Header Ads Widget

Sebut Tuhan Bukan Orang Arab, Wujud Moderasi Beragama


Topswara.com -- Baru-baru ini muncul pernyataan kontroversial, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman yang mengatakan Tuhan bukanlah orang Arab. "Kalau saya berdoa setelah shalat, doa saya simpel aja, ya Tuhan pakai bahasa Indonesia saja, karena Tuhan kita bukan orang Arab," ucap Dudung saat menjadi bintang tamu Deddy Corbuzier di Podcast YouTubenya sebagaimana dikutip di Jakarta, Rabu (1/12/21).

Sebelumnya, Dudung juga menjadi perhatian publik karena menurunkan ratusan baliho tentang pentolan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab. Selain itu, ia juga pernah menjadi sorotan karena menyatakan semua agama sama di mata Tuhan. 

Sejumlah kalangan dan tokoh agama sangat menentang keras pernyataan ini. Sebut saja, Imam Shamsi Ali yang merupakan Imam di Islamic Center of New York dan Direktur Jamaica Muslim Center bersuara terkait pernyataan Dudung Abdurachman ini.
"Bapak Jenderal, berdoa pakai bahasa apa saja tidak masalah. Tapi tidak perlu Tuhan dikaitkan dengan etnis/bangsa," cuit Shamsi dalam akun Twitter pribadi sebagaimana dikutip di Seputartangsel.com, Rabu (1/12/2021). "Statement Jenderal Keliru: 1) Tuhan memang pastinya bukan orang. Karena bukan orang maka 2) Tuhan tidak dibatasi oleh kebangsaan/etnis/ras," tambah Shamsi dalam cuitannya.

Bahaya Moderasi Beragama

Moderasi beragama adalah sebuah cara pandang terkait proses memahami dan mengamalkan ajaran agama agar dalam melaksanakannya selalu dalam jalur yang moderat (jalan tengah). Dalam arti perlu memoderasikan  pemahaman. Sehingga terjadi penerimaan yang lebih luas terhadap gagasan liberal tentang hak individu, demokrasi, toleransi, dan pluralisme. 

Inilah bahaya moderasi beragama. Karena tidak diukur dengan cara pandang Islam dalam memahami dan mengamalkan ajarannya sendiri. Sebagaimana narasi yang disampaikan KSAD Jendral Dudung Abdurrachman di atas.

Kampanye moderasi beragama ini makin hari makin masif. Tentu yang menjadi ikon dalam menderaskannya adalah tokoh, kaum intelektual bahkan ulama su’ pun ikut andil dalam mengkampanyekannya. Karena mereka orang-orang yang tertididk dengan tsaqafah Barat. Barat (baca : negara Kapitalis) sangat memahami agar jualan mereka laku di pasar kaum Muslim, maka yang menjajahkannya haruslah dari kaum Muslim itu sendiri. Pasalnya ada label halal yang disematkan dalam produk kapitalis. Jika umat Islam tidak paham dengan Islam yang sesungguhnya maka umat akan menelan produk haram kapitalis ini.

Jadi sangat jelas bahwa, narasi moderasi beragama ini digunakan untuk memberikan doktrin Islam model Barat yang ditanamkan pada benak generasi umat Islam. Dengan gagasan tersebut, Barat berharap umat Islam akan terjebak pada ide mereka. Sehingga mampu melanggengkan penjajahan mereka di dunia Islam. 

Kembali kepada Kemurnian Islam
Islam merupakan agama yang sempurna. Wahyu diturunkan Allah SWT kepada baginda Nabiyullah Muhammad SAW yang meliputi akidah dan syariah. 

Sebagai seorang Muslim, sejatinya kita dituntut untuk senantiasa menggenggam erat akidah Islam serta selalu memurnikannya. Sehingga akidah itu tidak ternodai oleh ide-ide kotor yang bisa merusak kesuciannya. Dalam hal akidah, seorang Muslim senantiasa dituntut untuk tidak bertaqlid. Melainkan diperoleh dengan jalan berpikir dan menelaah dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan.  

Dengan begitu, seorang Muslim akan mampu memenuhi segala kewajiban yang telah ditetapkan. Apabila kewajiban itu belum mampu terlaksana ia akan berupaya sekuat tenaga untuk melaksanakan dan mewujudkan kewajiban itu sebagai konsekuensi dari keimanan terhadap akidahnya. 

Sebaliknya, apabila hal-hal yang bertentangan dengan keyakinannya (akidah Islam) merajalela di depan matanya. Maka ia akan berupaya dengan segala kemampuan untuk menumpasnya. Ini adalah wujud ketakwaan.

Al-Qur'an menjelaskan, "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” (TQS al-Baqarah [2] : 208]. 

Jadi, setiap Muslim wajib masuk Islam secara menyeluruh. Baik dalam akidah maupun syariahnya. Tidak boleh setengah-setengah. Apalagi kemudian mencampur ajaran-ajaran Islam dengan ide-ide asing dalam hal ini narasi moderasi beragama. 

Dalam perkara ini umat Islam dituntut secara mutlak. Mereka harus merujuk pada Islam baik dalam urusan ibadah, akhlak, muamalah, sosial, politik, ekonomi, pendidikan. Bahkan urusan kenegaraan pun wajib disandarkan pada Islam semata. Tak boleh ada kompromi dalam asas ini. Islam saja yang wajib menjadi asas dalam melakukan segala aktivitas. Ini konsekuensi wajar bagi setiap orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai seorang Muslim. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Yusseva, S.Farm.
(Sahabat Topswara)

Posting Komentar

0 Komentar