Topswara.com -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menuntut Herry Wirawan (36) dengan hukuman mati. Herry dituntut atas perbuatan keji memerkosa 13 santriwati di Madani Boarding School, Bandung, Jawa Barat selama 2016 hingga 2021. Herry merupakan pemilik dan pengasuh Madani Boarding School.
Kasus Pemerkosaan Kerap Terjadi
Berkaca dari kasus Herry Wirawan bahwa di negara manapun di dunia ini termasuk Indonesia, untuk kasus-kasus pelecehan seksual maupun pemerkosaan memang kerap terjadi.
Tidak mengenal tempat dan usia. Mirisnya tindakan semacam ini tidak hanya terjadi di tempat-tempat yang memang pusatnya maksiat tetapi sekarang telah terjadi di lembaga pendidikan. Seperti di sekolah-sekolah umum, pondok pesantren, dan perguruan tinggi.
Melihat demikian keadaannya maka sungguh sangat disayangkan. Lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat generasi menimba ilmu kini telah berubah menjadi tempat yang menakutkan. Di tempat itu telah banyak sarang-sarang kejahatan yang bersembunyi.
Maraknya kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan ini merupakan sebuah ironi besar di dunia pendidikan kita. Fenomena itu menjadi isyarat bahwa lembaga pendidikan tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya, yakni menjadi basis pengembangan nilai-nilai akhlak dan pembentukan karakter berkeadaban.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, dilihat dalam laporan Komnas Perempuan per 27 Oktober 2021, sepanjang 2015-2020 ada sebanyak 51 aduan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang diterima Komnas Perempuan.
Dalam laporan itu, Komnas Perempuan mengungkap bahwa kasus kekerasan seksual paling banyak terjadi di universitas dengan angka 27 persen. Kemudian, 19 persen terjadi di pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam, 15 persen terjadi ditingkat SMU/SMK, 7 persen terjadi di tingkat SMP, dan 3 persen masing-masing di TK, SD, dan SLB. (kompas.com)
Sistem Peradilan Negara Lemah
Kejadian-kejadian seperti ini terjadi bukan karena kebetulan ataupun karena ada kesempatan bagi pelaku untuk melakukan aksinya. Namun hal yang penting kita ketahui bahwa hal ini terjadi secara berulang-ulang karena selama ini hukuman yang diberikan kepada pelaku tidaklah sepadan dengan perbuatannya.
Seperti yang kita ketahui bahwa sistem peradilan yang ditegakkan di negara ini sangatlah lemah. Mudah diperjual belikan dan tidak mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Apalagi sampai pada taraf penghapusan dosa bagi pelaku itu sendiri.
Pun kalau ada hukuman mati yang dijatuhkan kepada pelaku, tentu tidak akan berjalan mulus. Pasalnya akan ada pihak-pihak yang pro dan kontra yang timbul akibat kebijakan tersebut. Seperti yang sedang terjadi saat ini, ketika hukuman mati yang dituntut oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat kepada saudara Herry Wirawan atas kasus pemerkosaan 13 santri di Madani Boarding School binaannya.
Seperti yang dinyatakan oleh Komnas HAM bahwa, mereka menolak hukuman mati bagi saudara Herry Wirawan yang dituntut dalam kasus pemerkosaan 13 santri. Penolakan itu beralasan karena hukuman mati dinilai bertentangan dengan prinsip HAM. (detiknews).
Selama ini memang isu hukuman mati selalu menuai kontroversi ketika akan diterapkan di negara ini, karena selalu berdalih akan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal jika diterapkan akan memberikan efek jera bagi pelaku.
Inilah bukti kegagalan dari sistem sekuler demokrasi. Selalu memberikan solusi yang tidak tuntas, yakni pemberian hukuman bagi pelaku yang bertumpu pada kurungan penjara semata.
Pandangan Islam Mengenai Hukuman Mati
Islam sebagai agama yang sempurna tentunya kita sebagai pemeluknya juga percaya bahwa Islam juga hadir dengan aturan yang sempurna pula. Baik pengaturannya dalam ranah ibadah, muamalah maupun sistem peradilan.
Berbagai polemik yang sedang berkembang saat ini di negara kita mengenai hukuman mati telah menaruh perhatian sebagian kalangan. Ada yang pro dan kontra dalam menyikapinya. Lantas jika dikembalikan ke Islam, bagaimana Islam memandangnya?
Dalam sistem Islam hukuman mati itu ada dalam sistem persanksian Islam, namun kembali kepada jenis kemaksiatannya seperti apa. Jika kemaksiatan itu berkaitan dengan kejahatan seksual seperti pemerkosaan maka sanksinya adalah akan dirajam (dilempari batu sampai mati) bagi yang sudah menikah, dan akan dicambuk sebanyak seratus kali serta diasingkan selama satu tahun bagi yang belum menikah.
Maka di sini jelaslah bahwasanya polemik hukuman mati yang terjadi saat ini dengan mengatakan akan melanggar HAM sangatlah tidak tepat dan tidak dibenarkan. Karena kejahatan pemerkosaan adalah kejahatan yang berat apalagi itu dilakukan secara berulang kali oleh yang sudah menikah. Maka hukuman mati memang sangat tepat dijatuhkan kepadanya. Selain memberikan efek jera juga sebagai penghapusan dosa bagi si pelaku.
Namun tidak mengherankan polemik dan kontroversi ini terjadi karena kita hidup di tengah negeri yang menerapkan aturan sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan. Perintah Allah tak lagi diindahkan dalam menegakkan keadilan, standar baik dan buruk semua dikembalikan pada akal manusia.
Syariat Islam seputar peradilan yang seharusnya membawa rahmat, akhirnya terjegal diskursus sesuai HAM atau tidak. Maka menjadi kewajaran pula akhirnya peradilan sekuler ini takkan pernah bisa memberantas kejahatan seksual selamanya.
Wallahu a'lam bissawwab
Oleh: Julfaningsih, S.Pd. I.
(Sahabat Topswara)
0 Komentar