencapai usia pensiun. Kebijakan tersebut juga menuai kontroversi dari beberapa pihak. Kebijakan ini terkesan merugikan buruh atau pekerja yang telah ter-PHK dan harus menunggu usia 56 tahun untuk memperoleh JHT tersebut.
Belum juga usai masalah JHT, justru sibuk menjadikan BPJS kesehatan sebagai syarat dalam mengurus layanan publik. Kebijakan yang terkesan buru-buru ini nampak ada unsur kepentingan yang harus diburu juga. Hal ini pastinya akan menyulitkan masyarakat untuk memperoleh layanan publik yang sifatnya mendesak.
Kebijakan ini tentunya menuai polemik di masyarakat. Pasalnya, kebijakan ini dibuat untuk memberi perlindungan jaminan kesehatan bagi masyarakat. Namun, nyatanya terkesan memaksa masyarakat untuk memiliki BPJS kesehatan. Dengan begitu, pemasukan uang negara akan bertambah dengan bertambahnya masyarakat yang menggunakan BPJS kesehatan tersebut.
Apabila diamati aturan yang mengharuskan memiliki BPJS kesehatan dalam beberapa layanan publik terkesan memaksa. Meskipun bentuknya tidak secara langsung namun dengan menetapkan aturan tersebut membuat rakyat tidak dapat mengelak.
Karena jika tidak memiliki kartu BPJS tersebut, maka dapat dipastikan masyarakat tidak dapat memperoleh layanan publik lainnya. Seperti layanan pembuatan SIM dan STNK, daftar haji/ umrah, hingga jual beli tanah.
BPJS kesehatan menjadi langkah praktis yang dilakukan pemerintah untuk menyapu semua layanan publik. Aturan ini tidak relevan dan melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan layanan publik.
Di saat masyarakat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pemerintah justru meneken kebijakan yang mengharuskan masyarakatnya memiliki kartu BPJS kesehatan yang pastinya prabayar.
BPJS kesehatan yang berbayar pun nyatanya tidak memberikan pelayanan yang berkualitas. Segudang administrasi yang ribet dan seringkali pasien BPJS mendapat perlakuan diskriminatif dibanding pasien non-BPJS.
Inilah wajah kapitalisasi dalam dunia kesehatan. Layanan kesehatan dijadikan komoditas bisnis untuk memperoleh keuntungan. Kebijakan yang diberikan tidak pernah memberikan perlindungan dan jaminan. Masyarakat harus mencari dan memenuhi jaminan kesehatannya sendiri dan seolah-olah masyarakat dilarang untuk sakit.
Jaminan kesehatan adalah hak setiap orang. Negara wajib menjamin atasnya tanpa mempersulit pemerolehannya. Semua layanan harus dipenuhi dengan kualitas yang baik. Seperti yang digambarkan oleh daulah Islam.
Dalam Islam, negara akan memberikan perlindungan dan pelayanan jaminan kesehatan yang berkualitas dan gratis. Proses administrasi yang diberikan mudah dan cepat. Rakyat tidak akan dipersulit dengan segudang administrasi yang memperlambatkan pelayanan. Semuanya telah diurus oleh negara.
Selain itu, negara membiayai segala kebutuhan dalam dunia kesehatan. Seperti para dokter yang ahli dibidangnya, fasilitas sarana dan prasarana yang berkualitas, obat-obatan, pusat penelitian dan laboratorium hingga gaji bagi tenaga kesehatan yang sesuai. Semua akan ditanggung negara dari pembiayaan baitul mal, sehingga tidak membebani rakyat untuk membayar biaya kesehatan.
Tidak seperti yang dilakukan penguasa di sistem kapitalisme saat ini. Semua layanan mengharuskan rakyatnya untuk membayar fasilitas kesehatan dalam jumlah besar. Bagi mereka yang tidak memiliki uang tidak akan memperoleh jaminan dan layanan kesehatan. Segala kebijakan dibuat berorientasi pada materi. Materi yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kantong para penguasa yang zalim.
Maka dari itu, jika kita menginginkan jaminan dan layanan kesehatan benar-benar untuk kepentingan rakyat, tidak perlu berharap pada sistem kapitalisme saat ini. Sudah saatnya kita beralih pada sistem Islam yang mampu mensejahterakan umat. Dengan terus berjuang mendakwahkan Islam di tengah-tengah umat demi tegaknya kehidupan Islam.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Novriyani, M.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
0 Komentar