Topswara.com -- Salah satu ciri khas peradaban sekuler yang paling menonjol dalam bidang pergaulan adalah kebebasan interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan. Maka saat ini lazim kita saksikan laki-laki dan perempuan bergaul bebas nyaris tanpa batas. Baik di ruang privat maupun di tempat umum.
Akibatnya, kasus kekerasan seksual di negeri tercinta ini tak henti berulang terjadi. Bagai potret gunung es yang tersembunyi. Hanya beberapa yang berlihat di permukaan, namun keberadaan nya ternyata mengakar hingga ke dasar. Sungguh miris!
Diantaranya seperti yang sempat viral diberitakan beberapa waktu lalu. Kasus bunuh diri sebagai puncak depresi akibat kekerasan di masa pacaran berhasil menarik perhatian masyarakat hingga para pejabat negara.
Seorang wanita berinisial NWR ditemukan meninggal dunia di makam ayahnya yang berada di Dusun Sugian, Desa Japan, Kecamatan Suko, Kabupaten Monokerto, Jawa Timur.
Sebelumnya, Wakapolda Jawa Timur Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo mengungkapkan bahwa mahasiswi Universitas Brawijaya (UB) Malang tersebut telah melakukan aborsi sebanyak dua kali hingga akhirnya nekat melakukan aksi bunuh diri.
Slamet menerangkan, keduanya melakukan hubungan layaknya suami istri yang terjadi mulai tahun 2020 hingga 2021, yang dilakukan di wilayah Malang yang dilakukan di kos maupun di hotel. (okezone.com, 05/12/2021)
Menanggapi hal tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga angkat bicara mengenai kasus Novia Widyasari (23) yang menenggak racun karena sang kekasih Bripda Randy Bagus memaksa melakukan aborsi. Bintang menyebut kasus yang menimpa Novia termasuk dalam kategori kekerasan dalam berpacaran atau dating violence. (Detiknews.com, 05/12/2021)
Tentu sangat besar harapan masyarakat agar kasus-kasus senada ini tidak lagi terulang. Sebab sungguh miris membayangkan, jika kasus serupa menimpa anak dan keluarga atau orang-orang di sekeliling kita. Apalagi jika kita lihat, sejatinya akar masalah ini, bukanlah sekadar masalah kekerasaan seksual dan pelanggaran HAM saja.
Ibarat pepatah lama mengatakan "tak ada asap kalau tak ada api". Maraknya kasus kekerasaan seksual dimasa pacaran, sejatinya bermula dari tidak adanya batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan, baik di ruang umum maupun secara privat.
Realita bahwa budaya pacaran dan seks bebas seolah hal yang sudah biasa dilakukan. Padahal jelas inilah pemicu dari sederet persoalan yg muncul, mulai dari pelecehan, kekerasaan seksual, aborsi, bahkan hingga berujung pembunuhan.
Pada dasarnya, inilah konsekuensi dari sistem kehidupan liberal yang sangat mengagungkan kebebasan. Dengan mengatas namakan HAM semua bebas dilakukan. Sehingga wajar, hari ini kita saksikan berseliweran pemberitaan tentang kekerasan maupun pelecehan seksual.
Oleh karena itu, dalam menyikapi kasus ini tidak cukup hanya sekedar dikawal dengan penangkapan pelaku atau pacar korban, sepatutnya kejadian ini mendorong kita untuk memperbaiki tata pergaulan dan menghapus beragam nilai liberal di negeri ini.
Adapun solusi yang dikeluarkan para pemangku kebijakan pun nyatanya tak menuntaskan permasalah hingga ke akarnya. Sebutlah kebijakan baru yang belum lama ini dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim yaitu Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permendikbud Ristek PPKS).
Alih-alih mendapatkan dukungan, aturan yang baru muncul ini justru menuai penolakan dari berbagai kalangan. Sebab esensi dari Permendikbud Ristek PPKS ini dalam setiap poinnya dinilai banyak mengesampingkan norma agama.
Di sisi lain, aturan ini mengundang bahaya besar bagi generasi. Bukan menyelesaikan masalah. Namun justru dikhawatirkan membuka pintu lebar liberalisasi seksual di tengah generasi.
Makin maraknya kasus kekerasan seksual saat ini sejatinya makin menunjukkan bahwa solusi ala sistem sekuler-liberal tidak mampu menyelesaikan persoalan. Namun sebaliknya, hanya akan memunculkan permasalahan baru yang lebih besar.
Sungguh, tidak ada pilihan lain selain kembali pada Islam sebagai agama sempurna yang memiliki sistem aturan dalam kehidupan. Islam menetapkan beberapa kriteria syar’i pergaulan antara laki-laki dan perempuan untuk menjaga kehormatan, melindungi harga diri dan kesuciannya. Kriteria syar’i itu juga berfungsi untuk mencegah perzinahan dan sebagai tindakan prefentif terjadinya kerusakan massal.
Di antara aturan Islam dalam masalah pergaulan yaitu: Pertama, Islam mengharamkan khalwat (berdua-duaan) antara seorang laki-laki dan perempuan bukan mahram.
Rasulullah SAW. bersabda (artinya):
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki dan perempuan berkhalwat, kecuali jika perempuan tersebut disertai mahramnya.” (HR. Bukhari)
Kedua, Islam juga melarang ikhtilat (campur-baur) tanpa alasan syar’i di dalamnya.
Sejak masa Rasululullah SAW keterpisahan antara kehidupan laki-laki dan perempuan senantiasa terjaga. Hal ini nampak dalam pengaturan antara shaf (barisan) shalat perempuan yang terpisah dari shaf laki-laki.
Kedua, Islam juga mendorong kaum laki-laki dan perempuan untuk tidak berdesak-desakan di tempat umum. Maka tidak akan ditemukan berbagai model campur baur seperti dalam konser musik, kafe, diskotek, tempat wisata dan lain-lainnya.
Ketiga, Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat. Batas aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Sementara aurat perempuan adalah seluruh anggota tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Keempat, Islam melarang berzina dan mendekatinya. Hal ini menegaskan bahwa semua kondisi yang berpotensi menjadi jalan terjadinya perzinaan juga tidak akan dibiarkan terjadi.
Kelima, Islam juga mengatur safar (perjalanan) bagi perempuan. Tidak dibenarkan bagi perempuan melakukan safar selama sehari semalam tanpa disertai mahram. Hikmahnya adalah untuk menjaga keamanan kaum perempuan dari ancaman bahaya yang bisa datang kapan saja selama dalam perjalanan.
Maka, perempuan akan dicegah melakukan berbagai perjalanan tanpa mahram yang memakan waktu selama berhari-hari baik atas nama kecintaan pada petualangan dan lain-lainnya seperti lazimnya dalam peradaban sekuler saat ini.
Selain berbagai aturan tersebut, sistem Islam juga memiliki sanksi yang tegas atas pelanggaran yang terjadi. Misalnya, akan menghukum para pezina baik yang sudah menikah maupun yang belum pernah menikah.
Allah SWT berfirman yang artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali cambukan...”. (TQS an-Nur:2)
Ini hukuman bagi pezina yang belum pernah menikah. Bagi yang sudah menikah akan dirajam sampai mati.
Dengan sistem sanksi yang tegas ini, akan melindungi umat dari hal yang menjerumuskan pada maksiat. Hal ini sudah terbukti sepanjang sejarah penerapan Islam selama berabad-abad.
Berbagai aturan yang sudah dijabarkan di atas, mustahil akan bisa diterapkan sempurna dalam sistem sekuler kapitalis saat ini. Padahal inilah cara Islam menjaga pergaulan setiap individu. Aturannya bukan untuk mengekang, melainkan untuk memuliakan.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali pada penerapan aturan Islam secara totalitas, yang mampu memberikan solusi tuntas dan sistemik dalam memberantas kekerasan seksual. Tentunya, solusi ini hanya dapat terwujud ketika negeri ini menerapkan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Karena sungguh, atas semua kejumudan ini, hanya Islam solusinya.
Wallahu a'lam bishshawwab
Oleh: Mesi Tri Jayanti, S.H.
(Sahabat Topswara)
0 Komentar