Topswara.com -- Media sosial terhenyak. Kasus bunuh diri salah satu mahasiswi di Jawa Timur menjadi trending beberapa pekan ini. Ada dugaan ia bunuh diri akibat depresi berat setelah terjadi aborsi janin hasil hubungan di luar nikah dengan pacarnya, Bripda Randy seorang anggota polisi.
Wakapolda Jawa Timur Brigjen Polisi Selamat Hadi Supraptoyo menyatakan korban dan anggota polri ini sudah berkenalan sejak Oktober 2019. Selamat mengungkapkan, keduanya kemudian kerap berhubungan layaknya suami istri sejak 2020 hingga 2021 di kos maupun hotel di Malang dan Batu.
Selain itu ada temuan bukti lain bahwa korban selama berpacaran yang terhitung mulai Oktober 2019 sampai Desember 2021 telah melakukan tindakan aborsi bersama pada Maret 2020 dan Agustus 2021 (liputan6.com, 5/12/2021).
Kasus ini menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau Men PPPA Bintang Puspayoga mengatakan kasus Novia Windasari, 23 tahun, yang meninggal bunuh diri setelah meminum racun, akibat depresi karena sang kekasih yang bernama bripda Randy, memaksa untuk melakukan aborsi termasuk dalam kategori kekerasan dalam berpacaran atau “dating violence”, Di mana kebanyakan korbannya depresi berat dan setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM (detiknews.com, 5/12/2021).
Bripda Randy akhirnya disangkakan dengan pasal 348 KUHP Juncto 55 KUHP, yaitu sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan janin dengan ancaman lima tahun penjara. Kasus bunuh diri ini menjadi sangat viral dan menarik masyarakat hingga para pejabat negara yang mengawal kasus ini sampai selesai.
Sudah seharusnya kasus ini menjadi motivasi untuk mendorong kita dalam memperbaiki tata pergaulan dan menghapus beragam nilai liberal. Jangan sampai justru dari kasus ini memperbesar dukungan terhadap permen RUU TPKS yang dinilai sangat liberal. Karena solusi ini pasti dapat menimbulkan lebih banyak masalah lagi.
Islam Solusi Tuntas
Apa yang terjadi pada Novia ibarat gunung es. Kasus Novia Windasari ini adalah satu kasus dari banyak tragedi serupa. Tragedi ini menyeruak di tengah gencarnya pemerintah mengeluarkan UU PPKS dan Permendikbud Nomor 30. Hal ini seolah jadi peringatan keras bagi masyarakat, bahwa UU tersebut bukan solusi. Bahkan hanya akan memperbesar masalah.
Jelas semua undang-undang ini, juga fakta kekerasan dalam pacaran adalah buah dari liberalisme (kebebasan berperilaku) yang dilandasi sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama tak boleh menyentuh undang-undang dan tidak boleh masuk di ruang publik.
Islam hadir dalam kehidupan, bukan hanya memberi solusi namun aturan Islam memberi langkah preventif. Dengan penerapan hukum Islam yang kaffah. Tragedi kekerasan seksual yang selama ini kerap terjadi tak mungkin akan terulang.
Islam mengatur dari mulai cara berpenampilan agar tidak mengundang orang-orang yang berpenyakit hati, yaitu pakaian yang menutup aurat sesuai syariat, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Tidak tabaruj (menonjolkan kecantikan fisik). Menundukkan pandangannya terhadap lawan jenis yang bisa menimbulkan syahwat, tidak ikhtilat (campur baur) laki-laki dan perempuan. Serta tidak boleh khalwat (bersepi-sepi/berdua-duaan) laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom.
Dari hukum-hukum ini kelihatan jelas, pacaran hukumnya haram. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh antara laki-laki dan perempuan berdua-duaan kecuali disertai dengan muhrimnya, dan seorang wanita tidak boleh berpergian kecuali ditemani oleh muhrimnya tanda” (Hadits Riwayat Muslim).
Apalagi sampai terjadi zina yang merupakan dosa besar. Maka Islam akan menegakkan sanksi tegas bagi pelaku zina bahkan sampai aborsi. Sanksi berupa rajam sampai mati bagi yang sudah menikah, dan cambuk 100x bagi yang belum menikah agar memberi efek jera.
Sekaligus memberi peringatan bagi yang lain. Selain itu sanksi dalam Islam akan membersihkan dari hukuman akhirat. Islam bahkan mengantisipasi peluang munculnya potensi kerusakan seksual melalui pengaturan tempat tidur dan kamar.
Allah SWT menyebutkan bahwa tidak boleh berbelas kasihan pada mereka yang berbuat zina. Karena termasuk dosa yang sangat besar. Sehingga tidak boleh terbawa rasa kasihan meskipun dilakukan oleh keluarga atau orang terdekat. Allah SWT memerintahkan agar hukuman terhadap mereka yang berzina supaya disaksikan oleh masyarakat atau para mukminin agar dijadikan pelajaran.
Namun sanksi tersebut hanya bisa dilaksanakan ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan.
Silahkan pilih, apakah hukum seperti saat ini yang katanya manusiawi sesuai HAM namun menumbuh suburkan kekerasan terhadap perempuan. Atau memilih hukum Islam yang berhasil menekan kejahatan dititik terendah. Serta mampu memuliakan harkat manusia.
Wallahu a'lam bishawab
Oleh: Halimah
(Sahabat Topswara)
0 Komentar