Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Setali Tiga Uang, Permendikbud Ristek 30 Produk Sistem Liberal


Topswara.com -- Laporan beberapa korban kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi oleh dosen dan karyawan/pegawai perguruan tinggi, menjadi sebab terbitnya Permendikbud no 30 tahun 2021 oleh Nadiem Makarim tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
 
Nida Sa’adah, seorang pakar Ekonomi dan Pengamat Politik, mengatakan bahwa kasus yang terjadi itu merupakan potret buram perguruan tinggi. Ini sebenarnya adalah potret yang sangat memalukan karena  perguruan tinggi tempat berkembangnya ilmu bahkan berkembangnya ilmu dalam tataran lanjut, dimana banyak riset, penelitian dilakukan. (Muslimah Media Center, 21 November 2021).  

Lebih lanjut Nida Sa’adah mengatakan bahwa luaran riset dipastikan dapat memberikan solusi permasalahan kehidupan masyarakat. Munculnya kasus-kasus kekerasan seksual tersebut justru menimbulkan masalah baru yang dilakukan oleh insan akademik, yang notabene mereka adalah para inteltual, sungguh sangat ironis. Kampus yang seharusnya menjadi tempat dikembangkannya ilmu malah menampilkan cerita yang memalukan. 
 
Pasal Sekuler dalam Pendidikan Sekuler Liberal 
 
Permendikbud ini banyak menuai kontroversi sebenarnya merupakan pasal yang secara eksplisit mencerminkan budaya liberal.  Pendefinisian kekerasan seksual pada pasal 5 ayat 2 yang memiliki ayat a. sampai dengan u, di beberapa ayat tertulis kata ‘tanpa persetujuan korban’.  Ayat-ayat yang tertulis kalimat ‘tanpa persetujuan korban’ pada poin: b, f, g, h, j, l, m.
 
Pada ayat 2 tersebut terdapat 7 point yang mengandung kalimat ‘tanpa persetujuan korban’. Inilah cermin regulasi tak kenal halal haram, regulasi sekuler dan liberal. 

Standar perbuatan dikatakan pelanggaran atau tidak, hanya mengacu pada “persetujuan” bukan melihat pada apakah perbuatan itu baik atau tidak. Contohnya, perbuatan memperlihatkan kelamin seharusnya sudah bisa dipahami sebagai perbuatan yang tidak baik. Tidak perlu diikuti dengan apakah yang bersangkutan setuju atau tidak. 

Belum lagi aturan ini hanya melarang perbuatan yang dilakukan di lingkungan kampus, maka akan sangat mudah untuk “mengakali”aturan dengan melakukan perbuatan yang dilarang di luar kampus. Sangat terlihat sekali aturan ini bersumber dari ideologi kebebasan maka menyetujuinya sama seperti menyediakan karpet merah masuknya kebebasan seksual dan tersingkirnya nilai- nilai agama. (FGD Ulul Albab, 20 Nopember 2021)
 
Perguruan tinggi yang tidak melaksanakan peraturan ini akan mendapatkan sanksi mulai dari pengghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana, sangsi akademis bagi pelaku hingga diturunkan nilai akreditasinya. (YouTube Kemendikbud RI seperti dilihat detikcom, Senin (15/11/2021).

Sanksi bagi PT ini menunjukkan bahwa Permen ini tidak hanya mendorong liberalisasi seksual di kampus, namun juga menegaskan represi rezim agar semua institusi PT mengikuti tanpa ada celah mengkritisi. Begitu pula sikap rezim yang mengabaikan kelompok masyarakat yang mengkritisi hingga menolak permen liberal ini, menjadi bukti bahwa tujuan pemberlakuan bukanlah memberantas kekerasan seksual di kampus, namun lebih dominan menjadi alat makin mengokohkan paradigma kesetaraan gender dan liberal pada berbagai lini.  Agenda global Rand Corporation.  
 
My Body My Authority
 
Adanya narasi yang menyatakan bahwa perempuan memiliki hak penuh terhadap dirinya (my body my authority) juga diungkap oleh salah satu pembicara. Padahal pemahaman ini berasal dari konsep gender sementara sebagai muslimah terikat dengan aturan Allah. 

Hendaknya kita belajar dari mereka yang mengagungkan kebebasan ini, bahwa Australia yang menerapkan konsep persetujuan, ternyata 1 dari 5 student mengalami pelecehan dan kekerasan seksual  (penelitian tahun 2015 yang ini dilakukan terhadap 40.000 student ). Sudah terlihat bahwa konsep ini tidak juga berhasil menghilangkan kekerasan seksual. (FGD Ulul Albab, 20 Nopember 2021)


Aturan Agama tidak Down to Earth
 
Ada sebagian kalangan yang menyatakan bahwa aturan agama itu tidak down to earth.  Pernyataan ini adalah tuduhan yang tidak berdasar, menunjukkan ketidakpahaman dan minimnya literasi terhadap tsaqofah dan peradaban Islam. Pernyataan ini semata-mata bertujuan memarginalkan agama dalam kehidupan.  Hanya orang-orang sekuler sajalah yang tidak ingin agama turut campur mengatur kehidupannya. Alhasil, kehidupan kaum sekuleris pasti akan merusak peradaban dunia. (FGD Ulul Albab, 20 Nopember 2021)


Aturan Islam dari Al-Hakim

Permendikbud ini dianggap sangat solutif karena diambil dari perspektif korban maka berbeda halnya dengan Islam. Dalam Islam aturan dibuat dari perspektif al Hakim, Sang Mudabbir yang memahami manusia laki-laki dan perempuan. Standar yang dikatakan baik dan buruk di dunia akan sama dengan standar di akhirat nanti. Perbedaan mendasar adalah basisnya (manusia makhluk Allah wajib terikat dengan aturan Allah).  

Islam memandang persoalan secara holistik, tidak bias untuk laki-laki saja atau perempuan saja. Aturan Islam juga bersifat preventif, promotif, kuratif, holistik, jadi tidak kemudian ada persoalan, baru dipikirkan aturannya. Dalam sejarah peradaban Islam tidak ditemukan kasus memalukan seperti sekarang ini. (FGD Ulul Albab, 20 Nopember 2021)

Khatimah

Agama yang memiliki aturan sangat lengkap dan rinci hanya Islam. Islam telah terbukti dapat menyelesaikan persoalan yang muncul dan juga mewujudkan kehidupan yang mulia baik laki-laki dan perempuan, baik muslim maupun non muslim. 

Jika sistem kapitalisme mencari solusi setelah ada kejadian, maka sistem Islam sudah mengantisipasi kejadian yang akan muncul dengan syariat-syariat yang komprehensif, syamil, dan sempurna. Dengan demikian para laki-laki menjadi pribadi yang memuliakan perempuan karena landasan takwa yang kuat.  Tidak akan terjadi pergaulan bebas, ikhtilat, khalwat, sampai dengan perbuatan keji yang berkelanjutan. 

Islam juga telah menyediakan sistem sanksi bagi pelaku kejahatan (jarimah). Kejahatan seksual seperti perzinaan, LGBT, prostitusi (pelacuran), pencabulan termasuk dosa yang melanggar hukum syariat. Islam memiliki sistem sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual dalam bentuk apapun. Wallahu ’alam bish-shawab

Oleh: Setya Soetrisno
Pemerhati Pendidikan

Sumber:
FGD Ulul Albab, 20 Nopember 2021
https://www.topswara.com/2021/12/permendikbud-budaya-liberal-bahayakan.html
https://www.topswara.com/2021/11/permendikbud-ristek-nomor-30-tahun-2021.html 
https://www.topswara.com/2021/11/mengabaikan-ppks-kampus-dapat-sanksi.html 
Muslimah Media Center, 21 November 2021
Muslimah News.Id
Permendikbudristek no 30
YouTube Kemendikbud RI seperti dilihat detikcom, Senin (15/11/2021).
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar