Topswara.com -- Negeri ini secara geografis memiliki wilayah yang terdiri dari ribuan pulau dengan posisi yang strategis di antara dua samudra dan dua benua. Masing-masing pulau memiliki potensi sumber daya alam yang sangat kaya dan beragam yang tidak dimiliki oleh negeri lain di dunia ini.
Kekayaan sumber daya alam ini anugerah tiada tara dari Allah SWT. Ribuan pulau yang dihuni oleh berbagai macam suku atau etnis tentu melahirkan budaya, adat istiadat yang beragam pula, kondisi ini tidak bisa dipungkiri.
Koentjaraningrat (1923-1999) seorang Antropolog berpendapat bahwa kebudayaan sebagai seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan cara belajar. (Wikipedia).
Pendapat tersebut berarti kebudayaan harus mampu mewadahi seluruh bidang kehidupan baik bidang agama, pendidikan, sosial, politik maupun ekonomi. Berlangsungnya kebudayaan harus sesuai dengan elemen-elemen tersebut dan tidak boleh berseberangan.
Kebudayaan suatu daerah dapat dijadikan sarana peningkat bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya. Budaya harus mempunyai tatanan etika yang baik, namun jika dalam perjalananya budaya dapat memberikan solusi berbagai pesoalan kehidupan sosio-kultural maka budaya tersebut dapat dipertahankan. Sebaliknya, jika merugikan banyak pihak maka budaya tersebut semestinya ditiadakan.
Revitalisasi adalah upaya membangkitkan kembali warisan budaya dengan cara menggali, mengangkat ke permukaan sehingga menjadi eksis di masyarakat pendukungnya.
Revitalisasi sebagai wujud pelestarian budaya yang merupakan program pemerintah pusat hingga ke tingkat kabupaten. Revitalisasi ini juga merupakan upaya menghadang arus globalisasi yang begitu masif dan terstruktur.
Banyak warisan budaya yang punah digerus zaman jika tidak mampu mengikuti kemajuan teknologi informasi yang melaju dengan pesat. Warisan budaya yang mampu mengikuti perkembangan teknologi informasi akan tetap eksis di masyarakat.
Sebagai contoh, seni pertunjukan tari yang semula berirama monoton digubah lagi sehingga iramanya lebih dinamis atau lebih bervariasi. Gerak tarinya juga digarap lebih menarik. Rias dan busananya memakai warna-warna yang menarik perhatian mata yang melihat. Begitu pula cabang-cabang budaya lain juga harus mengikuti perkembangan jaman, jika tidak mau kalah dengan drakor, telenovela dan film-film impor yang lebih menarik.
Pewarisan kearifan lokal dari generasi ke generasi yang nguri-uri budaya dengan berbagai cabang-cabangnya melalui revitalisasi, pelestarian, penggalian budaya akan menambah deret ukur kemudharatan dunia akhirat. Semakin menjauhkan umat dari aturan Sang Pencipta. Mengapa demikian?
Di dalam cabang-cabang budaya banyak menampilkan kesyirikan, pencampuradukan antara yang halal dan haram, terdapat ikhtilat, pelanggaran syariat dan lain-lain. Masyarakat semakin pragmatis, sekuleris, liberalis, pluralis, hedonis dll.
Dengan keadaan yang seperti itu dapat disimpulkan bahwa revitalisasi budaya yang dimanfaatkan sebagai destinasi pariwisata menjadi penguat moderasi beragama. Pasalnya, ada pengaburan dan reduksi syariat Islam yang dipropagandakan secara terstruktur dan masif di tingkat nasional.
Islam Mengatur Budaya
Syariat Islam memiliki aturan yang terperinci dalam mengatur kehidupan manusia. Tidak ada satu pun aktivitas kehidupan yang tidak di atur oleh Syara’. Dalam menyikapi budaya yang muncul di masyarakat maka ada rambu-rambu yang menjadi pembatas. Rambu utama adalah budaya tidak boleh mengandung unsur kesyirikan.
Biasanya, unsur kesyirikan berbentuk sesaji-sesaji yang dipersiapkan pada budaya tersebut. Sesaji diperuntukkan kepada ‘danyang-danyang’ atau dewa-dewa penunggu dst. Dosa syirik tidak akan diampuni Allah sebagaimana diwahyukan dalam banyak ayat, misalnya dalam QS An Nisa’:48 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
Berikutnya, harus diperhatikan tidak ada pencampuradukan antara yang halal dan haram, yang hak dan yang bathil. Sebagaimana Allah berkalam dalam QS Al Baqarah: 42 “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”
Banyak pelanggaran syariat pada budaya tradisi, misalnya campur aduknya laki-laki dan perempuan, terbukanya aurat, meminum khamr dll. Islam tidak akan menerima dan mencegah munculnya budaya yang melanggar syariat-syariat tersebut dengan menerapkan syariat tentang sistem pergaulan, tentang berbusana menutup aurat, sebagai upaya preventif, promotif, kuratif dan holistik. Sedangkan budaya dan cabang-cabangnya yang tidak melanggar syariat akan tetap dibolehkan.
Penutup
Revitalisasi budaya dan cabang-cabangnya yang dipropagandakan pemerintah saat ini merupakan agenda moderasi beragama yang bersifat global yang bersumber dari Rand Co. untuk menghadang kebangkitan Islam. Umat Islam harus menolak laju moderasi ini dengan mendakwahkan kepada masyarakat terkait bahayanya.
Pada kenyataannya banyak umat Islam yang masih kukuh memegang budaya tradisi dengan ikut serta terlibat aktif di dalamnya. Solusi hakiki tidak lain dan tidak bukan adalah diterapkannya syariat Islam kaffah dalam bingkai sebuah institusi yang shahih.
Oleh: Setyo Soetrisno
Akademisi dan Pemerhati Pendidikan
0 Komentar