Topswara.com -- Listrik adalah kebutuhan pokok bagi manusia. Banyak kebutuhan hidup menggunakan listrik, hingga akan sangat meresahkan jika listrik mengalami krisis.
Sayangnya kini Indonesia terancam menghadapi krisis listrik akibat defisit pasokan batubara di pembangkit PLN. Ketersediaan batubara diperkirakan di bawah batas aman untuk mencukupi kebutuhan selama 15 hari.
Pemerintah pun melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor batubara bagi perusahaan batubara (suara.com, 5/1/2022).
Lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan faktor fundamental krisis batu bara yang terjadi di PLN. Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa ketidakefektifan kewajiban pasokan atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari produsen menjadi sebab utamanya (okezone.com, 4/1/2022).
Indonesia negeri dengan sumber daya alam melimpah, termasuk salah satu penghasil batu bara terbasar didunia namum tak menjamin kesejahteraan rakyatnya. Indonesia kini terancam krisis listrik karena krisis pasokan batu bara. Sebenarnya apa yang terjadi? Apakah hasil batu bara semakain menipis atau dunia terjadi kekurangan energi ataukah tata kelola sistem kapitalis yang salah.
Dalam sistem kapitalisme batubara dikelola swasta, sehingga hanya segelintir orang yang menikmati keuntunganya. Jika swasta yang mengelola batubara akan seenaknya mengeksploitasi batubara tersebut, karena pastilah keuntungan yang dikejar.
Sedangkan negara hanya berperan sebagai regulator yang mengatur para kapitalis aman pada posisinya. Kesejahteraan raknya sendiri dinomor duakan. Terbukti dalam kasus ini rakyat membutuhkan energi listrik namun karena pasokan batubata menurun rakyat menjadi korban sehingga mau tak mau karena kebutuhan walaupun biaya listrik mahal rakyat harus membayar sendiri.
Untuk menyelesaikan masalah krisis energi ini pemerintah tidak mengambil solusi yang mengakar sampai pokok masalahnya karena kembali lagi pada pola pikir kapitalis yaitu untuk keuntungan materi.
Tidak seperti sistem Islam yang adil dalam mengatur segala hal karena aturan yang diambil adalah aturan hidup dari sang Kholiq melalui Al-Qur'an dan Sunah.
Pada sistem islam pengelolaan energi dari sumber daya alam bukanlah harta pribadi. Sumber daya alam dalam jumlah yang besar, seperti batubara atau energi fosil yang menjadi bahan baku listrik adalah harta milik umum. Islam seperti akan bebas dari berbagai macam kepentingan dan akan hanya fokus untuk memfasilitasi energi listrik dengan mudah kepada rakyat sebagai salah satu hak rakyat.
Sebagai contoh pedoman pengelolaan kepemilikan umum merujuk pada sabda Rasulullah SAW:
Ø«َÙ„َاثٌ Ù„َا ÙŠُÙ…ْÙ†َعْÙ†َ الْÙ…َاءُ ÙˆَالْÙƒَÙ„َØ£ُ Ùˆَالنَّارُ
Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari perkataan Abyadh bin Hammal. Hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul SAW menyetujui permintaan itu. Namun, Rasul SAW segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).
Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak serupa air yang mengalir. Semula Rasullah SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau yang lain kepada seseorang.
Namun, kemudian Rasul SAW mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang besar, seperti digambarkan bagai air yang terus mengali. Maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing. Inilah aturan islam yang tidak dikuasai hawa nafsu.
Dengan demikian, untuk menyelesaikan masalah krisis energi ini maka kita harus menggunakan sistem islam. Penerapan seluruh sistem Islam tentu membutuhkan peran negara karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Tanpa peran negara yang menerapkan sistem Islam, rakyat secara umumlah yang dirugikan, sebagaimana terjadi saat ini. Wallahu alam bishawab.
Oleh : Puput Weni R
(Praktisi kesehatan)
0 Komentar