Topswara.com -- وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
“Jika kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikan seruan itu sebagai ejekan dan permainan. Yang demikian adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau menggunakan akal.” (TQS. Al-Maidah [5]: 58).
Baru-baru ini, Yandri Susanto selaku Ketua Komisi VIII DPR RI, menanggapi Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2022. Yang mana, surat tersebut membahas tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala yang dikeluarkan Menteri Agama (Menag). Menurutnya, pengaturan yang akan diberlakukan tersebut tak bisa digeneralisasi, diterapkan di seluruh daerah. (republika.co, ).
Tak hanya itu, publik dibuat heboh dengan pernyataan menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut yang mengatakan bahwa suara azan disamakan dengan suara gonggongan anjing.
Hingga memunculkan polemik baru yang berakhir pada penistaan agama. Tak hanya itu, akibat dari perbuatannya, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut didemo untuk mundur dari jabatannya. (suarabanten.id, ).
Apakah azan saat ini menjadi masalah besar bagi umat? Ataukah ada persoalan lain yang semestinya menjadi fokus dan prioritas umat?
Azan merupakan panggilan salat yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW. kepada kaum muslim. Beliau bersabda:
فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
“Jika waktu salat telah tiba, salah seorang di antara kalian hendaknya mengumandangkan azan untuk kalian dan yang paling tua di antara kalian menjadi imam kalian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Suara azan memang harus dikeraskan. Semua makhluk Allah SWT yang mendengarkan panggilan azan akan menjadi saksi pada Hari Kiamat. Karena itu, keliru jika ada yang mengusulkan agar suara azan jangan diperdengarkan atau dilarang untuk dikeraskan. Juga aneh rasanya jika ada pendapat bahwa azan tidak diperlukan karena Allah Maha dekat dan tidak tuli. Rasulullah SAW.
Justru memerintahkan agar suara azan dikumandangkan. Sebabnya, azan memang merupakan panggilan salat lima waktu yang ditujukan kepada kaum muslim.
Alasan bahwa suara azan yang keras mengganggu kalangan non muslim juga tidaklah tepat. Azan adalah bagian dari syiar Islam yang ditujukan kepada umat manusia.
Imam An-Nawawi menyebutkan sejumlah hikmah dari azan yakni: menampakkan syiar Islam, berisi kalimat tauhid, pemberitahuan masuknya waktu salat dan tempatnya, serta doa bagi jjamaah (Syarh an-Nawawi ’ala Muslim, 4/77, Maktabah Syamilah).
Tidak pantas pula seorang muslim merasa terganggu dengan suara azan. Rasulullah SAW. menyebutkan bahwa yang terganggu oleh azan adalah golongan setan. Beliau bersabda:
إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ
“Jika azan dikumandangkan, setan segera berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Jika azan selesai dikumandangkan, dia pun kembali. Jika dikumandangkan iqamah, setan kembali berpaling. Jika iqamah selesai dikumandangkan, dia pun kembali. Ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya.” (HR. Muttafaq ‘alayh).
Merendahkan azan, seperti menyejajarkan azan dengan gonggongan anjing, atau dulu ada yang menyebutkan bahwa suara kidung jauh lebih indah daripada suara azan, adalah termasuk penistaan agama serta merupakan dosa besar.
Sebenarnya banyak persoalan yang lebih utama dan penting untuk diselesaikan umat dan para pejabat di negeri ini ketimbang meributkan azan dan pengeras suaranya. Masalah sebenarnya yang harus diatasi adalah sekularisme. Paham batil yang mengajarkan pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga, paham ini menyebabkan banyak kaum Muslim yang tidak peduli dengan agamanya.
Dewan Masjid Indonesia (DMI) pernah menyampaikan data 65 persen Muslim di Indonesia ternyata belum bisa membaca Al-Qur’an. Padahal Al-Qur’an adalah kitab suci kaum muslim. Membaca Al-Qur’an berbuah pahala dan syafaat di akhirat. Mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an adalah kewajiban. Bukankah membebaskan umat dari buta huruf Al-Qur’an seharusnya menjadi tanggung jawab umat dan negara?
Demikian pula dalam masalah shalat. Andaikan pemerintah mau menelusuri, bisa jadi akan didapatkan data bahwa, masih banyak Muslim di tanah air yang melalaikan kewajiban salat lima waktu.
Namun, akibat sekularisme, ibadah dipandang urusan pribadi belaka. Tidak ada yang berhak memaksa, termasuk negara. Karena itu, tidak sedikit orang yang enteng saja meninggalkan shalat.
Para ahli ilmu sepakat bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat tanpa uzur hingga habis waktunya maka ia telah kafir. Para ulama Malikiyah dan Syafiiyah berpendapat bahwa orang seperti itu tidaklah kafir tetapi, fasik dan ia diminta agar bertobat. Jika ia bertobat maka diterima tobatnya. Namun, jika ia tidak bertobat, ia mendapatkan sanksi hukuman mati sebagai sanksi (had). (Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzhâhib al-Arba’ah, 5/401, Maktabah Syamilah).
Nah, maka seharusnya tugas dan tanggung jawab negaralah untuk mengedukasi, menertibkan, dan menghukum mereka yang meremehkan pelaksanaan shalat. Sekularisme juga melahirkan pluralisme hingga sinkretisme.
Tidak sedikit kaum Muslim mencampuradukkan ibadah dan keyakinan mereka dengan umat lain. Sebagian dari mereka bahkan dipaksa mengikuti ritual agama lain karena aturan tempat bekerja atau lingkungan mereka tinggal. Di Bali, setiap tahun umat Muslim dipaksa untuk mematuhi aturan umat Hindu saat Hari Raya Nyepi. Mengapa hal ini tidak dipersoalkan oleh negara, khususnya Kementerian Agama?
Karena sekularisme pula umat Muslim di tanah air rentan mengalami pemurtadan. Pada tahun 2016, MUI pernah menyampaikan laporan bahwa setiap tahun ada 2 juta Muslim keluar dari agamanya di Indonesia. Ini menandakan lemahnya pembinaan dan perlindungan terhadap keimanan mereka yang semestinya dilakukan oleh negara.
Demikian pula kasus penistaan terhadap agama Islam yang semakin marak belakangan ini. Ini karena lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku. Bahkan, sejumlah nama yang terkenal sebagai buzzer justru masih eksis dan terus menerus menyemburkan fitnah dan penistaan terhadap agama Islam. Seolah-olah mereka kebal hukum.
Wahai kaum Muslim! Sebenarnya pangkal dari persoalan umat hari ini, bahkan di seluruh dunia, adalah ketiadaan penerapan syariah Islam yang akan menuntaskan seluruh persoalan. Allah SWT. telah menjadikan syariat Islam sebagai solusi bagi setiap persoalan manusia. Penerapan syariah Islam secara kafah adalah wujud ketakwaan. Ketakwaan pasti akan mendatangkan ragam keberkahan (Lihat: QS. al-A’raf [7]: 96).
Syariah Islam yang diterapkan oleh khilafah akan mampu melindungi dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi umat. Khilafah akan menghapuskan paham sekularisme, melindungi akidah umat, dan membimbing serta menjaga ibadah mereka.
Khilafah tidak akan membiarkan ada muslim yang tidak menunaikan kewajiban ibadah seperti salat lima waktu atau bahkan muslim yang buta huruf Al-Qur’an. Khilafah juga akan mencegah pemaksaan ibadah agama lain terhadap kaum Muslim, sebagaimana juga melarang pemaksaan ajaran Islam terhadap orang-orang kafir.
Khilafah juga akan menciptakan regulasi untuk memberantas praktik bisnis kartel dan monopoli serta kecurangan lainnya. Negara Islam akan melindungi pengusaha juga konsumen, majikan dan buruh, sehingga semua mendapatkan haknya sesuai aturan Islam. Inilah kemuliaan ajaran Islam.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Nurlela Nasution
Aktivis Muslimah
0 Komentar