Topswara.com -- Fenomena rapuhnya keluarga tak bisa ditutup-tutupi. Di antara keluarga Muslim yang tampak harmonis, tersimpan api dalam sekam yang siap membakar. Bisa berupa kondisi istri yang stres menjalani pernikahan yang tak sesuai harapan. Bisa pula kondisi suami yang luntur qawwamnya akibat kurang cakap mengelola hati pasangan.
Kali ini berbicara dari sisi istri. Pada dekade ini, kian banyak bangunan rumahtangga yang didirikan berdua, roboh di tangan seorang istri. Makin banyak istri yang menyerah membersamai suami. Meminta pisah. Memilih kembali hidup sendiri, seperti sebelum menikah.
Padahal, istri adalah benteng utama pertahanan keluarga. Jika istri menyerah, bubrahlah rumah. Jika istri tak mampu bertahan, lenyaplah keberkahan. Para setan dan iblispun bertepuk tangan puas, manakala istri memenangkan kata talak yang dipinta dari suaminya. Na'uzubillahimindzalik.
Berikut beberapa renungan yang seharusnya menumbuhkan rasa syukur para istri, agar bertahan dalam benteng keluarga.
Pertama, berpasangan adalah nikmat Allah
Memiliki pasangan adalah anugerah. Bersyukurlah, karena di luar sana banyak wanita yang belum juga berumahtangga. Bukankah itu yang kita rindu saat masih melajang? Waktu itu, kita sangat ingin berumahtangga. Sangat ingin memiliki suami. Memiliki anak. Lantas mengapa ketika sudah tercapai, dengan mudahnya ingin menghilangkan itu semua?
Kedua, ujian rumahtangga mendewasakan diri.
Hidup memang tak selalu sesuai harapan. Setiap rumahtangga pasti diuji sesuai kadar kemampuan masing-masing. Ada yang ujiannya karakter buruk suami. Ada yang ujiannya lemah harta. Ada yang ujiannya anak.
Tidak ada maksud Allah SWT. menguji kita, selain agar mampu mengambil pelajaran besar dari ujian tersebut. Saat ketika kita mampu melewati ujian, adalah saat hidup menjadi lebih bermakna.
Ketiga, memiliki anak adalah rezeki
Terkecuali yang belum mendapat amanah anak, kehadiran mereka adalah sumber kebahagiaan. Memang, di satu sisi kita harus menerima kerepotannya. Namun merekalah sumber penyempurna kebahagiaan. Lantas, mengapa memilih berpisah dengan suami, jika anak-anak manis itu bahkan tak mungkin lahir tanpa kontribusi suami? Jangan menyesal.
Keempat, rumah adalah batu loncatan ke surga. Menikah adalah salah satu jalur menuju surga, bagi yang mau bertahan dalam suka dan duka. Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila wanita menunaikan salat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya, maka disampaikan kepadanya, masuklah surga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki.” (Shahih: 660)
Kelima, keluarga Muslim adalah penyemai generasi khairu ummah. Jangan lupa pula dengan visi jangka panjang kita dalam berkeluarga, yakni menjadi tempat lahirnya generasi Islam. Keluarga adalah elemen terkecil pondasi peradaban bangsa. Dari sana lahir generasi penerus khairu ummah. Bagaimana peradaban akan terbentuk jika keluarga-keluarga Muslim rapuh. Mari tundukkan ego, demi cita-cita besar yang jauh lebih besar.
Ingat pesan Rasulullah SAW. tentang akan banyaknya kaum wanita yang menghuni neraka. Tersebab kekufurannya terhadap nikmat berupa suami.
“Dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum perempuan. Sahabat pun bertanya: “Mengapa (demikian), wahai Rasûlullah SAW.?” Beliau menjawab: "Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: "Mereka kufur terhadap suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang, kemudian ia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak ia sukai), niscaya ia akan berkata: ‘Aku tidak pernah melihat sedikit pun kebaikan pada dirimu!" (HR al-Bukhôrî no 105).
Semoga kita terhindar dari sifat-sifat yang demikian.[]
Oleh: Kholda Najiyah
(Founder Komunitas Istri Strong dan Bengkel Istri)
0 Komentar