Topswara.com -- Apa definisi baik itu? Mungkin ada sebagian orang menjawab baik itu segala sesuatu yang elok, enak dipandang lagi dilihat. Pun ada yang berpendapat baik itu sesuatu yang tidak jahat, tidak ada celanya, serta menguntungkan.
Tapi sebagian besar orang setuju mengatakan sesuatu yang baik itu adalah sesuatu yang mampu memberi manfaat bagi orang lain, sementara hal buruk itu adalah hal yang bersifat merugikan. Misalnya saja, buah itu baik untuk dimakan karena menyehatkan tubuh, sementara racun tikus itu buruk karena bisa membuat kita jadi celaka.
Akan tetapi, seharusnya kita sebagai seorang Muslim tidak melihat baik atau pun buruk semata-mata sebatas apa manfaat dan kerugian yang kita dapatkan dari segala sesuatu. Namun melihat lebih jauh daripada itu, sejatinya patokan baik dan buruk itu bukan berdasarkan penilaian manusia. Karena manusia hanyalah makhluk yang lemah, dengan indera dan akal yang sangat terbatas.
Yang berhak menentukan baik dan buruk tentu saja hanyalah Allah SWT, Pencipta seluruh alam, yang Maha Melihat lagi Maha Mengetahui. Karena itu, definisi baik jelaslah segala sesuatu yang diperintahkan oleh-Nya, dan yang buruk itu segala sesuatu yang dilarang oleh-Nya. Meskipun hal tersebut secara kasat mata tidak memberikan manfaat apa-apa, atau bahkan memberikan kita kerugian, tapi tetap saja ketika Allah sudah memerintahkan, wajib bagi kita untuk menjalankan.
Bagi sebagian orang, misalnya, mengambil KPR itu hal yang baik daripada tinggal di rumah orang tua, tidak nyaman dan sering berujung pertengkaran. Bangun rumah sendiri, duitnya butuh waktu lama untuk bisa terkumpul. Tinggal di rumah kontrakan, tiap tahun keluar uang tapi rumahnya tetap tidak akan menjadi milik sendiri. Mending ngambil kredit, katanya. Sama saja ngeluarin duit, tapi rumah sudah jadi milik kita, dan bahkan bisa langsung ditempati saat ini juga.
Tapi bagi seorang Muslim yang paham betul apa tujuan hidupnya, bahwa ia hidup bukan sekedar untuk mencari kesenangan dunia sebanyak-banyaknya, maka cukuplah ia dengan apa-apa yang telah dihalalkan Allah atasnya. Tidak akan disentuhnya kredit, leasing, dan semacamnya karena banyak mengandung praktik riba dalam pembelian KPR tersebut.
Tak mengapa harus bersabar dengan keluhan orang tua yang masih tinggal bersama, atau mengeluarkan uang yang tak sedikit jumlahnya, hanya untuk masuk kantong sang pemilik kontrakan. Allah telah berikan perintah menjauhi riba, maka sami'na wa atha'na. Meski di mata orang lain, alangkah ruginya ia.
Begitu juga sebagian orang berpendapat pacaran itu satu-satunya solusi menuju jenjang rumah tangga yang langgeng. Dengan pacaran, mereka bisa lebih mengenal pasangan dari segala sisi. Daripada baru ketahuan belangnya setelah menikah, kemudian bercerai, tinggallah sisa hidup untuk ditangisi.
Namun nyatanya, banyak pasangan di luar sana yang tak menempuh jalur pacaran, tapi rumah tangganya baik-baik saja. Meskipun tak saling mengenal sebelumnya, hidupnya adem ayem tanpa pertengkaran yang berarti. Tak ubahnya sahabat lama yang sudah saling memahami.
Maka, semua itu pilihan kita. Mau pilih yang mana? Yang baik, mengikuti aturan Allah atau yang buruk, mengikuti hawa nafsu? Ingatlah, Allah sendiri sudah mengatakan, “Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Lantas mengapa kita masih mendengarkan pendapat manusia yang bertentangan dengan ajaran Allah? Boleh mengambil KPR yang tak syar’i biar bisa nyaman punya rumah sendiri, boleh pacaran karena katanya biar lebih saling mengenal.
Begitu juga berat menutup aurat, dengan alasan itu pilihan pribadi yang tak bisa diganggu gugat. Menolak berbakti kepada orang tua, dengan dalih tak ingin menjadi sandwich generation, menggaungkan feminisme dan kesetaraan gender, padahal sudah jelas bagaimana Islam mengatur wanita dalam perihal hak dan kewajiban.
Maka, kembalilah kepada aturan Allah. Jika memang perintah-Nya memberikan manfaat, insyaAllah engkau akan beruntung di dunia dan di akhirat. Jika perintah-Nya malah membawamu pada kerugian, maka yakinlah pasti ada hikmah dan pahala yang menanti di balik setiap ketaatan.[]
Oleh: Artya Chamiastri
Visualis Dakwah di Depok
0 Komentar