Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ucapan Selamat Natal: Arus Moderasi Beragama yang Harus Dijegal

Topswara.com -- Tiap akhir tahun, tepatnya bulan Desember, selalu terjadi perdebatan. Baik di kalangan masyarakat, penguasa, bahkan ulama. Perdebatan terkait boleh tidaknya mengucapkan selamat natal. 

Bagi mereka yang mengatakan boleh, alasannya adalah karena tidak ada larangan tegas dari syariat untuk mengucapkannya. Sedangkan bagi yang mengatakan tidak boleh, alasannya adalah itu sama saja dengan memberikan kesaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat Nasrani tentang kelahiran Yesus Kristus.

Boleh Ucapkan Selamat Natal karena Perkembangan Zaman?

Faktanya ternyata tidak sedikit kalangan yang membolehkan mengucapkan selamat Natal. Contohnya seperti Syekh Yusuf Al-Qaradawi, seorang ulama yang berpendapat bahwa selama tidak merugikan agama lain maka tidak masalah. Sebagai seorang Muslim, Islam tidak melarang umatnya untuk memberikan tahniah (selamat) kepada nonmuslim sebangsa dalam hari besar agama mereka.

Begitu pula dengan Prof Quraish Shihab yang mengatakan hal yang sama. Ia mengatakan bahwa mungkin memang di masa lalu ketika seseorang mengucapkan selamat Natal mengandung makna yang bertentangan dengan akidah Islam. 

Namun saat ini, ketika perkembangan zaman yang begitu pesat, makna itu telah bergeser. Sehingga ketika seorang Muslim mengucapkan selamat natal tidak bisa diartikan ia mengubah akidahnya.

Beberapa waktu yang lalu, pernyataan yang serupa juga muncul dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang dakwah, Cholil Nafis. Senada dengan Prof Quraish Shihab, menurutnya ini bukan masalah mengakui keyakinan. 

Namun sekadar memberikan penghormatan kepada kaum Kristiani. Ia pun sedikit mengoreksi fatwa MUI di tahun 1981, "kalau mengikuti fatwa MUI tahun 1981 bahwa yang diharamkan itu ikut upacara natalan dan ikut kegiatan natalan. Jadi soal mengucapkan selamat natal itu tidak dijelaskan dalam fatwa MUI itu."

Belakangan juga terdapat permintaan di daerah Sulsel kepada Kanwil Kementerian Agama Sulsel untuk mencabut surat edaran tentang pemasangan spanduk ucapan natal dan tahun baru. Hal ini diakui oleh Nuruzzaman selaku staf khusus Menag Bidang Toleransi, Terorisme, Radikalisme, dan Pesantren, namun pencabutan tersebut tidak dilakukan. Karena menurutnya Kementerian Agama itu berkewajiban untuk melayani semua agama, bukan satu agama saja.

Ucapan Natal Agenda Moderasi

Penafsiran bolehnya mengucapkan selamat Natal karena perkembangan zaman serta pemasangan spanduk ucapan Natal dan tahun baru merupakan tindakan toleransi yang fatal. 

Pernyataan-pernyataan seperti yang dilontarkan oleh Prof Quraish Shihab, Cholil Nafis serta tokoh nasional lainnya tidak terlepas dari agenda moderasi beragama yang dimasifkan oleh pemerintah hari ini. 

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, di berbagai kesempatan mengajak tokoh-tokoh agama untuk mengambil jalan tengah (moderat) dalam beragama. Jokowi juga mengatakan bahwa kehidupan keagamaan itu harus berpedoman kepada ajaran keagamaan yang sejuk, ramah, serta mengedepankan toleransi, bukan yang bersifat tertutup dan eksklusif. 

Karena Indonesia memiliki keragaman dan keberagaman, baik dari segi agama, sosial, budaya, dan lain-lain, maka perlu ada yang namanya jalan tengah atau sikap moderat.

Sikap ekstrem yang dicap negatif biasanya akan muncul tatkala seorang pemeluk agama tidak mengetahui adanya alternatif kebenaran lain yang bisa ditempuh. Maka moderasi beragama menjadi sangat penting sebagai sebuah cara pandang (perspektif) dalam beragama.

Sebenarnya apa tujuan dari moderasi beragama ini? Siapa sasarannya? Sesungguhnya moderasi beragama merupakan alat penjajahan yang berasal dari Barat. Berawal dari Rand Corporation (lembaga think tank Amerika Serikat) yang telah mengklasifikasikan umat Islam menjadi beberapa bagian. 

Di dalam buku Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies yang ditulis oleh Cheryl Benard, disitu dia membagi umat Islam menjadi empat bagian, yaitu kaum fundamentalis, kaum tradisionalis, kaum modernis, dan kaum sekularis. 

Dalam pembagiannya, Cheryl Benard mengatakan bahwa yang harus diwaspadai adalah kaum fundamentalis, kaum yang terlalu esktrem Islamnya, yang menginginkan penerapan sistem Islam dalam sebuah negara. 

Sedangkan kaum tradisionalis harus terus dipantau dan diajak untuk mendukung kaum modernis dan kaum sekularis yang mengambil jalan tengah itu tadi. Selain melakukan klasifikasi, Barat juga berhasil 'menyuruh' pemerintah hari ini untuk menstigma Islam dengan narasi ekstremis dan teroris. 

Jika terjadi kekerasan atau bahkan pengeboman dari pelaku yang bergama Islam pasti seketika langsung dicap teroris tanpa ada pembuktian terlebih dahulu. Tapi jika yang melakukan adalah nonmuslim, akan dikatakan bahwa pelaku mengalami gangguan jiwa, bukan teroris. 

Sama halnya dengan pelaku kejahatan yang ada di Papua yakni Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), tidak dikatakan teroris padahal telah terbukti banyak membunuh aparat negara, rakyat sipil, bahkan juga nakes.

Penguasa hari ini mengatakan bahwa Islam perlu dimoderasi. Karena banyak syariat dalam Islam yang terlalu ekstrem. Contoh seperti pembagian waris yang dirasa tidak adil bagi wanita, menjadi ibu rumah tangga dianggap tidak berdaya secara ekonomi, istri yang taat pada suami merupakan penindasan perempuan, kerudung mengekang perempuan, mengucapkan natal dan perayaan hari besar agama lain dianggap intoleransi, jihad dianggap sebagai bentuk kekerasan, dan masih banyak lagi. 

Jadi di duga kuat agenda moderasi beragama ini menyasar Islam. Islam yang diinginkan oleh penguasa serta para pengikutnya hari ini adalah Islam yang moderat, menjadi Muslim yang biasa saja, bukan Muslim yang menjalankan seluruh syariat-Nya atau yang mereka sebut dengan Islam radikal.

Toleransi yang Hakiki

Moderasi beragama yang sedang diarusderaskan hari ini nyatanya telah mencampuradukkan antara yang haq dengan yang bathil. Kaum Muslim jadi terpecah belah diakibatkan tidak adanya satu suara yang pasti terkait suatu hukum syariat. Bahkan justru narasi-narasi yang dikeluarkan oleh petinggi setingkat MUI merupakan narasi yang malah menjauhkan umat Islam dari agamanya. 

Berlindung di balik jubah moderasi, mengatakan bahwa ucapan Natal ini merupakan bentuk toleransi yang harus dijunjung tinggi.

Padahal dalam Islam, merayakan serta mengucapkan hukumnya sama-sama haram. Karena ucapan selamat yang dalam bahasa Arab disebut tahniah memiliki arti menunjukkan kasih sayang dan menampakkan kegembiraan. Bagaimana mungkin seorang Muslim berkasih sayang dan menampakkan kegembiraan dalam perayaan kelahiran Tuhan Yesus Kristus? Sayangnya, hari ini justru banyak kaum Muslim yang latah ikut-ikutan. Enggan untuk mencari tahu lebih dalam. 

Tampak nyata apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW, "sungguh kalian akan mengikuti jalannya umat-umat terdahulu, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereka masuk lubang dhab (sejenis kadal), maka kalian akan mengikutinya." Lalu para sahabat bertanya: "wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksud umat terdahulu itu adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani?" Rasulullah menjawab: "siapa lagi kalau bukan mereka?" (Mutaffaq 'alaih)

Toleransi itu jelas dalam Islam. Firman Allah, "Untukmu agamamu, untukku agamaku" harus digenggam erat oleh setiap muslim. Untuk perkara akidah dan ibadah tidak ada toleransi di dalamnya. Akidah Islam kita akan tergadaikan jika hal itu sampai terjadi. 

Umat Islam tidak perlu menyerupai kaum Nasrani dengan dalih toleransi. Cukup bagi kita untuk memberikan ruang bagi mereka untuk beribadah dan merayakan hari-hari besarnya hanya di lingkungan mereka, tidak untuk diekspos keluar. 

Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah sebagai pemimpin negara dan para khalifah setelahnya untuk menjaga akidah umat Islam. Tidak seperti yang terjadi hari ini, yang justru pemimpin negara beserta jajarannya langsung yang mengaruskan moderasi berbaju toleransi, padahal mengaku dirinya muslim. Sungguh miris!

Maka haruskah kita bertahan dengan kondisi yang ad Atau justru bergerak untuk melakukan perubahan.

Wallahu a'lam bishawab


Oleh: Zidniy Ilma
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar