Topswara.com -- Pandemi Covid-19 belum juga berakhir. Bahkan belakangan ini semakin menunjukkan kenaikan kasus positif. Kondisi ini pun akhirnya membuat pemerintah mengambil tindakan.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan surat edaran (SE) terbaru terkait pelaksanaan kegiatan peribadatan di rumah ibadah. Menag meminta rumah ibadah memperketat prokes di tengah kembali melonjaknya kasus Covid-19 akibat adanya varian Omicron.
Seruan serupa turut disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemuka agama. Aturan terkait kegiatan keagamaan diatur dalam Surat Edaran Nomor SE.04 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah pada Masa PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19, Optimalisasi Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan, serta Penerapan Protokol Kesehatan 5M.
Ketentuan dalam surat edaran tersebut hampir sama dengan surat edaran sebelumnya, yaitu SE.13 Tahun 2021. Hal yang membedakan adalah penentuan kapasitas rumah ibadah disamaratakan berdasarkan level PPKM. Untuk wilayah PPKM Level 3, misalnya, jumlah jamaah dibatasi maksimal 50 persen dari kapasitas dan paling banyak 50 orang dengan menerapkan prokes secara lebih ketat.
Dalam surat edaran sebelumnya, kapasitas jamaah masih mempertimbangkan kriteria zonasi Covid-19 suatu wilayah.
Menag meminta pengurus dan pengelola tempat ibadah menyiapkan, mensosialisasikan, dan mensimulasikan penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Menurut Menag, edaran ini disampaikan untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat. Utamanya dalam melaksanakan kegiatan peribadatan dengan menerapkan protokol kesehatan 5M pada masa PPKM.(republika.id, 07/02/2022)
Kemenag menginstruksikan agar pengurus dan pengelola tempat ibadah memberlakukan jarak maksimal satu meter antar jamaah dalam peribadatan salat, seiring dengan mulai melonjaknya kasus virus corona (Covid-19) akibat varian SARS-CoV-2 B.1.1.529 atau varian Omicron di Indonesia.
Ketentuan itu diatur dalam Surat Edaran Nomor SE. 04 Tahun 2022 tersebut. "Mengatur jarak antarjemaah paling dekat 1 (satu) meter dengan memberikan tanda khusus pada lantai, halaman, atau kursi," demikian bunyi poin keenam yang diatur dalam SE tersebut.
Selain peraturan soal jarak salat, Kemenag juga meminta agar kegiatan peribadatan atau keagamaan paling lama dilaksanakan selama satu jam. Pengurus dan pengelola tempat ibadah juga wajib memastikan pelaksanaan khutbah, ceramah, atau tausiyah wajib memenuhi ketentuan. (CNN Indonesia, 7/02/2022)
Saat kasus Covid-19 semakin meningkat, selayaknya kebijakan pemerintah untuk penanganan dan penguncian wilayah segera ditegakkan. Namun akibat kesalahan kebijakan penanganan, justru yang paling dominan dipersoalkan adalah ibadah umat Islam.
Hal ini terbukti dari massifnya pembatasan ibadah bagi umat Muslim. Apalagi sebentar lagi umat muslim akan menjalani ibadah-ibadah di bulan Ramadhan. Peraturan seperti ini alih-alih akan membuat masyarakat taat prokes, aturan seperti ini justru akan membuat masyarakat jenuh dan justru melanggar prokes karena banyak yang menilai kebijakan Covid-19 ini hanya untuk membatasi ibadah umat Islam.
Tak bisa dipungkiri, bahwa kasus positif Covid-19 semakin meningkat tajam. Total akumulasi kasus positif Covid-19 hingga 10 Februari 2022 menjadi 4.667.554. (Liputan6.com, 10/02/22). Berkaitan dengan kondisi ini makan patut kita pertanyakan sejauh mana pemerintah konsisten dan serius dalam menangani pandemi ini.
Di saat pemerintah mengeluarkan surat edaran terkait pembatasan ibadah tetapi disisi lain tempat-tempat publik lainnya tetap dibuka seperti pasar, mall, tempat makan, tempat wisata. Kondisi ini seharusnya membuat kita sadar bahwa inilah konsekuensi kita hidup jauh dari syariat islam. Sistem hidup sekular demokrasi yang diterapkan hari ini ternyata tidak mampu menangani pandemi yang sudah berlangsung beberapa tahun.
Kita benar-benar membutuhkan perubahan sistem hidup secara fundamental. Sistem hidup yang berbasis pada akidah Islam yang akan memancarkan berbagai solusi didalam kehidupan kita. Itulah sistem Islam kaffah didalam naungan khilafah. Islam telah memberikan solusi terbaik didalam menghadapi dan menyelesaikan pandemi.
Islam akan mengambil langkah karantina wilayah (lockdown) dengan cepat tanpa harus mempertimbangkan dampaknya bagi perekonomian negara karena negara Islam ditopang dengan ekonomi Islam yang kokoh. Masyarakat tidak akan kesulitan dalam menghadapi pandemi apalagi mencegah dan membatasi ibadah.
Solusi lockdown ini sebagaimana didalam hadis Rasulullah SAW : “Apabila kalian mendengar wabah disuatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedang kamu berada ditempat itu maka janganlah keluar darinya”. (HR.Muslim)
Sistem khilafah akan memberikan berbagai fasilitas pengganti atas kebijakan lockdown yang diterapkan terutama ekonomi masyarakat. Sistem ekonomi yang dimiliki khilafah adalah sistem ekonomi yang berlandaskan syariat Islam, kuat, stabil dan tahan krisis meski dalam kondisi lockdown. Sistem ekonomi Islam juga akan menjamin distribusi harta diseluruh individu rakyat. Begitulah cara Islam dalam mengambil langkah menghadapi pandemi.
Tidakkah kita merindukan sistem Islam di tengah-tengah kehidupan kita? Wallahu a’lam bishawwab
Penulis: Pipit Ayu, S.Pd.
(Sahabat Topswara)
0 Komentar