Topswara.com -- Jumlah kasus Covid-19 bertambah sebanyak 40.489 kasus pada Jumat, 11 Februari 2022, sehingga total kasus positif covid di Indonesia sebanyak 4.708.043. (Detikhealth, 11/2/2022)
Menurut Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementrian Kesehatan, Prof. dr. Abdul Kadir, Ph, SpTHT-KL(K), MARS, dalam konferensi pers virtual pada Kamis, 10 Februari 2022 terkait Update Perkembangan Covid-19 mengatakan bahwa puncak dari kenaikan Omicron kemungkinan akan terjadi dalam dua tiga minggu ke depan.
Kementrian Kesehatan juga memperkirakan bahwa terjadinya puncak kenaikan kali ini lebih tinggi dari saat kenaikan puncak gelombang Delta. Namun kabar baiknya, diperkirakan pula bahwa tingkat perawatan Rumah Sakit tidak akan lebih tinggi dari gelombang Delta.
Dalam menghadapi lonjakan Omicron tersebut, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali menerbitkan Surat Edaran dalam rangka untuk mencegah dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Pada tanggal 6 Februari 2022 lalu, Surat Edaran Nomor SE. 04 Tahun 2022 telah resmi diterbitkan. SE tersebut berisikan ketentuan untuk mengatur kegiatan di tempat-tempat ibadah. Ada empat hal menurut Yaqut yang ditentukan dalam SE tersebut, yakni tempat ibadah, pengurus dan pengelola tempat ibadah, jemaah, serta skema sosialisasi dan monitoring.
Yaqut menegaskan, tujuan diterbitkan SE tersebut adalah guna memberikan panduan kepada pemangku kepentingan serta umat beagama dalam melakukan kegiatan keagamaan dan untuk penerapan protokol Kesehatan 5M di tempat ibadah saat PPKM. (Tempo, 6/2/2022).
SE tersebut mengatur beberapa hal seperti, satu, kapasitas tempat ibadah yang di sama ratakan menurut level PPKM, yakni level 3 maksimal 50 persen dari kapasitas sebanyak 50 jamaah, level 2 maksimal 75 persen dari kapasitas sebanyak 75 jamaah, dan level 1 maksimal 75 persen dari kapasitas.
Dua, harus berjarak minimal satu meter antar jamaah dan menghindari kontak fisik atau bersalaman. Tiga, dibatasi nya waktu beribadah, yakni paling lama satu jam, sedangkan untuk pelaksanaan Khotbah dan ceramah maksimal 15 menit. (Okenews, 6/2/2022)
Pertanyaannya, mengapa hampir di setiap kenaikan angka Covid-19, ibadah kaum Muslim selalu dikorbankan?
Coba kita telusuri kembali, hampir dua tahun yang lalu saat awal virus Corona masuk ke Indonesia, MUI mengeluarkan fatwa tentang Penyelenggaraan Salat Jumat dan Jamaah Saat Pandemi dengan alasan Mencegah Penularan Wabah Covid-19 tepatnya pada Kamis, 4 Juni 2020. (Tirto.id, 5/6/2020).
Kemudian, satu tahun setelah nya, tanggal 15 Juni 2021, SE Pembatasan Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadat di keluarkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. (Kemenag Sul Sel, 16/6/2021).
Satu bulan setelahnya, Yakut kembali memberikan arahan bahwa tidak diperbolehkan pelaksanaan salat Idul Adha di Masjid atau Lapangan. “Salat Idul Adha hanya bisa dilakukan di rumah, bisa dilakukan di rumah. Tidak ada salat Idul Adha di masjid atau lapangan dalam PPKM Darurat ini,“ ucap Yakut dalam konferensi pers pada Jumat, 16 Juli 2021 setelah rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo dan sejumlah Menteri lain. (Kompas.com, 16/07/2021).
Padahal, coba dipikirkan kembali, untuk salat berapa jam kemungkinan waktu yang akan dihabiskan? Berapa lama orang-orang akan berkumpul? Bandingkan dengan lama waktu orang-orang bermain di tempat hiburan. Bandingkan dengan lama waktu orang bersenang-senang di tempat wisata. Bandingkan dengan lama waktu orang-orang berbelanja di pusat perbelanjaan.
Menurut traffic aplikasi PeduliLindungi dari Kementrian Kesehatan RI, terdapat 10 pusat perbelanjaan nasional dengan kunjungan terbanyak mulai periode 23 Januari 2022 sampai dengan 6 Februari 2022. Tiga yang paling tinggi di antaranya, Pondok Indah Mall sebanyak 512.609 pengunjung, Kota Kasablanka sebanyak 436.532 pengunjung, dan Summarecon Mall Kelapa Gading sebanyak 433.422 pengunjung. (Kompas.com, 9/2/2022)
Bukankah itu angka yang besar dalam tingginya kenaikan kasus Omicron? Tidakkah perlu adanya sebuah tindak lanjut guna meminimalisir kembali naiknya kasus Omicron?
Inilah bentuk dari kehidupan kapitalis liberalis, yang hanya mementingkan kemanfaatan pribadi. Yang hanya memperhatikan berapa keuntungan yang bisa ia dapatkan. Berbeda halnya dengan Sistem Islam. Yang peraturannya disandarkan oleh Al-Qur'an dan sunah. Pencapaian tertingginya adalah menggapai ridha Allah semata.
Islam akan memberikan solusi yang tepat di setiap permasalahan. Termasuk jika terdapat virus dan menjadi pandemi seperti ini. Akan dipastikan bahwa sang khalifah akan segera menyelesaikannya dengan mencari akar permasalahan utama nya. Sehingga, virusnya tidak akan menyebar luas ke seluruh negeri dan merugikan banyak pihak.
Kecepatan penanggulangan wabah dalam sistem Islam didasari oleh dua hal. Pertama, menjamin terpeliharanya kehidupan normal di luar area yang terjangkiti wabah. Kedua, memutus rantai secara efektif agar setiap orang dapat tercegah dari bahaya infeksi dan keadaan yang mengantarkan pada kematian.
Untuk mewujudkan kedua hal tersebut, diperlukan beberapa hal yang harus segera dilakukan yakni, satu, diterapkannya sistem lockdown di wilayah yang terjangkit olah wabah. Seperti yang ditetapkan Rasulullah dalam sabdanya, “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR. Imam Muslim)
Hal ini menjadikan orang yang berada dalam wilayah wabah dapat fokus di obati. Sedangkan orang-orang yang berada di wilayah luar wabah, tetap bisa melaksanakan kehidupan secara normal.
Kedua, pengisolasian orang yang terjangkit virus. Rasulullah SAW menegaskan, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR. Imam Bukhari). Hal ini dapat dilakukan dengan pengujian secara besar-besaran karena semua yang berada dalam wilayah tersebut mempunyai potensi terkena wabah dan mampu menular.
Tiga, mengobati orang yang terinfeksi sampai benar-benar sembuh. Bagi yang mempunyai gejala maupun orang yang tanpa gejala. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, dan diadakannya bagi tiap-tiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kamu tapi jangann berobat dengan yang haram.” Dalam sistem Islam, kesehatan adalah kebutuhan rakyat yang dijamin negara, maka dari itu tidak perlu khawatir dengan biaya.
Empat, melakukan penelitian. Negara akan membiayai segala bentuk penelitian guna mencari solusi penyakit tersebut. Entah dalam bentuk vaksin atau obat-obatan.
Maka masihkah kita berharap dengan sistem yang ada saat ini?
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Sabila Yassaroh
(Sahabat Topswara)
0 Komentar