Topswara.com -- Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 117 Tahun 2021 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan harga jual eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Perpres tersebut sekaligus mengubah Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang mengatur ketentuan serupa. Menurut pemerintah penghapusan BBM jenis Premium merupakan upaya mengurangi emisi karbon dan menuju energi hijau yang ramah lingkungan.
Sementara itu Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa pihaknya juga telah mencanangkan program Langit Biru agar masyarakat mau beralih dari BBM jenin Premium ke Pertalite, serta berhasil menurunkan emisi karbon sebanyak 12 juta ton.
Perpres ini memang belum menghapus premium untuk saat ini namun secara pasti pemerintah akan menghapus secara bertahap produksi hingga distribusi premium demi energi hijau.
Sebagaimana persetujuan DPR atas pemerintah memasukan Premium sebagai campuran Pertalite. Wakil ketua komisi VII DPR Eddy Suparno mengatakan pemberian kompensasi itu agar nantinya masyarakat dapat beralih secara perlahan ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Pada sat ini, penggunaan Pertalite akan lebih didorong untuk bisa masuk ke tahapan selanjutnya yaitu Pertamax.
Padahal sudah sangat jelas kebijakan ini akan berdampak besat pada laju perekonomian rakyat, terutama transportasi dan inflasi bahan-bahan makanan. Fakor lingkungan disebut sebagai salah satu alasan terkuat atas munculnya wacana penghapusan BBM jenis Premium.
Sebagaimana diketahui aturan penerapan BBM ramah lingkungan tertuang dalam peraturan Permen LHK Nomor 20 Tahun 2017 tentang Penerapan Bahan Bakar Euro 4 di dalamnya terdapat standar baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor harus standar motor Euro 4 yaitu minimal RON 91.
Pemerintah sendiri berancana melaksanakan aturan itu secara bertahap sejak 2018 hingga 2021. Sejak lama gonjang-ganjing Pertamina dan bisnis migas tanah air sesungguhnya tidak lepas dari adanya upaya untk melepas harga BBM ke pasar.
Intervensi korporasi jelas tercium dalam hal ini, terlebih intervensi asing dalam bisnis Migas di tanah air dijamin melalui regulasi dirumuskan oleh pemerintah. Jika selama ini Pertamina menjadi pemain tunggal dalam penjualan BBM melalui UU Migas. Pemerintah menghadirkan kompetitor baru dalam bisnis Migas dengan syarat yang relatif lebih mudah.
Sayangnya keberadaan BBM jenis Premium, menyulitkan pemain asing sebagai kompetitor untuk masuk terlebih saat Premium masih bersubsidi. Jika harga BBM masih bersubsidi SPBU asing tidak bisa beroperasi dan bersaing dengan Pertamina. Itulah mengapa Pertamina mencabut subsidi Premium investasi adalah jawabannya.
Namun pencabutan subsidi BBM Premium tidak membuat pemain asing leluasa masuk berinvestasi di dunia Migas, hitung-hitungan untung rugi adalah napas dunia bisnis.
Jika pemain asing menjual BBM dengan harga yang ada saat ini tentu sulit untuk meraup keuntungan maka yang harus dilakukan adalah dengan menyerahkan harga BBM sesuai dengan harga pasar.
Jika diserahkan ke pasar, investor dan para pebisnis minyak akan membanjiri Indonesia dan mudah menentukan harga BBM dengan begitu bisnis SPBU Internasional seperti Shell, Total dan Petronas akan mengepung Pertamina dari segala penjuru dengan harga minyak RON 92 (Pertamax) yang bersaing. Inilah tata kelola BBM dalam sistem kapitalis neoliberal yang hanya merugikan rakyat dan menguntungkan pebisnis.
Berkebalikan dengan pengelolaan kapitalis, pengelolaan BBM sesuai syara akan mengedepankan kemaslahatan publik tidak terjerat komitmen global dan menjamin rakyat mendapatkan BBM dengan mudah dan murah. Dalam Islam aturan kepemilikan terperinci yaitu dengan membagi kepemilikan harta dalam tiga bagian: kepemilikan individu, umum dan negara.
Adapun kepemilikan umum adalah izin Asy-Syari kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan benda artinya individu tidak boleh memiliki harta benda yang terkategori kepemilikan umum, akan tetapi boleh bagi suatu komunitas karena saling membutuhkan. Oleh karenanya privatisasi kepemilikan umum adalah hal terlarang.
Harta yang menjadi kepemilikan umum terbagi menjadi tiga jenis yaitu barang kebutuhan umum, barang tambang yang besar dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk individu miliki. Adapun minyak adalah barang tambang melimpah, haram dikuasai perorangan.
Negara haram menjualnya pada asing apapun yang terjadi karena semua itu adalah harta umat, negara hanya berhak mengelola. Oleh karena itu Khilafah memposisikan BBM sebagai kepemilikan umum. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Khilafah menjamin kebutuhan BBM, sebagai sumber kekuatan negara untuk memenuhi konsumsi dalam negeri Khilafah dapat menempuh dua kebijakan. Pertama, mendistribusikan minyak, gas pada rakyat dengan harga murah dan yang kedua, mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, terpenuhinya sandang, papan dan pangan. Dengan demikian khilafah mengelola secara mandiri, tidak diinterversi oleh negara manapun.
Selain itu khilafah akan mewujudkan swasembada energi akan membawa kemakmuran bagi rakyatnya dan menjadi kekuatan bagi negara. Negara tidak saja mewujudkan kemandirian ekonomi, akan tetapi juga menjadikan energinya sebagai kekuatan diplomasi untuk itu khilafah pertama kali berdiri melakukan pengembangan infrastruktur energi yang diperlukan untuk menjamin kebutuhannya dan memastikan agar energi tidak keluar dari negara dan tidak jatuh ke tangan negara-negara penjajah.
Negara juga akan mengerahkan segala kemampuan, uang, alat, ilmuwan untuk menemukan komposisi BBM yang ramah lingkungan dan seluruh biaya tersebut berasal dari baitul maal yang bersumber dari zakat, jizyah, fai, kharaj, ganimah, pemanfaatan SDA dan lain-lain.
Dengan demikian para ilmuwan akan fokus melaksanakan penelitiannya dan berkonsentrasi agar dapat menyelamatkan umat manusia. Dalam khilafah BBM murah dan ramah lingkungan bukan lagi mimpi, tapi menjadi kenyataan.
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Lesa Mirzani, S.Pd.
(Sahabat Topswara)
0 Komentar