Topswara.com -- Sejak kemunculannya pada tahun 2019 lalu, kini virus Corona telah bermutasi dengan berbagai varian. Mulai dari Delta, Alfa, Beta, Gamma, dan varian-varian lainnya. Varian terbaru adalah Omicron (B.1.1.529).
Varian ini pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada 26 November 2021. Omicron memiliki jumlah mutasi yang sangat besar, yakni sekitar 30 mutasi pada protein lonjakan dan 50 mutasi pada seluruh sisa virus.
Para peneliti khawatir karena sebelumnya belum ada mutasi kombinasi semacam ini pada virus SARS-CoV-2. Meskipun terdeteksi di Afrika Selatan, bukan berarti Omicron berasal dari sana. Kemungkinan berasal dari tempat lain, namun Afrika Selatan lah yang pertama mendeteksi dan melaporkannya.
Kasus Covid-19 di Indonesia Selalu Mengalami Peningkatan
Semenjak diumumkannya kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020 lalu, semenjak itu pula tren peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia begitu pesat. Dalam rentang waktu kurang dari setahun, sudah mencapai angka satu juta kasus.
Selanjutnya, untuk menginjak angka dua juta kasus hanya dibutuhkan waktu sekitar enam bulan. Yang paling mengejutkan, waktu yang dibutuhkan untuk menuju tiga juta dan empat juta kasus masing-masing hanya butuh waktu kurang lebih satu bulan. (kompas.com)
Seiring dengan bermunculannya varian baru, semakin pesat pula tren peningkatan kasus yang terjadi di Indonesia.
Walau begitu, Indonesia sempat merasakan penurunan kasus di bulan Oktober - November 2021. Hal ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk memperbaiki tatanan kesehatan. Selain itu, pemerintah juga mengingatkan bahwa momentum ini jangan dijadikan seremonial untuk mengendurkan protokol kesehatan. Bahkan pemerintah juga mengimbau terjadinya peningkatan jelang Natal dan Tahun Baru.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan, "prokes tetap dijaga, deteksi perjalanan luar dan dalam negeri, serta PPKM juga harus dideteksi lengkap." Menurutnya, Bali menjadi daerah yang harus mendapat perhatian khusus karena kerap menjadi lokasi tujuan wisata baik nasional maupun internasional.
Ditambah, pada tahun 2022 ini akan ada acara besar berskala internasional yakni KTT G20 dengan mengundang banyak pimpinan negara sahabat. Untuk itu akan ada uji coba untuk acara internasional di Bali oleh Kemenkes. Agar pimpinan daerah bisa mengantisipasi langkah-langkah yang diperlukan.
Bukannya menutup rapat-rapat kemungkinan yang menjadi pemicu lonjakan kasus, pemerintah justru malah melakukan uji coba demi terselenggaranya acara berskala internasional tersebut. Imbauan hanyalah imbauan. Deteksi perjalanan luar dan dalam negeri hanyalah sekadar imbauan. Ditjen Imigrasi mencatat terdapat 10.853 WNI yang bepergian ke luar negeri selama libur Natal 2021 kemarin. (tirto.id)
Mengejutkan! Selain keluarga Ashanty dan Atta Halilintar, ternyata ada puluhan ribu WNI yang ke luar negeri di tengah maraknya varian Omicron. Padahal peningkatan kasus Omicron di Indonesia sebagian besar disumbang oleh pelaku perjalanan luar negeri. Kini Omicron tengah menghantui Indonesia. Namun lagi-lagi pemerintah hanya mengimbau, bukan mengeluarkan peraturan yang tegas.
Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Presiden Joko Widodo meminta masyarakat untuk menahan diri tidak melakukan perjalanan ke luar negeri untuk beberapa pekan ke depan.
Tidak Cukup dengan Vaksin Booster
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia asal Indonesia Dicky Budiman mengatakan bahwa pelaku perjalanan luar negeri berpotensi membawa pulang virus. Tidak hanya Omicron, namun varian-varian lainnya juga akan ikut terbawa.
Vaksinasi dengan dosis lengkap bukan merupakan game changer. Seseorang juga tetap bisa tertular virus. Selain itu, Dicky juga menyampaikan bahwa seseorang juga bisa menularkan ke orang lain meski telah melakukan karantina. "Potensi penularan itu pasti ada dari orang-orang yang plesiran jika virusnya masih ada," ujarnya. Sayangnya, justru hari ini peraturan pemerintah terkait karantina pun faktanya bisa disogok.
Seseorang yang sedang dikarantina bisa menyogok atau bahkan menggunakan calo agar dapat bebas beraktivitas di luar. Seperti kasus Rachel Venya yang menyuap petugas penjaga sebesar Rp40 juta.
Amanda Tan salah satu Relawan LaporCovid-19 pun turut angkat bicara. Ia amat menyayangkan orang-orang tajir yang dengan mudah bisa bepergian ke luar negeri serta publik figur Ashanty yang menjadi panutan bagi masyarakat justru mencontohkan yang tidak baik.
Amanda juga menyampaikan bahwa LaporCovid-19 meminta pemerintah agar melarang warga untuk bepergian ke luar negeri, kecuali untuk kegiatan esensial seperti pemerintah, berobat, dan kebutuhan lainnya yang mendesak. "Sebaiknya lebih diatur, selain itu juga aturan karantinanya diperketat dalam segi pengawasannya," kata dia.
Walau hasil uji klinik menunjukan pemberian booster vaksin Astrazeneca atau dosis ketiga dapat meningkatkan antibodi terhadap semua varian Covid-19, tentu hal ini seharusnya tidak dijadikan prioritas utama. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa vaksin bukanlah jalan pintas atau solusi tuntas atas pandemi ini.
Stok vaksin yang disediakan pemerintah sebanyak 140 juta dosis akan sia-sia jika protokol kesehatan serta larangan perjalanan dalam dan luar negeri hanya sekadar imbauan. Tanpa diberlakukannya aturan yang tegas, jangankan menyelesaikan pandemi, menghilangkan varian Omicron dari Indonesia saja mungkin mustahil.
Watak Asli Sistem Kapitalisme
Jebolnya varian Omicron di Indonesia saat ini terkesan dianggap remeh oleh pemerintah. Dengan tetap melanjutkan uji coba acara KTT G20, hanya mengandalkan vaksin booster, serta pernyataan Luhut yang mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan pengetatan ketika kasus varian Omicron melebihi 500 dan 1000 kasus per hari menjadi buktinya.
Haruskah menunggu ratusan bahkan ribuan jiwa rakyatnya dalam bahaya baru dilakukan upaya pengetatan? Inilah watak asli sistem kapitalisme. Pengetatan aktivitas ditunda-tunda atau bahkan tidak dilakukan sama sekali karena pemerintah lebih mementingkan stabilitas ekonomi.
Sistem kapitalisme menjunjung tinggi asas manfaat. Suatu keputusan akan sangat dipertimbangkan. Ketika lebih menguntungkan secara ekonomi, itulah keputusan yang akan diambil dan diberlakukan. Kebijakan yang dikeluarkan terkesan setengah hati bahkan asal-asalan.
Nyawa rakyat hanya dianggap sebatas angka-angka. Bahkan angka-angka tersebut atau datanya pun masih bisa dipertanyakan akurat atau tidaknya. Padahal penyelamatan nyawa rakyat seharusnya menjadi prioritas utama. Meski faktor ekonomi juga menjadi faktor vital, namun nyawa manusia tentu lebih penting.
Negara merupakan aktor utama yang mampu mengoordinasi seluruh elemen penanggulangan wabah agar dapat berjalan dengan lancar. Tentu wabah Covid-19 ini tidak akan terselesaikan dalam negara yang menerapkan sistem sekularisme kapitalisme. Sistem ini akan cenderung memilih mengorbankan nyawa rakyat untuk menjaga stabilitas ekonominya.
Berharap pada aturan yang dikeluarkan oleh sistem kapitalis tidak akan menemukan titik akhir. Yang ada hanyalah tambal sulam semata. Maka dari itu, solusi terbaik adalah bukan dengan mengganti kebijakannya, melainkan dengan mengganti sistem dengan sistem.
Islam yang berasal dari Allah SWT nyatanya bukanlah sekadar agama ritual seperti agama-agama lainnya. Islam merupakan ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Dalam bernegara pun telah ada aturannya dalam Islam. Bahkan dalam sejarahnya, Islam mampu menghilangkan wabah tha'un yang terjadi saat itu.
Dalam sistem Islam, nyawa seorang manusia sangatlah berharga. Ketika terjadi wabah tha'un saat itu yang diprioritaskan adalah nyawa rakyat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah, "jikalau kalian mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi di daerah kalian berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR. Bukhari & Muslim)
Varian Omicron sekaligus pandemi Covid-19 hanya bisa diselesaikan dengan sistem yang memprioritaskan nyawa manusia, bukan sistem yang mementingkan asas manfaat. Untuk itu, tidakkah seorang Muslim semakin serius berjuang mendakwahkan Islam kaffah ini? Islam kaffah yang akan menerapkan seluruh aturan-Nya dalam institusi negara (khilafah).
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Zidniy Ilma
(Sahabat Topswara)
0 Komentar