Topswara.com -- Terlihat bagus, bukan? Saat ini demi mensukseskan Indonesia sebagai "Planet 50: 50" SDG'S, pemerintah menyasar pemberdayaan perempuan agar bisa lebih berperan dalam perbaikan ekonomi dengan program pemberdayaan perempuan dalam UMKM.
Padahal inti dari program ini adalah menggiring perempuan untuk keluar menjalankan usaha di sektor publik dengan meninggalkan peran utama mereka di sektor domestik, demi apa yang mereka sebut perbaikan ekonomi keluarga.
Sekilas ide ini indah dan sangat solutif untuk membantu mengentaskan perekonomian keluarga. Apalagi di tengah situasi pandemi yang berkepanjangan ini, lapangan pekerjaan bagi kaum pria sebagai tulang punggung keluarga semakin berkurang saja.
Bahkan menurunnya daya beli masyarakat telah memaksa para suami untuk banting setir dari usaha yang selama bertahun-tahun telah menjadi andalan sumber penafkahan bagi keluarga.
Sebenarnya dengan membenarkan pemikiran bahwa pemberdayaan perempuan lewat program UMKM bisa menyelamatkan kondisi perekonomian umat dan keluarga, justru merupakan pemikiran yang destruktif bagi umat Islam itu sendiri. Mengapa demikian?
Jawabannya adalah kerusakan pemikiran. Pada dasarnya bencana terbesar yang dialami umat Islam saat ini adalah adalah penerimaan umat Islam terhadap kapitalisme itu sendiri. Karena pemikiran Islam adalah harta termahal dan warisan kehidupan umat Islam. Sementara pemikiran kapitalisme bagi umat Islam adalah virus yang menghancurkan Islam dari dasarnya.
Ide untuk melibatkan perempuan secara massal demi perbaikan ekonomi lebih mirip peristiwa yang dialami oleh barat daripada yang ada dalam konsep Islam. Karena dalam Islam enam kebutuhan dasar ditanggung oleh negara dan kedudukan perempuan ada pada posisi domestik yang mulia.
Apalagi pada faktanya, kemiskinan yang dialami oleh umat Islam saat ini diakibatkan oleh diterapkannya kapitalisme dalam kehidupan. Ketika umat Islam belum sadar bahwa kerusakan ekonomi sekarang ini diakibatkan diterapkannya sistem rusak kapitalisme, maka sampai kapan pun umat Islam tidak akan terbebas dari kemiskinan.
Apalagi bila mereka belum mau kembali kepada sistem Islam, maka kesengsaraan dan kemiskinan akan tetap mereka alami, hingga mereka sadar, bangkit, berjuang dan berhasil mengembalikan kehidupan Islam.
Bertukar peran antara lelaki dan perempuan bukanlah solusi Islam. Tugas untuk mengentaskan kemiskinan adalah tugas pemerintah sebagai penyelenggara negara, bukan lantas diserahkan kepada perempuan dengan seenaknya.
Bagaimanapun juga, UMKM tidak akan dibiarkan menguasai hal strategis yang akan menjadi pesaing para kapitalis. Program pemberdayaan perempuan melalui UMKM adalah hal yang remeh sehingga tidak akan benar-benar mengentaskan kemiskinan masyarakat.
Apalagi Kapitalis hanya akan memberikan program kepada yang benar-benar akan hancur sebagai penghibur sembari memastikan konsumen mereka tetap bisa membeli barang dan jasa yang mereka telah produksi.
Oleh karena perempuan di Indonesia memiliki jumlah yang cukup besar, maka perempuan harus ditarik dari sektor domestik agar bisa memiliki uang untuk membeli barang dan jasa yang dipasarkan para kapitalis tersebut.
Bagi umat Islam, justru dengan ditariknya Muslimah dari kehidupan domestiknya, maka kerusakan yang lebih besar terhadap umat Islam ini sedang menanti. Feminisme akan tumbuh lebih subur lagi ketika muslimah ditarik dari perannya sebagai ummun wa robbatun bayt serta madrosatul ula yang mulia.
Pandangan ala kapitalisme terhadap perempuan adalah pandangan yang rusak dan merusak kehidupan. Perempuan sebagai ibunya generasi harus dijaga kehormatan dan perannya dalam kehidupan. Ketika generasi dirusak, maka masa depan Islam akan jauh lebih suram lagi dari sekarang.
Tidak layak seorang ibu ditarik dengan kesetaraan gender dan problem ekonomi untuk keluar dari posisinya yang mulia sebagai ibu generasi. Apabila dibiarkan, maka hal tersebut adalah bunuh diri politis secara masal yang akan membawa kepada penyesalan bagi umat Islam di akhir zaman ini. Wallahu a'lam bishshawwab.
Oleh: Trisyuono Donapaste
Aktivis Penggerak Perubahan
0 Komentar