Topswara.com -- Faisal Basri selaku senior Universitas Indonesia menyoroti terkait dengan konflik kepentingan di pemerintah saat ini kondisinya sudah kritis. Beliau juga mengatakan bahwa oligarki saat ini
sebetulnya mirip dengan koalisi jahat.
Koalisi jahat yang tidak langgeng karena saling buka-bukaan diakibatkan pembagian yang tidak merata. Pak Faisal juga menyolek pihak KPK yang tahu betul
kondisinya dan beliau juga memprediksi bahwa tidak sampai 2024 secara moral pemerintah sudah ambruk karena kelakuan skandal elitenya yang tidak bisa ditutup-tutupi lagi dan semakin besar.
(tempo.com)
Pernyataan Bapak Faisal tersebut sangatlah benar adanya, melihat dari kondisi saat ini. Kerusakan demi kerusakan makin terlihat jelas di negeri ini. Aturan dan kebijakan yang semestinya membuat perubahan malah faktanya semakin menghancurkan. Sangat miris melihat kondisi Indonesia hari ini.
Kebijakan pemerintah yang semau gue membuat negeri ini tidak tentu arah dan tujuan. Bukannya semakin maju dan berkembang malah semakin ruwet tidak karuan.
Bayangkan saja, belum selesai masalah di Ibu Kota dan sekitarnya, yakni masalah proyek yang mangkrak di tengah jalan dan menghabiskan banyak dana, sekarang malah muncul rencana pemerintah membangun Ibu Kota baru di Kalimantan yang tidak terelakan dan parahnya memakai dana APBN. (BBC NEWS)
Mau jadi apa negeri ini ke depannya jika sistem sekuler kapitalisme masih diemban? Padahal negeri ini sejatinya negeri yang kaya akan sumber daya alam yang berpotensi untuk menyejahterakan
rakyat.
Namun tiada daya hal tersebut hanyalah sebatas kata dan impian, karena kenyataannya negeri ini telah dihancurkan oleh pemimpinnya sendiri. Yang mana aset-aset diserahkan ke pihak asing maupun swasta seperti tambang emas di Papua, tambang batu bara di Kalimantan, tambang nikel di Sulawesi, dan masih banyak lagi. Semua sumber daya alam itu hasilnya dirasakan oleh mereka sendiri, masyarakat awam hanya mampu gigit jari dan dijadikan sapi perah diperas sampai
mati.
Ditambah lagi saat ini bukanlah DPR yang memberikan aturan atau kebijakan tapi malah oligarki sekelompok elite politik dan pengusaha. Wakil rakyat hanya sekadar melegitimasi atas kebijakan yang diambil.
Hal ini semakin memperburuk kondisi di negeri ini. Munculnya oligarki di negeri ini
akibat dari partai politik yang memainkan taktik politik. Mengikuti hawa nafsu untuk meraih kursi jabatan dengan menghalalkan segala cara untuk mendapat dukungan sekelompok elite politik. Dengan demikian disitu kemudian muncullah pengelolaan negara di tangan mereka tanpa memperdulikan lagi suara rakyat.
Menurut Firman Noor Kepala Pusat Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) dalam diskusi yang bertema Demokrasi dan Oligarki, kepentingan oligarki tak lain hanyalah memastikan eksistensi bisnis, aset dan kekayaan, melindungi sumber dan
jalur ekonomi, menghindari redistribusi kekayaan termasuk pajak, memastikan kelancaran segenap urusan terkait dengan bisnisnya serta mendapatkan perlakuan istimewa baik dari sisi kecepatan,
kepastian maupun keamanan.
Bisa dibayangkan ketika pemerintah tunduk pada elite politik, mereka bisa menguasai apapun untuk memalak rakyat. Belum terbesit di pikiran kita betapa elite politik memainkan peranan penting dalam situasi dan kondisi yang genting (Covid-19) dengan PCR berbayar dan UU omnibus law, Perpu Covid dan masih banyak lagi peraturan dan kebijakan yang menguntungkan bagi mereka dan menyusahkan rakyat.
Hal tersebut adalah salah satu permainan elite politik yang perlahan-lahan akan mematikan rakyat. Kalau seperti ini secara terus menerus walhasil kekuatan akan ada ditangan mereka, bukan di tangan pegiat demokrasi. Peraturan-peraturan akan mereka ubah dengan mudah dan ujung-ujungnya rakyat akan sekarat. Lambat laun apa yang dikemukakan bapak Basri akan
menjadi kenyataan. Lalu mau sampai kapan sistem rusak ini dipertahankan?
Keadaan ini akan terus berlanjut bilamana pemerintah masih mempertahankan keegoisannya mempertahankan sistem yang dianut sekarang yaitu kapitalisme sekularisme. Sistem ini menghalalkan segala cara demi keuntungan materi, tidak peduli halal dan haram, tidak peduli
banyak orang yang dirugikan, asalkan keinginannya terpenuhi. Dengan kata lain memuja kesenangan hawa nafsu duniawi saja.
Disinilah masuk oligarki yang dianggap sama-sama menguntungkan dan
tidak ada celah untuk menghentikannya, kecuali pemerintah itu sendiri yang sadar akan kewajiban mereka sebagai pemimpin yang melayani masyarakat.
Hari ini banyak sekali orang yang percaya akan demokrasi, sampai begitu mengagungkan-agungkannya. Padahal demokrasi sejatinya sistem yang merusak. Lihat saja fakta yang terjadi hari ini, kerusakan-kerusakan yang ditimbulkannya.
Namun demikian masih banyak orang yang gelap mata seakan-akan aturan yang dipakai hari ini yaitu aturan yang mutlak tidak dapat diganggu gugat. Padahal tidak ada dan tidak mungkin sistem demokrasi mampu menyejahterakan rakyat.
Justru sebaliknya, yang ada malah melahirkan oligarki yang menyengsarakan rakyat. Tidak ada bedanya dengan pemerintahan otoriter yang dikuasai oleh segelintir penguasa elite politik.
Namun berbeda dengan Islam, aturan yang paripurna ini mampu mensejahterakan rakyatnya. Dengan mengikuti aturan Al-Quran dan As-Sunnah, yang tentu di dalamnya tidak ada yang namanya kedaulatan ada di tangan rakyat. Kedaulatan hanyalah milik Allah SWT, dan hukum bersumber dariAllah SWT.
Allah SWT berfirman yang artinya, menetapkan hukum hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia memberikan keputusan yang paling baik. (TQS al-Anam : 57).
Jadi sistem pemerintahan Islam dibangun di atas 4 pilar yaitu kedaulatan ada di tangan syara, itu artinya hanya patuh pada perintah Allah saja. Kekuasaan ada di tangan umat, umat berhak memilih khalifah. Memiliki satu orang khalifah. Khalifah yang berhak mengadopsi hukum syariat yang berasal dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Daulah Islam adalah daulah basariyah, pelaku pemerintahan adalah manusia biasa yang mungkin melakukan kesalahan. Para ulama telah berijtihad dan merumuskan suatu struktur yang akan
memastikan ketiadaan oligarki maupun penguasa zalim yang mencari keuntungan pribadi dari jabatannya.
Dia lah mahkamah mazhalim yang akan mengadili penguasa, juga menerima aduan rakyat atas penguasa dan akan memutuskan dengan hukum Allah tanpa pandang bulu terhadap maksiat penguasa, sekecil apapun itu.
Jadi aturan Islam lah yang berhak mengatur urusan umat. Umat hanya menjalankan saja. Pemimpin hanya mengontrol rakyat sesuai dengan syariat Islam, memenuhi semua keperluannya agar bisa menjalankan ibadah dengan tenang.
Begitulah yang dilakukan khalifah di zaman dulu, mereka tidak pernah atau sedikit pun terbersit di benak mereka memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri atau menggadaikan kemaslahatan umat pada sekelompok elite politik seperti pemimpin sekarang
ini. Melainkan sebagai seorang pemimpin mempunyai tanggungjawab besar yaitu melayani semua keperluan umat dan menyebarluaskan Islam keseluruh dunia.
Seorang pemimpin dalam Islam mengerahkan seluruh hidupnya hanya untuk agama, umat, bangsa dan negara. Tidak pernah sedikit pun membiarkan agamanya ternodai ataupun umatnya merasa kekurangan dan akan selalu berusaha berjihad di jalan Allah, berpegang teguh pada tali Allah.
Semua itu adalah tanggungjawab besar dunia dan akhirat. Begitulah aturan Islam, aturan yang diturunkan Allah, manusia hanya menjalankan saja dan khalifah mengontrol jalannya aturan tersebut. Walhasil Islam mampu berjaya selama 1300 tahun lamanya. Aturan ini akan mampu diterapkan jika khilafah ditegakkan.
Oleh: Andrian
(Sahabat Topswara)
0 Komentar