Topswara.com -- Baru-baru ini semakin gencar digaungkan tentang wawasan kebangsaan yang bertujuan untuk menanamkan kecintaan terhadap tanah air Indonesia.
Anak-anak sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang pun menjadi target penanaman wawasan kebangsaan tersebut.
Peran orang tua dianggap sangat penting untuk menanamkan ideologi sejak mereka belia. Sehingga diharapkan kelak menghujam pada pemikiran.
Parenting kebangsaan adalah salah satu cara yang dipilih guna menyukseskan program pengenalan wawasan kebangsaan.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik kota Yogyakarta mengenalkan parenting atau pola asuh kebangsaan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi keluarga dalam menumbuhkan semangat dan jiwa nasionalisme anak sejak usia balita.
Dalam realisasinya, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik kota Yogyakarta menggandeng Program kampung KB dan juga program Bina Keluarga Balita.
Saat ini, sebagai pilot projects setiap kelurahan terdapat satu kampung KB. Dengan fokus pelaksanaan di dua kampung KB yang berada di kelurahan Notoprajan dan Sosromenduran.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik kota Yogyakarta juga telah menyiapkan modul yang disusun oleh akademisi dan psikolog, yang diharapkan dapat digunakan sebagai panduan para orang tua tentang pola asuh kebangsaan kepada anak.
Kemudian, untuk mengevaluasi sejauh mana parenting kebangsaan dapat diterapkan maka telah disiapkan kartu Sikumbang atau kartu menuju kebangsaan.
Kartu ini menyasar anak usia nol sampai empat tahun. Untuk mengetahui sejauh mana mereka memahami dan mengenal wawasan kebangsaan sebagai refleksi dari pelaksanaan parenting kebangsaan tersebut.
Disinyalir arus globalisasi dan dunia yang tumbuh tanpa batas menjadi tantangan para orang tua untuk mengenalkan wawasan kebangsaan.
Maka dari itu, lahirlah parenting kebangsaan ini sebagai inovasi baru dalam mengenalkan pada anak semangat dan jiwa nasionalisme dengan cara yang menyenangkan sehingga tumbuh sebagai karakter yang kuat pada anak.
Ada lagi jenis pola asuh pada anak yang nyata nyata bertujuan untuk membangun moderasi beragama. Parenting ini sering disebut parenting wasathiyah.
Pola asuh ini muncul ketika ada ketakutan terhadap gerakan radikalisme dan terorisme yang melibatkan anak anak sebagai pelaku.
Kekhawatiran akan munculnya bibit bibit radikalisme dan terorisme memicu ide untuk menguatkan pemikiran moderasi Islam di mulai dari usia dini.
Parenting Kebangsaan vs Parenting Ideologis
Parenting atau pola asuh terhadap anak adalah upaya untuk menanamkan nilai-nilai yang dianggap penting untuk dipupuk sejak dini. Sehingga kelak ketika mereka tumbuh dewasa maka nilai tersebut dapat mengakar kuat dalam pikiran dan mempengaruhi pola sikap atau perilaku yang diambil.
Tak heran jika muncul berbagai teori parenting untuk mencapai tujuan masing-masing.
Tak jauh berbeda dengan parenting kebangsaan dan juga parenting wasathiyah yang notabene juga mempunyai ambisi dibalik teori yang hendak diterapkan.
Walaupun berbeda nama, namun kedua teori pola asuh tersebut memiliki satu tujuan. Yaitu untuk menyemai moderasi beragama sejak dini.
Keduanya muncul karena adanya ketakutan terhadap Islam. Mereka khawatir jika Islam tegak dan meneraokan Islam secara kaffah, akan menggeser integritas bangsanya.
Padahal bangsa mereka sudah kehilangan jati diri kebangsaannya. Jati diri bangsanya telah diwarnai oleh liberalisme dan sekularisme.
Pemikiran moderasi beragama perlahan akan mengikis ketaatan kepada syari'at Islam. Sehingga lama kelamaan akan menghilangkan jati diri seorang Muslim dan yang tersisa hanyalah sebuah pengakuan beragama.
Upaya penyematan, labeling atau penyebutan di antara kaum Muslim pun terbagi menjadi beberapa. Pertama, Muslim radikal yaitu mereka yang taat menjalankan syariat Allah.
Kedua, Muslim moderat adalah mereka yang tidak terlalu taat dalam menjalani syariat Allah SWT. Bahkan berpeluang mencampur adukkan ajaran agama yang berbeda.
Sungguh sangat disayangkan jika generasi yang diharapkan bangsa adalah generasi moderat. Karena fakta dilapangan justru generasi yang tidak taat pada Allah SWT adalah generasi yang merusak tatanan bangsa.
Mulai dari tawuran antar pelajar, seks bebas, sampai koruptor yang membawa malapetaka bangsa dan negara.
Harusnya penguasa banyak belajar dari pengalaman di atas, sebelum membuat kebijakan parenting moderasi yang akhirnya membahayakan masa depan negeri.
Lalu bagaimana sudut pandang yang benar untuk menentukan langkah pemilihan pola asuh yang mampu menjadi solusi atas segala permasalahan yang terjadi?
Manusia diciptakan sebagai khalifah atau pemimpin yang telah dibekali seperangkat aturan atau petunjuk dalam seluruh perbuatan manusia.
Aturan tersebut bersifat holistik dari bangun tidur hingga tidur kembali. Semua telah diatur oleh Sang Pencipta sehingga bagi siapa saja yang mentaati peraturan tersebut maka kemudahan yang akan didapat. Dengan kata lain, Islam merupakan problem solving atas segala persoalan hidup.
Begitupun aturan atau cara dalam mendidik anak. Islam telah mengajarkan bagaimana cara agar kelak generasi muda menjadi generasi yang unggul. Beberapa pakar menyebutnya sebagai parenting ideologis. Yaitu parenting yang menerapkan mabda Islam sebagai landasan dalam pola asuh pada anak.
Parenting ideologis dilandaskan pada Al-Quran Surat al-Luqman ayat 13-19. Dimana ada beberapa poin penting yang harus disampaikan kepada anak.
Pertama, adalah tentang tauhid. Ajarkan anak tentang iman kepada Allah. Allah sebagai Al-Khaliq (Sang Pencipta) dan Al-Mudabbir ( Sang Pengatur). Ajarkan tentang kalimat Laa Ilaha Illallah pada anak sejak dini. Pahamkan kepada anak janganlah menyekutukan Allah dengan apapun.
Kedua, ajarkan anak untuk berbakti kepada orang tua. Berbuat baik kepada kedua orang tua sekalipun mereka belum seiman akan tetapi ketika orang tua memaksa untuk mempersekutukan Allah, tidak menaati namun tetaplah berbuat baik terhadap keduanya. Bersyukur kepada Allah serta pada kedua orang tua.
Ketiga, perintah mengajarkan tentang memperbanyak amal saleh dengan melaksanakan berbagai amalan.
Keempat, perintah untuk melaksanakan shalat dan melaksanakan amar ma'ruf nahi mungkar.
Kelima, melatih empati, tolong-menolong, saling menyayangi sesama saudara dan adanya larangan berlaku sombong.
Akidah dapat melahirkan aturan-aturan (syariat) bukan hanya sekedar wawasan. Aturan tersebut meliputi aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (Hablu minallah), hubungan manusia dengan manusia yang lain (Hablu minannas) dan juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (Hablu min annafsi).
Keseluruhan aturan tersebut jika diterapkan akan menjadi problem solving bagi seluruh permasalahan dalam kehidupan ini.
Ketika wawasan Islam ini ditanamkan secara mendalam maka akan lahirlah generasi yang berkepribadian Islam.
Dalam parenting ideologis ada empat qimah ( nilai-nilai yang harus dicapai ketika dia baligh).
Pertama, qimah ruhiyah. Meliputi akidah yang membentuk relasi yang kuat dengan Allah.
Kedua, qimah insaniah yaitu relasi manusia dengan standar halal dan haram.
Ketiga, qimah huluqiyah, nilai adab atau akhlaq yang mulia baik adab dengan Allah. Adab dengan orang tua, guru, teman, saudara maupun dengan orang lain.
Keempat, adalah qimah madiyah yaitu nilai materi. Nilai materi disini berkaitan dengan fisik yang sehat dan kuat dengan standard makanan halalan thayyiban. Memiliki tubuh sehat untuk memperbanyak ibadah, serta kuat untuk membela agamanya.
Anak usia dini dalam Islam disebut pra baligh atau fase tufulah. Tidak disebut Aqil dan tidak ada beban apapun dalam hukum syara sehingga harus dilindungi bukan disuruh mandiri.
Sedangkan konsep pendidikan anak usia dini adalah dengan stimulasi yaitu stimulasi aqliyah (pola berfikir) dan stimulasi nafsiyah ( pola bersikap).
Usia 3-4 tahun mulai dicoba menstimulus cara berfikir anak sehingga aktif mengindra fakta kemudian menyimpan ke otak dan mengikat informasi dengan fakta yang ia Indra.
Dalam menstimulus pola berfikir anak, kita masukkan pondasi akidah Islam.
Sedangkan standar perilakunya adalah halal haram sesuai syariat Islam.
Yang tak kalah penting adalah orang tua juga memberikan ketauladanan sesuai stimulus yang diberikan.
Penting bagi para orang tua untuk mengkaji terlebih dahulu kekayaan tsaqafah Islam agar orang tua mampu menstimulus anak dalam berfikir.
Jadi target utama parenting ideologis adalah menstimulus pola berfikir anak yang berdasarkan akidah. Kekayaan tsaqafah Islam, juga kekayaan ilmu pengetahuan serta keteladanan orang tua terhadap penerapan stimulus tersebut.
Melakukan stimulus secara berkesinambungan sejak usia pra mumayyiz, mumayyiz sampai usia baligh. Sehingga terbentuk pola yang kuat sampai anak mampu mandiri dalam memecahkan masalah kehidupannya sesuai syariat Islam. Maka dengan begitu akan terbentuklah generasi yang tangguh dan berkepribadian Islam.
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Sri fatona W, A. Md.
(Pemerhati Sosial)
0 Komentar