Topswara.com -- Beginilah nasib rakyat kecil, selalu terlempar kesana dan kemari akibat kebijkan-kebijakan yang ditetapkan para pemutus kebijakan di atas. Belum selesai masalah minyak goreng yang mahal harganya, kemudian turun tetapi malah semakin langka. Bahkan lucunya, beredar sebuah berita bagi pembeli minyak goreng bersubsidi maksimal dua liter per orang harus menyertakan KTP dan kartu vaksin.
Munculnya syarat-syarat kreatif tersebut disinyalir merupakan upaya para pelaku usaha untuk meratakan distribusi minyak goreng agar tidak diserbu habis tiap mulai jual, maksudnya agar penjualan terbagi rata (cnnindonesia.com, 21/2/2022). Sungguh tidak masuk akal.
Kini, tahu tempe pun tengah hilang di pasaran. Dilansir dari media online (inews.id, 21/2/2022), dikatakan bahwa para pedagang tahu tempe tengah mogok selama tiga hari. Pedagang di Bekasi menyatakan kekecewaannya pada mahalnya harga kedelai, harga kedelai yang tinggi di pasar global ikut mempengaruhi harga jual tahu tempe.
Akibat harga kedelai global mahal, efeknya diterima oleh para pedagang yang menjual dengan harga tinggi dan tentu saja para pembeli akan mengeluh dan banyak yang tidak jadi membeli.
Kondisi tersebut banyak menuai kritik dari berbagai pihak. Menurut para pengamat pasar semestinya pemerintah mampu mengantisipasi kenaikan global yang terjadi di pasar dunia. Karena kedelai termasuk bahan baku makanan yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Antisipasi kenaikan harga ini seharusnya sudah menjadi agenda kerja para penguasa negeri. Harga yang diberikan kepada kepada para pedagang dapat ditekan oleh pemerintah agar kenaikan yang tiba-tiba dan besar tidak terjadi.
Kejadian seperti ini bukan hanya baru sekali atau dua kali terjadi, tetapi seringnya muncul kejadian serupa menjadi tanda tanya bagi masyarakat, kenapa terus berulang? Melihat sistem yang tengah diterapkan saat ini sangatlah mungkin hal ini akan terus terjadi, sistem kapitalisme selama ini tidak pernah membawa solusi bagi siapa pun yang menerapkannya.
Sifat dari sistem ini yang selalu mementingkan untung dan rugi dalam setiap usaha yang dijalankan, bahkan jika rakyat harus menerima dampaknya sekalipun bukan menjadi persoalan buat mereka.
Lantas jika bukan sistem kapitalis pembawa solusi kesejahteraan rakyat, sistem apa yang mampu membawa kesejahteraan?
Bercermin dari satu sistem yang pernah ada sebelumnya, ialah sistem Islam kaffah yang mampu membawa kemaslahatan rakyatnya. Karena dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan para pemimpin umat, pasti tidak akan keluar dari koridor syariat yang telah di tentukan yaitu senantiasa berpedoman pada Al-Qur'an dan hadis.
Dalam ekonomi Islam memandang bahwa pasar menjual bahan pokok dan harga yang ditetapkan berada dalam perlindungan negara. Sehingga harga yang ditetapkan pemerintah akan senantiasa bertujuan untuk melindungi pangan para petani dan konsumennya.
Seperti halnya yang dilakukan Rasulullah SAW saat menjadi pemimpin negara Daulah Islam, beliau juga menjalankan perannya sebagai al-hisbah (market supervisor). Beliau sering melakukan inspeksi ke pasar untuk mengecek harga dan mekanisme pasar.
Tak segan-segan beliau menegur, memberikan perintah ataupun larangan kepada para pengusaha pasar jika melakukan kesalahan dalam berdagang jika tidak sesuai dengan prinsip ekonomi Islam.
Karena tanggung jawabnya kepada kemaslahatan rakyatnya, membuat Rasulullah SAW selalu mengedepankan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan individu atau kelompok tertentu saja. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat ini merupakan tujuan utama dari sistem ekonomi Islam yang diterapkan.
Maka, masalah kenaikan harga komoditas rakyat, kelangkaan produk sehari-hari tidak akan mungkin terjadi jika sistem kapitalisme tidak lagi diterapkan. Tetapi menerapkan sistem yang mampu membawa solusi bagi umat adalah suatu jalan kebenaran.
Kini saatnya umat muslim menyadari bahwa Islam adalah solusi bagi seluruh problematika umat, yang akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sesuai dengan syariat. Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: Desi Wulan Sari, M.Si.
(Aktivis Muslimah Bogor)
1 Komentar
Beginilah kalau soal kebutuhan dasar pakai sistem ekonomi kapitalistik
BalasHapus