Topswara.com -- Baru-baru ini muncul pernyataan nyeleneh dari salah satu tokoh Islam asal Malang yang mengkritisi program wali kota untuk mewujudkan Malang sebagai "halal city". Beliau berpendapat bahwa hal ini akan menjadikan masyarakat terbelakang serta akan menjadikan Malang sebagai kota intoleran.
Dikutip dari kronologi.id Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian diminta memanggil Wali Kota Malang, Sutiaji, menanyakan maksud dari pernyataanya ingin mewujudkan Malang Halal City. Karena, keinginannya akan mewujudkan Malang Halal City, jangan sampai menimbulkan kegaduhan.
“Arogansi Wali Kota Malang ini harus dipertanyakan oleh Bapak Mendagri, arogansi ingin mewujudkan Malang Kota Halal. Bapak Mendagri harus mempertanyakan maksudnya apa? Saya khawatir timbul sentimen, karena pemaknaan halal itu, jangan sampai dikaitkan dengan syariat islam,” kata tokoh agama asal Malang, Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid, dalam keterangannya, Senin (7/2/2022).
Jika kita telisik lebih dalam fakta diatas seakan-akan patut dipertanyakan. Sebagai salah satu tokoh agama seharusnya mendukung atas program kota malang sebagai "halal city" bukan malah sebaliknya. Beberapa waktu belakangan ini memang santer diberitakan disemua lini bahwa isu-isu anti terhadap simbol, serta yang berkaitan Islam menjadi attention besar bagi orang yang sentimen terhadap Islam.
Ide moderasi agama sengaja digaungkan agar masyarakat menjadi toleran serta plural. Moderasi Islam adalah pemikiran yang dicetuskan oleh kafir Barat untuk menjauhkan umat Islam dari pemahaman Islam sebagai ideologi.
Dengan berbagai pendapat dari tokoh agama yang pro terhadap toleransi akhirnya, mereka mengadopsi pemikiran ini dan menganggapnya sebagai ajaran Islam. Padahal, moderasi Islam adalah ajaran kufur yang mengajak ummat Islam untuk bersikap moderat, yaitu sikap kompromi dengan mengambil jalan tengah.
Isu-isu moderasi Islam ini jelas membuat gaduh umat Islam yang notabene masih mengegam syariat Islam sebagai landasannya. Umat Islam geram dengan adanya moderasi ini sebab secara tidak sadar umat akan dijauhkan dari Islam itu sendiri. Sehingga syariat Islam dipahami hanya sebagai ibadah ritual saja, padahal juga memancarkan berbagai aturan hidup disertai dengan metode penerapannya.
Kemunculan ide pluralisme agama ini berdasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan truth claim yang dianggap sebagai pemicu munculnya ekstremisme, radikalisme agama, perang atas nama agama, serta penindasan antarumat agama.
Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya paling benar alias lenyapnya truth claim.
Proyek moderasi agama ini sengaja di ekpor ke negeri-negeri kaum Muslim salah satunya Indonesia. Dimana lahan sasaran yang empuk sebab negeri ini masih menjujung nilai budaya dan keberagaman beragama.
Dengan menyelinap diberbagai sektor mulai sekolah, intasi pemerintahan, ormas, tokoh budayawan serta lainya. Satu ide yang dihembuskan yakni moderasi agama ini.
Mengapa ide moderasi ini terus di gaungkan? Tidak lain karena moderasi bragama (MB) telah ditetapkan sebagai salah satu prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Jadi dengan ini spirit MB harus mempengaruhi kebijakan pembangunan di semua kementerian tanpa terkecuali.
Dengan adanya wacana halal city sebenarnya mempermudah bagi umat Muslim untuk mendapatkan tempat yang nyaman buat ibadah, terjamin kehalalan makanannya dan sebagai sarana syiar agama Islam. Di sisi lain umat nonmuslim pun juga tidak akan terganggu atapun merasa dirugikan sebab tidak ada pengaruhnya terhadap keyakinan mereka.
Lantas bagaimana Islam menangkal moderasi dan menjaga harmonisasi umat agama lain?
Islam agama yang sempurna dan paripurna, dalam segala aspek kehidupan. Jika dalam daulah Islam pondasi akidah umat sangat dijaga betul. Dibentengi dengan kuat dan tersaring dengan ketat agar pemahaman asing tidak masuk di tengah-tengah umat.
Perlakuan adil negara khilafah terhadap nonmuslim bukan sekadar konsep, tetapi benar-benar diaplikasikan. Bukan juga berdasar pada tuntutan toleransi ala Barat, melainkan karena menjalankan hukum syariah Islam.
Perlakuan adil negara khilafah terhadap nonmuslim bukan sekadar teori dan konsep semata tetapi memang direalisasikan. Bukan juga berdasarkan tuntutan toleransi budaya ala Barat, melainkan karena menjalankan hukum syariah Islam.
Dijelaskan oleh T.W. Arnold, dalam bukunya, The Preaching of Islam, menulis, “Sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan kepada mereka
Perlindungan atas jiwa dan harta yang didapatkannya membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen. Ia juga mencatat bahwa keadilan khilafah islamiyah membuat warga Kristen penduduk Syam lebih memilih hidup di bawah kekuasaan Khilafah dibandingkan dipimpin oleh Kaisar Romawi. Padahal, Kaisar Romawi beragama Kristen.” (Arnold, The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith, hlm. 134).
Dengan demikian bukan lagi keniscayaan lagi jika Islam di diterapkan maka akan terjadi kedaiman bagi seluruh alam serta agama yang toleran kepada umat lain.
firman Allah Ta’ala,
Ùˆَما Ø£َرْسَÙ„ْناكَ Ø¥ِلاَّ رَØْÙ…َØ©ً Ù„ِÙ„ْعالَÙ…ِينَ
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagiv seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)
Allah menjelaskan dalam firman-Nya:
Ù„َÙƒُÙ…ْ دِÙŠْÙ†ُÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ِÙŠَ دِÙŠْÙ†ِ
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6)
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Tyas Ummu Rufaidah
(Sahabat Topswara)
0 Komentar