Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kala Ekonomi Merenggut Kesucian Perempuan


Topswara.com -- Perempuan adalah makhluk Allah yang mulia. Karena itu, dia memiliki peran penting dalam sebuah negara. Bahkan, sebuah negara itu bisa rusak jika kaum perempuannya juga telah rusak. Oleh karena itu, salah satu kewajiban kaum lelaki atau pemimpin adalah menjaga kemuliaan kaum perempuan.  

Selain menyandang gelar mulia, perempuan juga menyandang gelar sebagai Madrasah Al-Ula (madrasah pertama) bagi anak-anaknya. Karena itu, seorang perempuan di tuntut untuk menyibukkan diri belajar dan belajar agar bisa mendidik generasi selanjutnya dengan ilmu agama yang shahih (benar). 

Namun, mirisnya sekarang ini justru banyak perempuan dituntut untuk sibuk mencari uang demi mencukupi kebutuhan hidupnya, hingga ada yang harus rela melepas kesucian demi memperbaiki perekonomiannya.

Sebagaimana yang dilansir dari Sulawesi Tenggara, tepatnya di kota Kendari. Seorang perempuan bernama Sari (nama yang di samarkan) sedang mengadu nasib menjadi karyawati di supermarket kota Kendari. 

Namun, sayang seribu sayang ternyata kehidupan yang membutuhkan banyak biaya di kota memaksanya untuk harus menjadi PSK (Pekerja Seks Komersial) di malam hari demi mencukupi kebutuhan hidupnya. (telisik.id. 09/01/2022)

Niat hati mengadu nasib demi mencukupi kehidupannya, malah terperangkap oleh kerasnya kehidupan dalam sistem kapitalisme. Sungguh ironis, kapitalisme yang mengagungkan perempuan harus setarah dengan kaum lelaki justru membawa mereka dalam lembah kehinaan. 

Sistem kapitalisme yang dasarnya memisahkan agama dari kehidupan, memang sangat memiliki peluang besar untuk mendorong para kaum perempuan menjauh dari fitrahnya sebagai hamba yang mulia di sisi Allah SWT.

Berbeda dengan Islam yang pada dasarnya memang memuliakan kaum perempuan. Sistem Islam yang menggunakan aturan dari Allah benar-benar menjaga hak-hak kaum perempuan, dengan tidak mengizinkan kaum perempuan untuk menanggung beban perekonomian untuk dirinya dan keluarganya. Karena itu, dalam Islam laki-laki punya 4 tanggung jawab jika dia telah menikah, tanggung jawab untuk menafkahi kaum perempuan.

Adapun ke empat itu adalah ibunya, saudara perempuannya, istrinya, dan anak-anaknya perempuannya. Sebagaimana Firman Allah dalam surah An-Nisaa ayat 34:

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka". (QS An-Nisaa: 34).

Jadi, laki-laki itu selain sebagai pemimpin dia juga adalah pemberi nafkah kepada kaum perempuan yang menjadi kerabatnya. Adapun pemimpin adalah kewajibannya memberi nafkah kepada setiap warganya yang membutuhkan termasuk kepada kaum wanita yang tidak memiliki tulang punggung bagi mereka. 

Sebab, perempuan wajib di muliakan, jangan sampai karena berburu ekonomi dia malah terseret ke dalam lembah kehinaan, menjual diri demi memperbaiki kehidupan ekonominya.

Oleh karena itu, masalah nafkah dibebankan oleh seorang pemimpin. Namun, aturan-aturan itu hanya ada pada Daulah Islam yang hukumnya bersumber dari sumber yang terpercaya yaitu dari Kalam Allah atau dari aturan-aturan yang memang telah Allah sediakan untuk manusia. 

Jika Allah telah menurunkan aturannya untuk mengatur dunia maka satu-satunya sumber hukum atau aturan yang harus kita ambil adalah hukum yang berasal dari Allah SWT. Karena hukum Allahlah yang mampu memberi ketenangan dan memberi kecukupan bagi kaum perempuan yang sedang merasa kekurangan dalam segi ekonomi. Wallahu a’lam bissawab.


Oleh: Rismawati, S. Pd.
Pemerhati Perempuan dan Member AMK
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar