Topswara.com -- Para tenaga honorer tengah harap-harap cemas. Hal ini menyusul rencana pemerintah untuk menghapuskan status tenaga honorer di 2023. Wacana penghapusan tenaga honorer ini disampaikan langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo. Menurut Tjahjo, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan sebelumnya, status tenaga honorer di pemerintahan sudah tidak ada lagi pada dua tahun mendatang.
"Terkait tenaga honorer, melalui PP (peraturan pemerintah), diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan 2023," kata Tjahjo Kumolo. (Liputan6.com, 22/1/22).
Dia menjelaskan, status pegawai pemerintah di 2023 nanti hanya ada dua saja yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua status tersebut disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Terkait beberapa pekerjaan di instansi pemerintahan, seperti petugas keamanan dan kebersihan, Tjahjo mengatakan hal itu akan dipenuhi melalui tenaga alihdaya melalui pihak ketiga atau pekerja outsourcing.
"Untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan-pekerjaan yang sangat basic, seperti cleaning service, security dan lainnya itu disarankan untuk dipenuhi melalui tenaga alih daya dengan beban biaya umum, dan bukan biaya gaji (payroll)," jelasnya.
Plt Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce mengatakan jumlah tenaga honorer di masing-masing instansi kini beragam.
Bahkan, ada beberapa yang sudah tidak menggunakan jasanya. "Ini beragam ya. Ada yang memang sudah menetapkan kebijakan honorernya enggak ada, di pemerintah daerah juga ada (yang sudah seperti itu). Juga ada yang (jumlah tenaga honorernya) menurun banyak," ungkapnya kepada liputan6.com.
"Seperti di Kementerian PANRB sendiri kan kemarin bukaan untuk PPPK. Sehingga beberapa PPNPN bisa masuk," ujar Averrouce. Kementerian PANRB bersama sejumlah instansi pusat seperti Kemendikbud dan Kementerian Kesehatan beberapa kali menghimbau pemerintah daerah (pemda), agar terus menghitung berapa kebutuhan PPPK sebagai pengganti tenaga honorer.
"Kemudian kita juga memberi keyakinan, bahwa sebetulnya ada dana transfer umum yang kemudian ditransfer oleh Kementerian Keuangan. Itu membantu di sisi gajinya," dia menambahkan.
Dari sisi Kementerian PANRB sendiri, Averrouce mengabarkan, keberadaan tenaga honorer sejak awal 2022 ini sudah hampir tidak terpakai. "Kalau sampai akhir tahun lalu masih ada. Tapi sepertinya di tahun ini sudah sangat berkurang jauh, sudah sedikit sekali, dan barangkali sudah tidak ada," (liputan6.com, 22/1/22).
Dalam sistem kapitalisme seperti inilah realitanya hidup di zaman yang serba sulit dan dipersulit bahkan peraturan diatas hanya hebat di atas kertas sebab persyaratan yang ketat dan menyulitkan. Contohnya: syarat usia, serta kuota yang sangat terbatas untuk menjadi PNS dan tenaga PPPK membuat jumlah yang dapat terserap sangat sedikit.
Keterlibatan pemda dalam menyelesaikan soal guru honorer dengan melalui pendekatan kesejahteraan tak mudah untuk diwujudkan. Mengingat banyak pemda yang kesulitan menanggung beban pendanaan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya termasuk di dalamnya pemberian layanan publik dengan optimal.
Sekarang terjadi wacana penghapusan tenaga honorer. Sangat jelas bahwa kebijakan ini tak berarti semua akan diangkat menjadi pegawai pemerintah atau PNS tetapi malah menghilangkan lapangan kerja yang selama ini ingin di dapat oleh para honorer.
Sebagaimana pendapat seorang pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah dari universitas Trisakti yang menilai bahwa jika pemerintah mengganti honorer dengan PPPK maka tenaga kerja honorer yang berada di swasta akan kehilangan tenaga kerjanya merupakan sebuah kewajaran.
Solusi yang diberikan oleh penguasa justru tidak dapat jalan keluarnya dan cenderung memberi efek shock therapy pada rakyat. Terutama kepada tenaga honorer. Sebab semua ini mengambil sebuah paradigma dasar yang digunakan untuk mengatur rakyat baik secara fakta dan penerapannya, kepemimpinan yang ada sangat kental dengan sistem sekuler-kapitalisme. Sistem yang menjadikan materi, asas untung rugi sebagai orientasi atas semua kebijakan yang ada.
Hasilnya keberadaan negara layaknya instansi sebuah perusahaan misalnya alasan mengapa ada wacana penghapusan tenaga honorer, bahkan disisi lain kehadiran kontrak PNS tersebut dapat memberikan kepastian bagi instansi tempatnya bekerja baik dari segi pengeluaran untuk upah maupun hasil kinerjanya.
Potret ini semakin menambah daftar ketidakmampuan kepemimpinan dalam sistem kapitalisme dalam menjamin kesejahteraan rakyat terutama yang dialami tenaga honorer.
Padahal kontribusi guru honorer atau tenaga honorer tidak boleh dianggap rendah atau dipandang sebelah mata saja. Sungguh kondisi ini berbeda dengan saat sistem Islam diterapkan dalam seluruh lini kehidupan.
Dalam sistem Islam, aspek pendidikan mendapat perhatian yang besar sejalan dengan pandangan syariat Islam yang menempatkan pendidikan merupakan salah satu pilar peradaban. Secara konsep Islam menetapkan ilmu, orang yang berilmu dan mempelajari ilmu ada dalam posisi yang mulia menuntutnya dihukumi wajib.
Majelis ilmu diibaratkan sebagai taman-taman surga dan para penuntutnya diberi jaminan berupa doa terbaik dari malaikat serta seluruh makhluk yang ada di muka bumi. Inilah yang sangat mempengaruhi visi negara Islam yakni khilafah dalam berbagai kebijakan oendidikan. Khilafah memberikan dalam perhatian yang maksimal dalam mewujudkan sistem oendidikan terbaik bagi rakyat dan semua yang terlibat dalam mewujudkannya termasuk para guru.
Oleh karena itu, dalam sistem khilafah dengan pendidikan gratis, ada santunan, Lembaga-lembaga Pendidikan berkelas dan mudah diakses, gaji guru yang fantastis dan lain-lain.merupakan perkara yang wajar ditemui. Sebab, semua itu merupakan bentuk jaminan khilafah dalam memenuhi kebutuhan dasar publik.
Maka tidak akan ada disriminasi tenaga pendidik, honorer maupun PNS.
Karena semua tenaga pendidik akan mendapatkan jaminan kesejahteraan yang sama atas kontribusinya dalam mencerdaskan generasi.
Bahkan tercatat dalam sejarah pada masa kepemimpinan dimasa khalifah Umar bin Khatthab seperti seorang gutu setingkat TK digaji 15 dinar emar per bulan dikisarkan sekitar 1 dinar= 4,25 gram emas. Begitupun dengan para guru dan ulama yang berhasil menyusun kitab ajaran dihargai atau diapresiasi dengan emas seberat buku yang diterbitkan.
Kebijakan tersebut bisa diwujudkan, sebab negara khilafah yang menerapkan sistem ekonomi Islam yang mendukung dalam hal pembiayaan untuk membiayaai fasilitas dan kebutuhan dasar publik. Khilafah bisa mengambil dana dari pos kepemilikan umum dari baitul maal. Sumber dana pos ini berasal dari pengelolaan mandiri tanpa adanya intervensi dari asing yang masuk ke khilafah.
Adapun untuk jaminan dan kebtuhan tenaga pendidik khilafah dapat mengambil dana dari pos kepemilikan negara yaitu baitul mal sumber dana pos ini berasal dari fai, ghanimah, kharaj dan lain-lain. inilah gambaran yang membuat kita terkagum-kagum, bangga dan percaya bahwa Islam dapat mengatasi segala problematika kehidupan.
Oleh karena itu, mari sama-sama terus berjuang serta menggiring opini Islam, berdoa, bersalawat dan istiqamah dalam berdakwah.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Yafi’ah Nurul Salsabila
(Alumni IPRIJA Dan Aktivis Dakwah)
0 Komentar