Topswara.com -- Sejak Natal dan Tahun Baru lalu, harga komoditas minyak goreng terus mengalami peningkatan. Banyak masyarakat dan pedagang yang mengeluhkan hal ini. Bahkan, kabarnya harga minyak goreng akan terus meningkat sampai menjelang bulan Ramadhan ke depan.
Seperti yang disampaikan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira memperkirakan harga minyak goreng akan terus merangkak hingga beberapa bulan ke depan. Beberapa bulan kedepan akan memasuki bulan Ramadhan yang biasanya tingkat konsumsi masyarakat semakin meningkat (merdeka.com, 5/1/2022)
Menyikapi hal ini, pemerintah membuat opsi dengan memberlakukan kebijakan satu harga. Dimana semua harga minyak goreng harus disamakan baik distributor maupun pedagang tradisional.
Di beberapa daerah provinsi maupun wilayah telah memberlakukan kebijakan satu harga ini. Seperti yang dilakukan di kabupaten Lampung Timur, sejak 20 Januari 2022 minyak goreng kemasan satu harga Rp 14.000 per liter telah diberlakukan. (Lampost.co, 21/1/2022)
Dari sini, tidak heran juga stok minyak goreng di setiap ritel habis dan mengalami kekurangan. Masyarakat yang mengetahui adanya kebijakan satu harga, langsung menyerbu beberapa ritel modern terdekat, bahkan membeli minyak goreng kemasan lebih dari jumlah yang telah ditetapkan.
Kebijakan satu harga ini terkesan sangat membantu dan bahkan bisa dijadikan opsi lanjutan untuk meminimalisir harga minyak goreng yang masih terus melonjak. Namun, hal ini tidak dapat dirasakan oleh pedagang menengah.
Mereka tetap mempertahankan harga minyak goreng dengan harga tinggi. Karena sebelum adanya kebijakan satu harga, mereka telah menstok minyak goreng banyak dengan harga yang tinggi. Jika mereka harus menurunkan harga sesuai kebijakan baru, maka sudah dapat dipastikan mereka akan mengalami kerugian yang lebih. Lalu, benarkah kebijakan satu harga ini menjadi solusi tepat dalam permasalahan harga minyak?
Harga minyak goreng yang terus meningkat perlu adanya perhatian dari pemerintah. Terlebih, hal ini mencakup hidup banyak orang. Stok minyak goreng yang tidak mencukupi kebutuhan masyarakat menunjukkan adanya kekeliruan pemerintah dalam pengurusan masalah barang komoditas tersebut.
Kenaikan harga tersebut diduga karena adanya praktik kartel antara pengusaha dan produsen minyak kelapa sawit. Kalau diamati, Indonesia merupakan produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar. Maka, tidak heran jika harga minyak goreng bisa mengalami kenaikan di negeri yang kaya akan kelapa sawitnya.
Dugaan adanya praktik kartel tersebut dapat dilihat dari produsen minyak goreng yang kompak menaikan harga. Alasannya, CPO International tengah tinggi. Padahal, menurut Komisioner KPPU Ukay Karyadi menilai kenaikan harga CPO di pasar Internasional tidak mempengaruhi minyak goreng di Indonesia.
Dalam hal ini, jelas asas kapitalis mulai terlihat. Pemerintah sepertinya menggandeng pihak ketiga, yakni pihak korporasi untuk memberlakukan kebijakan satu harga agar memperoleh keuntungan yang lebih di dalamnya.
Islam sebagai agama tidak hanya mengatur aspek ibadah saja, akan tetapi mengatur seluruh aspek kehidupan. Salah satunya sistem perekonomian. Islam memposisikan pasar sebagai bagian penting dalam kegiatan perekonomian. Dalam Islam, aktivitas perdagangan harus didasari dengan prinsip kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Sehingga, tidak ada salah satu pihak yang akan dirugikan.
Islam mampu menjaga stabilitas harga dengan melakukan pengontrolan terhadap mekanisme pasar, seperti penimbunan barang dengan menahan stok barang agar harganya naik. Jika ditemukan pedagang ataupun masyarakat yang melakukan penimbunan, maka akan diminta untuk mengembalikan barang ke pasar dan dapat diberikan sanksi sesuai kebijakan pemerintah.
Selain itu, Islam juga melarang adanya bentuk intervensi atau mematok harga. Rasulullah SAW. bersabda "Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslim untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak.” (HR Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi).
Dengan demikian, kenaikan minyak goreng dapat diminimalisir dengan tidak melakukan penimbunan maupun intervensi. Bahkan operasi pasar murah dapat dilakukan kapan saja tanpa harus menunggu barang naik. Wallahu'alam.
Oleh: Novriyani, M. Pd.
(Praktisi Pendidikan)
0 Komentar