Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mendidik Anak Usia Dini bak Mengukir di Atas Batu


Topswara.com — Mengajarkan akidah dan nilai-nilai keimanan kepada anak usia dini itu seperti mengukir di atas batu. Anak-anak ibarat batu yang siap untuk diukir, digambar, atau dibuat segala rupa sesuai keinginan orang tuanya. 

Ukiran pertama, orang tua yang menentukan. Awal-awal bisa jadi terasa sulit, melelahkan dan butuh pengulangan (repetisi) sehingga ukiran kita mewujud di atas batu sesuai harapan kita. 

Demikianlah mendidik anak usia dini. Butuh kesungguhan kita sebagai orang tuanya untuk menanamkan akidah sebagai pemahaman super penting tentang hakikat hidup manusia. Dari mana manusia berasal, mau melakukan apa di dunia, dan ke mana nanti setelah meninggalkan dunia. Ini adalah visi besar kita bersama.

Namun demikian, jika keimanan sudah menancap kuat pada diri anak, insyaallah, mereka akan siap menghadapi tantangan zaman. Itulah maklumat awal (imprint) bagi anak yang akan ia bawa sampai dewasa dan ia yakini sebagai kebenaran. 

Oleh sebab itu, kesempatan bagi kita menguatkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupannya. Sebab, secara fitrah setiap anak memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan mengikuti kebaikan.

Teladan Orang Saleh

Kita bisa belajar dari Nabi Luqman as. tentang cara beliau menanamkan akidah yang kokoh sejak dini kepada anak-anaknya. Demikian salehnya sosok Luqman, baik sebagai individu maupun sebagai ayah sehingga Allah mengabadikan kisahnya dalam Al-Qur’an.

Al-Qur’an menerangkan, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberikan pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS Luqman [31]: 13)

Nabi Ibrahim as. dan Nabi Yaqub as. pun berwasiat kepada anak-anaknya agar teguh memegang akidah Islam karena hal ini sangat fundamental.

Al-Qur’an menerangkan, “Dan Ibrahim telah mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yaqub. 'Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yaqub ketika dia berkata kepada anak-anaknya, 'Apa yang akan kamu sembah sepeninggalku?' Mereka menjawab, 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.''" (QS Al-Baqarah [2]: 132–133).

Alm. KH. Zainuddin MZ berpesan dalam salah satu tausiahnya, "Didik mereka dengan jiwa tauhid yang mengkristal di dalam batinnya, meresap sampai ke tulang sumsumnya, yang tidak akan sampai pun nyawa berpisah dari badannya, akidah itu tidak akan terpisah dari hatinya. Bahkan dia sanggup dengan tegar berkata, 'Lebih baik saya melarat karena mempertahankan iman dari pada hidup mewah dengan menjual akidah.'"

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita menyiapkan ilmu sebanyak mungkin dan ilmu terbaik agar dapat mengukir batu-batu tersebut dengan ukiran yang sesuai petunjuk Allah Swt., serta mengikuti semua aturan-Nya, bukan sesuai kehendak hati kita semata. 
 
Tantangan Mendidik Anak di Era Kekinian

Mendidik anak dan menanamkan akidah kepada anak dewasa ini membutuhkan ekstra tenaga dan pikiran orang tua. Kita sebagai orang tua harus bersaing dengan arus sekularisme dan kapitalisme yang menggiring anak-anak meninggalkan ajaran agamanya. 

Sekularisme menjajakan gaya hidup bebas dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan agama hanya untuk mengurusi ibadah wajib kepada Allah Taala. Ujung-ujungnya, anak-anak memiliki kepribadian islami yang tidak utuh. 

Salat oke, tetapi pacaran jalan. Berkerudung hanya ketika salat atau mengikuti pengajian, selebihnya bebas berpakaian bahkan dengan membuka aurat di depan umum. Dalam kehidupan sehari-hari tidak mau diatur dengan Islam karena menganggap aturan Allah Swt. itu terlalu rumit dan mengekang kebebasan mereka. 

Kapitalisme yang mengagungkan uang, uang, dan uang juga mengajarkan anak-anak kita memiliki gaya hidup hedonis, seperti suka pamer, suka dengan kemewahan (dalam berpakaian maupun hal-hal yang biasa mereka gunakan ketika bersosialisasi), serba instan dalam segala hal, menjadi pemalas dan kurang suka bekerja keras. Having fun menjadi tujuan hidupnya.

Sekularisme dan kapitalisme ini yang telah menjadikan kehidupan generasi muda kita berantakan. Fisik dan lahir bisa jadi baik-baik saja, tetapi soal moral dan spiritualnya hancur berkeping-keping. Generasi seperti inikah yang kita inginkan? Apa yang bisa kita lakukan khususnya dalam mendidik anak usia dini untuk menangkal semua itu?

Cara Islam Menanamkan Akidah Anak

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki metode mendidik anak yang komprehensif. 
Pertama, menanamkan akidah kepada anak dimulai sejak dalam kandungan ibunya. Kita dapat memulai dengan menanamkan keyakinan bahwa orang tua lah yang akan menentukan keyakinan dan akidah (agama) anak karena anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci).

Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Bukhari Muslim)

Sejak dalam kandungan, orang tua dapat memperdengarkan ayat-ayat Allah SWT. (Al-Qur’an) dan perkataan yang baik-baik saja. 

Kedua, setelah anak dilahirkan, orang tua berkewajiban mengajarkan tentang tauhid sejak dini. Kenalkan asma Allah SWT., Rasulullah SAW., dan para sahabat/shahabiyah Nabi, serta terus perdengarkan Al-Qur’an sepanjang hari. 

Orang tua yang berperan pertama mengajarkan anak tentang Islam sebagai ideologi atau pandangan hidup, mengajarkan tentang baik-buruk, halal-haram, terpuji-tercela, juga ideologi lain selain Islam seperti kapitalisme dan sosialisme komunis yang harus dijauhi/ditinggalkan.

Ketiga, dekatkan anak dengan lingkungan yang baik. Orang tua bisa memilihkan lingkungan sekolah dan teman-teman yang baik. Sebisa mungkin kita bersinergi dengan tetangga dan teman yang memiliki visi-misi yang sama untuk menciptakan lingkungan yang positif untuk pembentukan karakter baik pada anak. 

Nasihat Imam Al Ghazali, “Setiap anak adalah amanah bagi orang tuanya. Setiap anak memiliki kalbu (hati) suci sebagai mutiara atau perhiasan yang berharga. Jika setiap anak dibiasakan dengan hal-hal yang baik, ia akan tumbuh dengan kebaikan dan kebahagiaan dia dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan berbuat yang tidak baik dan ditelantarkan pendidikannya seperti hewan, ia akan celaka dan merugi. Oleh karena itu, setiap anak harus dilindungi dengan cara mendidik, meluruskan, dan mengajarkannya akhlak yang baik."

Keempat, Islam mengajarkan bahwa pembentukan kepribadian yang utuh pada anak tidak lepas dari peran negara, dan ini sebenarnya yang pengaruhnya paling besar dan kuat dalam pembentukan kepribadian baik pada anak.

Negara yang memegang kekuasaan untuk menciptakan lingkungan positif bagi anak. Negara yang berkuasa mencegah masuknya konten-konten pornografi dan pornoaksi di masyarakat. Negara yang bisa membuat peraturan tertulis seperti undang-undang dan lainnya dalam mengatur interaksi sosial, memberikan hukuman tegas atas pelaku pelanggaran hukum syariat, dan sebagainya. Ini semua berpengaruh besar dalam menanamkan akidah pada anak.

Oleh karena itu, sinergisitas antara peran individu, lingkungan (masyarakat), dan negara betul-betul dibutuhkan agar visi besar mengukir batu peradaban yang gemilang dapat terwujud. Wallahualam. 


Oleh : Ummu Naira Asfa
(Forum Muslimah Indonesia/ForMind)



Sumber: Muslimah news.net
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar