Topswara.com -- Maraknya kekerasan seksual pada anak dan perempuan membuat sejumlah pihak merasa was-was dan khawatir sehingga banyak kalangan yang ingin memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi. Namun, jika penyelesaian justru mengarah pada moderasi beragama, maka, ini bukan solusi, melainkan penyebab dan pangkal yang akan menimbulkan banyak masalah nantinya.
Sebagaimana dikeluarkannya buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang ditulis oleh Yulianti Muthmainnah. Yang membahas terkait korban kekerasan berhak mendapatkan zakat. Buku ini adalah ijtihad kontemporer untuk membuka kesadaran banyak orang bahwa korban KDRT dan korban kekerasan seksual berhak atas zakat. (jalastoria.id, 29/08/2021).
Oleh karena itu, semenjak diterbitkan beberapa waktu yang lalu, buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak ini terus dibedah dan didiskusikan hingga memasuki seri ke-12, yang secara spesifik membahas ‘Zakat untuk Korban; Perspektif Pendampingan dan Lintas iman’. (suaramuhammadiyah.com, 08/11/2021).
Padahal, terkait ibadah itu ketentuannya dari Nash yang langsung diberikan oleh Allah, termasuk juga zakat yang merupakan ibadah habnumninallah dan bagian penting karena termasuk dalam rukun Islam. Dalam dalil, ibadah tak perlu illat atas penunjukannya. Juga telah jelas atas perinciannya. Maka jelaslah keliru atas nama “jtihad kontemporer” lalu zakat diubah sedemikian rupa agar cocok dimasa kini. Justru jika hal ini terjadi malah mengarah kepada moderasi beragama.
Moderasi yang diusung jelas berasal dari kapitalis sekuler. Mengambil jalan tengah untuk menyelesaikan masalah. Lalu mengotak-atik sesuai kehendak berdasarkan akal dan hawa nafsu manusia. Sehingga Nash Al-Qur'an diubah sesuai fakta yang ada. Ini sangat berbahaya, karena dalam memahami dan mengambil ayat Al-Qur'an akan timbul sikap pilih-pilih dalam masyarakat. Ambil yang disuka lalu meninggalkan yang tak disuka atau bahkan dirasa membebankan.
Padahal jelas apa yang ada termaktub di dalam Al-Qur'an adalah Kalamullah, perkataan Pencipta yang menciptakan manusia. Bagaimana mungkin ada kesalahan atau kerancuan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla : ÙˆَتَÙ…َّتْ ÙƒَÙ„ِÙ…َتُ رَبِّÙƒَ صِدْÙ‚ًا ÙˆَعَدْÙ„ًا “Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Quran), (sebagai kalimat) yang benar dan adil …” (TQS. Al-An’aam [6]: 115).
Dan mengenai zakat pula telah Allah jelaskan dalam Al-Quran yang artinya:
“Sesungguhnya zakat itu hannyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha bijaksana.” (TQS. At-Taubah [9]: 60).
Yang mana telah jelas siapa yang berhak mendapatkan zakat yakni 8 ashnaf. Tak perlu mengubah dengan dalih kemashlatan manusia, dan juga kekerasan seksual pada anak dan perempuan tak bisa diselesaikan hanya dengan zakat. Namun, harus dengan pemberlakuan hukum syariat secara totalitas, barulah semua itu dapat terselesaikan.
Untuk itu, sudah semestinya kita kembali kepada hukum Allah, dan menerapkan Islam secara kafah agar kasus kekerasan seksual pada anak dan wanita dapat terselesaikan tanpa harus dengan moderasi yang diusung barat sebab telah terbukti kerusakannya.
“Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 208).
Ballahualam bissawab
Oleh Monica Silviana
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar