Topswara.com -- Kekerasan pada perempuan tak pernah kunjung selesai untuk diperbincangkan. Bak fenomena gunung es yang yang mencair. Banyak bermunculan kasus kekerasan seksual pada lingkungan mahasiswa, anak bahkan di lingkungan pondok pesantren.
Formula yang dianggap bisa untuk menyelesaikan persoalan kekerasan perempuan adalah dorongan untuk menyegerakan RUU-PKS yang yang dinilai bisa mengakomodasi hak dan perlindungan terhadap perempuan.
Benarkah dengan kesetaraan gender kekerasan pada perempuan akan hilang? Dengan formula peningkatan akses maupun partisipasi dan kontrol yang akan bermanfaat di bidang pembangunan baik kesehatan, ekonomi, pendidikan, hukum maupun politik dinilai akan mengurangi diskriminasi dan menurunkan angka kekerasan perempuan sehingga akan muncul penegakan HAM.
Kasus kekerasan seksual yang muncul pada perempuan hari ini, muncul dengan tidak tiba-tiba. Sebabnya yaitu itu karena penerapan sistem kehidupan yang liberal dan berbasis sekuler. Ini merupakan poros yang menyebabkan tindakan kekerasan seksual bisa muncul dan terjadi.
Sistem kehidupan liberal yang berasaskan kebebasan akan membuat individu bebas untuk berperilaku atau berekspresi membuat kaum perempuan menjadi objek kekerasan seksual, baik verbal maupun seksual.
Ketika kehidupan menerapkan sistem sosial yang liberal, maka kekerasan fisik ataupun kekerasan seksual yang menimpa perempuan bukan semata salah laki-laki yang tak mampu menjaga nafsu ataupun perempuan yang tak pandai menjaga diri dengan menutup aurat.
Namun lebih kepada sistem kehidupan yang mengakar pada sekuler liberal yang menjadikan laki-laki dan perempuan hidup tanpa aturan yang jelas. Sehingga tidak ada batasan interaksi antara perempuan dan laki-laki hari ini, yang ditimbulkan serba bebas dan akhirnya bablas.
Kasus kekerasan pada perempuan sering terjadi lantaran sistem hari ini tidak benar-benar menjamin keamanan bagi perempuan. Di sinilah seharusnya peran negara untuk memberikan jaminan keamanan, kesejahteraan bagi kaum perempuan secara hakiki dan menyeluruh.
Islam merupakan agama yang sempurna dan paripurna yang mengatur dari urusan manusia bangun tidur hingga tidur lagi. Karenanya Islam disebut sebagai sebuah sistem yang yang sempurna.
Sekarang kesempurnaannya itu Islam tidak membutuhkan ide-ide kesetaraan gender untuk melindungi kaum perempuan. Bahkan dengan ide-ide yang itu berasal dari Barat salah satunya yaitu feminisme.
Islam sudah memberikan seperangkat aturan dalam rangka memuliakan perempuan. Karena dalam Islam perempuan dianggap mulia bak permata. Karena di hadapan Allah laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama titik yaitu sebagai hamba Allah yang wajib taat kepada Allah. Sebagai manusia dan hamba yang membedakan laki-laki dan perempuan adalah tingkat ketinggian ketakwaannya kepada Allah.
Oleh karena itu, jika ingin menuntaskan problematika kekerasan pada perempuan harus dilakukan secara komprehensif. Harus ada upaya pencegahan dan penindakan atau biasa disebut dengan upaya preventif dan upaya kuratif.
Upaya preventif itu berupa penegakan sistem pergaulan Islam yang meliputi kewajiban kepada setiap perempuan untuk menutup aurat dan menggunakan pakaian yang syar'i Kewajiban menjaga kemaluan bagi laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, larangan tabarruj, ikhtilat, khalwat dan lain-lain.
Peran negara juga akan menutup pintu-pintu yang memicu timbulnya nafsu seperti konten-konten pornografi, atau tayangan-tayangan yang bisa membangkitkan naluri seksual.
Jika masih ada pelanggaran, negara akan melakukan penindakan secara adil dengan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku kejahatan seksual atau tindak kriminal lainnya.
Dengan penerapan sistem Islam kaffah, laki-laki maupun perempuan akan terjaga dan terlindungi. Karena sistem Islam kaffah hanya bisa ditegakkan dengan adanya negara khilafah.
Hari ini ini sistem Islam dalam naungan khilafah belum ada, jadi kita sebagai generasi penerus bangsa yang memegang tonggak peradaban mari berkontribusi untuk menegakkan kembali dan mendakwahkan Islam kaffah ke seluruh dunia.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Riris Dwi
(Aktivis Pergerakan Mahasiswi di Surabaya)
0 Komentar