Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Wacana Pakai Dana PEN Bangun IKN untuk Siapa?

Topswara.com -- Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin berpandangan, anggaran pemindahan ibukota negara disingkat (IKN) Tahun 2022 yang akan mencatut anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tidak tepat. 

Menurut dia, kebijakan tersebut justru akan menimbulkan luka hati masyarakat karena dilakukan ditengah Pandemi Covid-19 yang masih mewabah. “Mestinya, uang tersebut untuk rakyat yang berdampak Covid-19.
Pemaksaan dana pemulihan ekonomi yang diarahkan untuk IKN ini bisa menafkahi rakyat,” kata Ujang saat dihubungi Kompas.com Rabu (19/1/ 2022).
 
Diketahui, pernyataan mengenai anggaran PEN bakal digunakan untuk anggaran pemindahan IKN diungkap oleh menteri keuangan Sri Mulyani.Hal itu dinyatakan setelah DPR menetapkan rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) disahkan menjadi undang undang IKN. 

Ujang melihat, pernyataan Sri Muliani menunjukkan bahwa apa saja yang dilakukan pemerintah demi mewujudkan pemindahan IKN
“Karena IKN itu harga mati bagi Jokowi. Maka soal uang akan disesuaikan, dicari dan diadakan oleh Menkeu,” jelasnya.

Dia ingat mengingatkan agar pemerintah semestinya mempertimbangkan kondisi ekonomi kerakyatan yang kini masih sulit akibat Covid-19. Sebagai contoh, kata dia banyak urusan rakyat yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga tak lagi memiliki pekerjaan. “Hilangnya pekerjaan untuk periuk nasinya mestinya iya dibantu,” tegas Ujang.

Sungguh miris sekali, dendan kebijakan mengesahkan UU IKN dengan beragam penolakan, juga diiringi konsistensi pemerintah dalam menetapkan sumber anggarannya. Pada awalnya tidak membebani APBN malah kini akan menggunakan dana PEN yang di yang sedianya untuk pemilihan ekonomi Covid-19, sungguh suatu kebijakan  yang kurang tepat.  

Pada saat ini melanda negeri yang baru menyelesaikan masalah penanganan Covid-19,  yang mungkin belum jelas kapan berakhir dan ingin memulihkan perekonomian rakyat,  yang hampir 2 tahun dilanda pandemi Covid-19. 
Rencana pembangunan memindahkan ibukota negara ke kawasan Kalimantan ini, banyak menimbulkan pro dan kontra di antara masyarakat Indonesia.

Pemerintah saat ini akan memproyeksikan sebagai  IKN yang terdiri dari kawasan inti pemerintahan, kawasan IKN, hingga kawasan Perluasan IKN bukan ruang kosong. Kawasan ini sebelumnya sudah dipenuhi oleh ijin dan konsesi, seperti pertambangan, kehutanan, perkebunan, PLTU, dan konsensi bisnis lainnya jelas jelas direncanakan oleh pemerintah untuk kepindahan ibukota negara menggunakan PEN (Penanggulangan Ekonomi Nasional).

Yang diuntungkan dari proyek ini adalah perusahaan perusahaan pemilik konsesi ini,  karena menjadi penerimaan manfaat atas Mega proyek ini mereka adalah para politisi nasional dan lokal beserta keluarganya yang memiliki konsensi industri Ekstraktif.

Mencermati sikap pemerintah yang akan tidak peduli dan membuang buka, menutup telinga dari kritik dan masukan masyarakat, proyek IKN yang ambisius ini tersinyalir akan mengabaikan hak rakyat bila menganggarkan skema pembiayaan dari APBN. Apa saja bahayanya? 

Pertama, merampas hak publik, yakni mendapatkan penanganan dan layanan optimal, semisal akses kesehatan, bantuan sosial, dan pemulihan ekonomi rakyat ini berpotensi akan mengorbankan program masyarakat akibat keterbatasan dana.

Kedua, mengkhianati amanat rakyat. Dulu pemerintah mengatakan tidak akan menggunakan APBN untuk membiayai proyek IKN. Namun, faktanya, pemerintah justru mengalihkan anggaran PEN untuk membiayai pembangunan infrastruktur IKN.

Ketiga, lahirnya pemimpin otoriter. Bukanlah penguasa yang tidak mau tahu pendapat dan kehendak rakyat baik disebut otoriter? Apa maunya rakyat tidak didengar, sedangkan jika penguasa ada maunya, ia minta didengar.

Keempat, jerat hutang yang terus membayangi. Per-November 2002 satu utang Indonesia sudah mencapai Rp.6.713,24. Pemerintah mengklaim utang tersebut masih dalam batas aman, mereka menganggap utang tersebut diperuntukkan bagi percepatan pembangunan.

Kelak, infrastruktur memadai akan memberikan kemudahan tranportasi yang berimbas pula pada kemudahan distribusi barang dan jasa.
Kelima, peluang investasi asing tinggi. Hati-hati atas pengalihan aset negara ke individu atau swasta. Opsi investasi asing memang selalu menjadi pilihan terbaik untuk menutupi kekurangan pembiayaan IKN.

Ini akibat kepemimpinan yang dikendalikan oleh idiologi kapitalisme yang tidak pernah berpihak kepada rakyat, yaitu tidak mengenal kepentingan rakyat. Makanya rezim hanya bekerja untuk memuaskan kepentingan para oligarki kekuasaan. Fungsi negara menjadi mandul. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator dalam mengakomodasi kepentingan segelintir elit kekuasaan.

Islam memandang bahwa negara dan pemerintah adalah pelayan umat publik. Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat beserta berbagai kebutuhan lainnya, yang diperlukan untuk hidup layak. Negara menyediakan sarana dan prasana yang dibutuhkan untuk hajat hidup rakyat, bukan malah menyusahkan rakyat.

Lantas, bagaimana dengan pemindahan ibukota negara, pemerintahan negara Islam juga pernah memindahkan ibukota negara Khilafah sebanyak empat kali mulai dari Madinah ke Damaskus ke Baghdad ke Kairo terakhir ke Istambul.

Alasan pemindahan ibukota negara khilafah ke Baghdad adalah untuk kemaslahatan umat, yaitu dengan lokasi strategis, air dan di sana tersedia sepanjang tahun, serta Baghdad menjadi kontrol atas suatu perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia.Semua ini dilakukan bukan untuk ambisi penguasa atau kepentingan segelintir orang. 

Perencanaan wilayah dan tata ruang kota di negara Islam juga diatur sedemikian rupa, sehingga warga negara khilafah dapat mengakses masjid, sekolah, perpustakaan,  taman, area komersial dan lain lain dengan mudah. 

Semua itu berada tidak jauh dari tempat tinggal warga negara, bahkan dapat terjangkau dengan berjalan kaki. Semua fasilitas tersebut dibangun dengan kualitas yang standar dan merata sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial.

Negara Islam juga menerapkan konsep pemilikan yang khas berbagi terbagi menjadi tiga yaitu, kepemilikan individu, umum  dan negara.Pembagian ini untuk kemaslahatan ummat.

Kepemilikan individu (milkiyah fardiyah), atau disebut dengan private properti adalah hak individu memanfaatkan kekayaan nya sesuai Syariatat Islam. 

Islam mengatur tata cara seseorang memperoleh harta yang diizinkan dan tidak diizinkan seperti bekerja waris dan hibah dan lain-lain.

Yang kedua adalah kepemilikan umum (milkiyah ammah) public property adalah kepemilikan yang memiliki manfaat besar bagi masyarakat dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Kepemilikan umum tidak dapat dikuasai seseorang apalagi swasta. 

Negara juga tidak boleh mengawas menguasainya, melainkan mengelolanya untuk kepentingan umat. Contohnya sumber daya alam seperti air dan barang tambang. 

Jenis kepemilikan ketiga adalah kepemilikan negara (milkiyah daulah) atau stage property yang pada dasarnya adalah hak milik umum,tetapi hak pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab negara /pemerintah, contohnya ghonimah, fai, humus kharoj, jizyah, usyur dan pajak.

Untuk itu, hanya dengan sistem Islam yang bersandarkan pada aturan dan hukum Allah, sebagai solusi atas problematika kehidupan manusia tidak ada jalan lain mencampakkan sistem sekuler kapitalis ini dan menggantikan dengan sistem baru yang lebih berkah, manusiawi dan berpihak kepada kepentingan rakyat secara keseluruhan, yaitu sistem Islam Kaffah sistem ini akan membebaskan dari kepentingan pribadi kelompok maupun keserakahan kekuasaan karena aturan Allah bersifat baku, tetap adil untuk seluruh ummat. 

Wallahu a’lam bissawab


Oleh: Kania Kurniaty
(Aktivis Muslimah Ashabul Abrar Kayumanis Bogor)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar