Topswara.com -- "Jika kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikan seruan itu sebagai ejekan dan permainan. Yang demikiam adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak menggunakan akal." (TQS al-Maidah: 58)
Masyarakat kembali riuh dengan kebijakan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Demi meningkatkan ketentraman, ketertiban dan keharmonisan antar warga masyarakat, Menag mengeluarkan SE No.05/2022.
Keriuhan ini diperparah dengan analogi yang melecehkan azan yang merupakan syiar Islam perintah Rasul saw. Azan fungsinya untuk mengingatkan salat yang lima waktu ditujukan kepada umat Islam. Suaranya memang harus keras supaya terdengar oleh sebanyak-banyaknya orang yang mampu mendengar.
Reaksi terhadap SE Menag terus bermunculan, Sekretaris PKB Kabupaten Bandung, Tarya Witarsa ikut mengomentari terkait SE Menag ini. Menurut beliau SE Menag Yaqut yang mengatur pengeras suara di masjid adalah hal yang sebenarnya tidak diperlukan. "Satu sisi bukannya kami tidak taat kepada pemerintah. Tapi urusan-urusan seperti ini bagi kami nggak usah diatur, karena lebih kepada tradisi. Toh kalaupun sudah diatur, kalau sudah masuk ke ranah keagamaan/keyakinan yah susah untuk mengatasinya," kata Tarya Witarsa.
Di Kabupaten Bandung selama ini aktivitas keagamaan masyarakat berjalan dengan baik, meskipun di masjid dan musala menggunakan pengeras suara tidak menimbulkan kesusahan dan kegaduhan. (Inilahkoran, 22/2/2022)
Pengaturan soal azan dari masjid dan musala di Indonesia telah ada dalam Intruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978. Kemudian tahun 2018 ditindaklanjuti pelaksanaannya melalui SE Dirjen Bimas Islam B.3940/DJ.111/HK.00.7/08/2018.
Yang terbaru dari Menag Yaqut yang mengatur tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musola. Kebijakan tersebut mengatur pengeras suara di masjid agar tidak terlalu keras dan mengganggu umat agama lain sehingga penggunaan toa diatur maksimal 100 dB (desibel).
Tidak hanya di Indonesia, di negara-negara mayoritas Muslim yang lain juga diatur perihal suara azan ini. Seperti di Arab Saudi, Mesir, Bahrain, Malaysia dan Uni Emirat Arab (UEA). Alasannya suara masjid terlalu keras dan mengganggu pendengaran. Di Arab Saudi pengaturan volume azan diwajibkan maksimal sepertiga dari volume pengeras suara. Sedangkan di UEA volume maksimal yang diizinkan sebesar 85 desibel.
Hanya saja untuk kondisi Indonesia aturan Menag tentang pengeras suara dari masjid ini tidak bisa digeneralisasi karena tidak bisa diterapkan di semua tempat dari Sabang sampai Merauke. Contohnya di Sumatera yang jarak antar rumahnya jauh-jauh.
Dengan aturan suara 100 desibel, maka azan tidak akan terdengar dari jarak jauh. Karena itulah Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto, meminta Menag Yaqut untuk merevisi aturan tersebut. Menurut Yandri, kenapa suara azan diatur, sementara selama ini tidak ada masalah. (Suara.com, 25/2/2022)
Selain itu menurut Mastuki, Juru Bicara Kemenag, mayoritas masjid di Indonesia didirikan dan dikelola oleh masyarakat secara swadaya. Pemerintah hanya berwenang mengatur masjid raya (BBCNewsindonesia, 21/2/2022).
Memang seperti itulah keadaannya, selama ini pemerintah tidak pernah berperan dan memiliki andil dalam meri'ayah masjid-masjid yang ada. Mayoritas pendirian dan pemeliharaan masjid dilakukan secara swadaya masyarakat setempat.
Tetapi kenapa tiba-tiba pemerintah mengeluarkan aturan yang seolah-olah memojokkan umat Islam? Perlu direnungkan bahwa sikap penolakan yang parsial tanpa diikuti perubahan mindset yang mengakar, hanya akan memperkeruh situasi. Untuk merubah mindset umat perlu diedukasi dengan Islam kaffah.
Kenapa umat harus memahami Islam kaffah? Karena hanya dengan memahami Islam kaffahclah umat akan paham situasi yang terjadi sekarang ini. Bukan hanya sekali dua kali hinaan terhadap simbol dan syiar Islam terjadi, di dalam negeri maupun di luar negeri. Umat Islam tidak berdaya dalam menghadapinya. Hal ini terjadi karena umat Islam tidak memiliki wibawa dan tidak memiliki pemimpin yang menerapkan Islam kaffah.
Dalam sistem sekuler demokrasi saat ini, simbol dan syiar Islam menjadi bahan hinaan dan olok-olok. Kebebasan berpendapat dijamin meski pendapatnya mengolok-olok agama lain. Mereka menganggap olok-olok itu sah tanpa merasa bersalah. Oleh karena itu, hinaan dan olok-olok terhadap Islam akan terus terjadi.
Islam kaffah adalah ajaran Islam yang menyeluruh. Islam bukan hanya ajaran yang mengatur masalah ibadah dan akhlak saja. Seperti yang selama ini dipahami mayoritas umat. Seandainya umat Islam bersabar dalam mendalami agamanya, maka umat akan memahami betapa Islam ini luas dan rinci mengatur seluruh aspek kehidupan.
Islam mengatur kehidupan manusia dari masalah yang sepele sampai masalah yang sangat rumit sekalipun. Dari masalah bagaimana cara masuk toilet sampai bagaimana cara mengatur negara bahkan bagaimana cara mendirikan negara. Semua ada tuntunannya dalam Islam. Jadi dengan mempelajari, memahami Islam kaffah umat tidak akan bingung lagi dalam mengatasi berbagai persoalan yang muncul. Minimal secara konsep umat mempunyai solusi atas semua masalah kehidupannya.
Hanya saja Islam kaffah tidak bisa diterapkan di sistem sekuler kapitalis sekarang. Islam kaffah hanya bisa diterapkan di negara yang berdasarkan akidah Islam. Dalam sistem sekarang umat dijauhkan dari agamanya, sehingga umat resisten dengan agamanya sendiri.
Islam kaffah seolah asing di telinga umat. Pro kontra yang ada karena kebijakan Menag ini menunjukkan umat masih bingung, masalahmya apa dan solusinya apa. Sementara orang yang mendakwahkan Islam kaffah sekarang dituduh radikal.
Pemerintah mengelompokkan mana ustaz yang radikal dan mana yang bukan. Tapi walaupun demikian Islam kaffah adalah solusi hakiki. Masalah umat belum paham, menolak bahkan menentangnya tidak jadi alasan untuk meninggalkan/tidak menerapkan Islam kaffah.
Analoginya seperti ketika kita akan berjalan, di depan kita ada duri berserakan. Maka mau tidak mau kita harus menyingkirkan duri-duri tersebut. Kita tidak bisa membiarkan duri-duri itu dan berbalik arah atau mengambil jalan lain. Sementara tujuan kita adalah ketentraman, ketenangan dan keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Satu-satunya jalan adalah dengan menerapkan Islam kaffah. Umat hanya perlu diedukasi untuk memahami solusi hakiki ini. Inilah teladan Rasul SAW ketika menyebarkan cahaya Islam dulu di tengah umat yang jahiliyah.
Dengan dakwah yang bertahap Rasul SAW dan para sahabat berhasil menerapkan Islam kaffah dan menebarkan rahmat ke seluruh alam. Semoga semakin banyak umat yang teringatkan, tersadarkan dan terpahamkan.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Umi Lia
(Ibu Rumah Tangga Cileunyi, Kabupaten Bandung)
0 Komentar