Topswara.com -- Gerakan moderasi agama yang secara sistemis, terstruktur serta masih terus diaruskan terutama di kalangan pelajar dan generasi muda.
Profesor Doktor Oman Fathurohman M.Hum, Ketua Kelompok Kerja moderasi beragama, Kementerian Agama RI yang dimuat dalam kemenag.go.id mengatakan, bahwa moderasi beragama adalah cara pandang, sikap dan praktik beragama dalam kehidupan bersama.
Dengan mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
Sepintas tidak ada masalah dengan batasan ini seolah-olah baik-baik saja, tetapi jika dikaitkan dengan pernyataan beliau yang lain, masih dalam tulisan yang sama bahwa moderasi agama dibutuhkan karena adanya sikap ekstrim dalam beragama. Sementara, ekstrim yang dimaksud memiliki tiga patokan, yakni :
Pertama, dianggap ekstrim kalau atas nama agama seseorang melanggar nilai luhur dan harkat mulia kemanusiaan. Karena agama diturunkan untuk memuliakan manusia.
Kedua, dianggap ekstrim jika atas nama agama seseorang melanggar kesepakatan bersama yang dimaksudkan untuk kemaslahatan.
Ketiga, dianggap ekstrim jika atas nama agama seseorang kemudian melanggar hukum sehingga orang yang atas nama menjalankan ajaran agamanya tapi melanggar ketiga batasan ini bisa disebut melebihi batas.
Sungguh kita patut bertanya kemana peran pemuka agama sebenarnya? Mengapa moderat agama dijunjung tinggi padahal Islam sekuler tujuannya. Seharusnya kita sadar moderasi agama adalah buah demokrasi.
Menyesatkan umat terutama generasi.
Terlena hidup dalam sekularisasi. Toleransi kebablasan hingga hukum syara diingkari.
Moderasi agama merusak ketaatan kepada Sang Pencipta. Melegalkan apa yang jelas-jelas Allah haramkan. Merusak akidah, syariah dan kemuliaan manusia.
Moderasi agama diduga kuat akan menjarah potensi pemuda. Menghilangkan ghirah memperjuangkan agama. Padahal kita adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia. Melanjutkan perjuangan dan menyambut janji Allah dan Rasulullah untuk menolong agama-Nya.
Kita adalah poros bagi putaran dunia.
Bukankah kita adalah generasi penerus ksatria penakluk, yang menjadikan banyak umat lain meninggalkan agamanya yang batil, lalu beralih menjadi umat yang satu, dihimpun oleh Islam sekaligus dilindungi oleh Islam 13 abad lamanya.
Bukankah kita adalah generasi penerus yang pernah mengalahkan Tartar dalam perang Ain Jalut, padahal kekuatan mereka sangat besar, bahkan berhasil memasukkan Islam ke tengah-tengah kehidupan mereka.
Bukankah Muslim adalah generasi penerus yg memukul mundur pasukan salib pasca generasi Bani Mamalik, dalam perang Hiththin adalah kemenangan awal dari kehancuran pasukan salib.
Kitalah generasi penerus muhammad AlFatih yang menaklukan konstatinopel, dengan kecemerlangan stategi membawa 72 kapal dari Selat Bosphorus ke Selat Tanduk dengan melewati bukit galata dalam waktu satu malam. Hingga menggema takbir di benteng Kontatinopel, berkibar panji kemenangan Islam.
Lantas rida kah kita mencampakkan agama ini yang telah menolong dan memuliakan manusia dari masa jahiliah? Rida kah kita ajaran Islam kaffah dan janji Allah akan kembalinya khilafah islamiyah diabaikan?
Sungguh kewajiban kita mencampakkan moderasi agama. Iarena merusak, menyesatkan dan menjarah potensi generasi kita.
Sungguh mencampakkan moderasi agama dan kembali berislam kaffah adalah solusi utama membungkam narasi busuk kafir penjajah.
Sungguh memperjuangan Islam kaffah dan kembalinya khilafah islamiyah adalah wajib.
Mengembalikan kehidupan Islam dengan tegaknya khilafah islamiyah membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Saidawati, S.Pd.
(Aktivis dakwah kampus dan Mahasiswa)
0 Komentar