Topswara.com -- Beberapa waktu yang lalu, muncul berita bahwa terungkapnya utang perum Bulog mencapai Rp.13 Triliun dan hal itu telah ditegaskan oleh Budi Waseso selaku Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog). Utang tersebut dipicu akibat pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) yang mencapai 1,2 juta ton.
Namun, pemerintah juga mempunyai utang kepada Bulog sekitar Rp. 4,5 Triliun yang belum terbayarkan. Dana yang terhutang berasal dari bank. Oleh karena itu Waseso khawatir bunga pinjamannya dari bank akan semakin besar. Hal inilah yang menjadikan Indonesia belum bisa terbebas oleh utang dengan terbalut bunga.
Indonesia membandingkan negara maju, bahwasannya negara maju membutuhkan biaya yang besar untuk membangun infrastruktur dan mendapatkan biaya tersebut dengan berutang. Selaras dengan pernyataan Sri Mulyani selaku Menteri keuangan yang menegaskan banyak negara harus berutang dalam jumlah besar untuk mengelola negaranya. Bahkan negara sebesar Amerika Serikat dan Jepang utangnya saat ini di atas 100-200 persen dari Gross Domestic Product (GDP).
Indonesia menjadikan negara Barat sebagai bandingan utang yang masih dalam batas wajar dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sehingga, dari kementerian, direktur, sampai rakyat di bawahnya ikut berutang, seperti sudah tersistematis.
Negara Barat dengan sistem kapitalis menjadikan uang sebagai alat produksi (uang dapat menghasilkan uang) melalui bunga (interest) yang dilakukan oleh bank. Dengan tujuan, mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan modal yang sedikit.
Apapun yang terjadi modal yang sudah diutangkan harus kembali utuh ditambah bunga. Sehingga kesejahteraan yang dihasilkan bukanlah kesejahteraan hakiki, namun hanya bersifat semu.
Adapun sistem solutif dalam permasalahan tersebut dengan sistem ekonomi Islam yang membolehkan utang, namun tidak disertai dengan riba atau bunga. Banyak sebab pelarangan riba, seperti hadis Rasulullah SAW yang melaknat semua pemakan riba:
Shahih Muslim 2995 : "telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Shabah dan Zubair bin Harb dan Utsman bin Abu Syaibah mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Husyaim telah mengabarkan kepada kami Abu Az Zubair dari Jabir dia berkata, "Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya." Dia berkata,"Mereka semua sama." (Syarh An Nawawi no. 1598).
Kemudian tambahan hukuman bagi pemakan riba, yakni
Shahih Bukhari 1943 : "Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Abu Raja' dari Samrah bin Jundub ra; Nabi SAW bersabda: "Pada suatu malam aku bermimpi 2 orang menemuiku lalu keduanya membawa aku keluar menuju tanah suci. Kemudian kami berangkat hingga tiba di suatu sungai yang airnya dari darah. Disana ada seorang yang berdiri di tengah sungai dan satu orang lagi berada (di tepinya) memegang batu. Maka laki-laki yang berada di tengah sungai menghampirinya dan setiap kali dia hendak keluar dari sungai maka laki-laki yang memegang batu melemparnya dengan batu kearah mulutnya hingga dia kembali ke tempatnya semula di tengah sungai dan terjadilah seterusnya yang setiap dia hendak keluar dari sungai, akan dilempar dengan batu sehingga kembali ke tempatnya semula. Aku bertanya: "Apa Maksudnya ini ?" maka orang yang aku lihat dalam mimpiku berkata: "Orang yang kamu lihat dalam sungai adalah pemakan riba". (Fathul Bari no. 2085)
Tentu, jika berpikir sangat menjijikan melihat darah melimpah ruah dan bercecaran. Akibat lain yang akan timbul di dunia, seperti akhir kehidupan akan miskin, hidup kaya tapi tertekan. Tak hanya itu, riba lebih parah daripada zina karena riba berkaitan dengan hak orang lain.
Sistem kapitalis diterapkan karena ada negara adidaya yang menerapkan. Adapun sistem ekonomi Islam juga butuh suatu negara yang menerapkan. Sehingga dapat memberi contoh dari negara lainnya hinga kepada rakyat. Sistem ekonomi Islam dapat melindungi dari riba, dan memberikan solusi seperti jual beli, zakat, infaq, sedekah, wakaf.
Sistem ekonomi Islam pernah diterapkan pada era Rasulullah SAW, kepemimpinan para sahabat. Salah satu contoh yang menunjukkan kesejahteraan yaitu di masa kekhalifahan Umar bin Abdul Azis berperan dalam pengentasan kemiskinan dan terhindar dari riba. Itulah yang bernama sejahtera dan tidak bersifat semu.
Wallahu a’lam bishawab
Oleh: K. Ainnur
(Sahabat Topswara)
0 Komentar