Topswara.com -- Kasus kekerasan seksual di Indonesia seperti tak ada selesainya. Ini terbukti dengan adanya kasus pelecehan seksual dari tahun ke tahun yang masih saja ditemukan, meskipun para pelaku sebelumya ada yang sudah diberi hukuman penjara.
Akhir tahun 2021 ini, publik kembali terkejut dengan ditemukannya kasus terkait. Bermula dari seorang perempuan yang ditemukan tewas menenggak racun di samping makam ayahnya, buntut dari kisah asmaranya. Kisah lain datang dari seorang ibu rumah tangga asal Riau yang diperkosa di depan anaknya oleh empat pria, bahkan diduga salah satu anaknya berusia dua bulan dibunuh oleh pelaku dengan cara dibanting. Berikutnya adalah kisah dua belas siswa yang diperkosa oleh gurunya di Bandung yang juga membuat publik geram dan mengutuknya.
Kisah-kisah tadi hanya sebagian kecil dari kasus pelecehan seksual yang terjadi. Setidaknya menurut komnas Perempuan mencatat hingga November 2021 sudah lebih dari empat ribu kasus kekerasan terhadap perempuan termasuk di dalamnya pelecehan seksual sepanjang tahun 2021 ini. Angka ini meningkat dari kasus yang ditemukan di tahun sebelumnya. (wartaekonomi.co.id, 14/12/2021)
Publik tentu geram dengan rangkaian kejadian tersebut, hingga tak sedikit yang menyalahkan pihak lelaki yang tak bisa menahan nafsunya. Pernyataan ini tentu tak salah karena manusia yang bertindak tanpa iman dan akal sehat akan cenderung mengumbar nafsunya bahkan melebihi binatang dan iblis sekali pun.
Tapi apakah kejadian demi kejadian keji tersebut terjadi semata kesalahan pihak lelaki yang tak mampu menahan nafsunya ataukah ada faktor lain yang menyebabkannya? Mengingat kejadian tersebut bisa terjadi di ruang publik atau privat dan pelakunya pun beragam, pacar, keluarga dekat, preman, sampai bahkan guru ngaji sekali pun.
Salah Siapa?
Naluri seksual adalah fitrah penciptaan manusia, setiap orang memilikinya dan memerlukan penyaluran hanya saja keinginan menyalurkan atau memuaskan naluri tersebut tak muncul secara mendadak, ada faktor-faktor yang memicu munculnya. Faktor munculnya keinginan penyaluran naluri seksual bisa datang dari media-media yang membangkitkan syahwat yang saat ini mudah ditemui dari televisi, majalah, game-game online, situs -situs internet yang mudah diakses di handphone.
Bebasnya pergaulan pria dan wanita dan terbukanya aurat di kehidupan publik pun mampu merangsang bangkitnya naluri tersebut. Faktor-faktor tersebut lahir dari gaya hidup sekularisme yang telah menjadi pemikiran masyarakat. Berbagai kondisi tersebut menyebabkan semakin banyak perilaku kejahatan seksual yang muncul.
Tak cukup itu saja, tiadanya hukuman yang tegas dan memberi efek jera para pelaku kejahatan seksual turut andil di dalamnya. Sebagaimana yang terjadi di Indonesia, dari tahun sebelumnya sudah banyak pelaku kejahatan seksual yang tertangkap dan dipenjara, tetapi faktanya hal tersebut tidak bisa menekannya justru semakin meningkat angka kejadiannya.
Kejahatan seksual adalah perilaku bejat, masalah serius yang harus dihentikan dan diselesaikan setuntas-tuntasnya. Kejadian tersebut memberi efek trauma bagi korban bahkan sampai menghilangkan nyawa sebagaimana yang baru-baru ini terjadi pada perempuan asal Mojokerto yang rela menenggak racun. Belum lagi pandangan buruk dan rendah terhadap korban di tengah masyarakat yang bisa terjadi dan semakin memperburuk mental korban kekerasan.
Islam Menyelesaikan Kejahatan Seksual
Islam memandang kejahatan seksual baik berupa pelecehan maupun pemerkosaan adalah perbuatan keji. Pelakunya dihukum sebagaimana pelaku zina, bagi yang belum menikah dihukum cambuk seratus kali serta pelakunya diasingkan selama setahun. Adapun hukuman bagi yang sudah menikah dirajam yaitu tubuh pelaku dibenamkan ke dalam tanah hingga sebatas dada lalu dilempari hingga mati, dilakukan di tempat umum, disaksikan publik sehingga memberi efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi yang lain agar tidak melakukan hal serupa.
Disamping itu, tentu Islam memberi solusi komprehensif agar tidak terjadi perilaku kejahatan seksual. Dimulai dari memperbaiki sistem pergaulan pria dan wanita, yaitu :
Pertama, larangan wanita dan pria bukan mahram berkhalwat atau berduaan.
Kedua, larangan membuka aurat baik perempuan maupun lelaki di depan yang bukan mahram mereka. Aurat pria adalah dari pusar hingga kelutut, adapun aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan dua telapak tangan. Pakaian yang mampu menutup aurat ini adalah pakaian longgar yang tidak menunjukkan lekuk tubuh dan menerawang.
Ketiga, perintah untuk menundukkan pandangan baik perempuan maupun laki-laki. Perintah ini tentu menghindarkan diri dari pandangan seksual ataupun hal yang tidak menyenangkan baik tanpa disetujui maupun disetujui karena larangan ini bersifat umum. “Zina kedua mata adalah dengan melihat.” (HR. Muslim)
Keempat, larangan ikhtilat, yaitu campur baur perempuan di dalam sebuah forum / tempat. Larangan ini tentu akan mencegah munculnya syahwat karena perzinaan bisa muncul dari pikiran kotor, dan pikiran kotor bisa muncul ikhtilat dan pandangan mata.
Kelima, Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus, komunitas wanita terpisah dengan komunitas pria sehingga mengurangi interaksi pria dan wanita agar tidak muncul benih-benih cinta yang tidak halal di antara mereka atau pun keinginan untuk melakukan kekerasan seksual. Penjagaan ini telah dicontohkan misalnya dalam shaf sholat, pesta pernikahan yang terpisah antara tamu pria dan wanita, dan lainnya.
Keenam, Islam menjaga dalam hubungan kerjasama antar pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam masalah muamalah, bukan hal yang bersifat khusus seperti saling mengunjungi yang bukan mahram, berlibur bersama, dan sejenisnya.
Ketujuh, larangan tabarruj yaitu berlebihan dalam berhias dan berpakaian, yang mengundang orang lain yang bukan mahram berdecak kagum sehingga membangkitkan syahwat.
Kedelapan, disamping poin di atas tentu Islam melarang media-media yang membangkitkan syahwat baik berupa cerita, foto, maupun video baik media-media tersebut mengatasnamakan seni maupun atas persetujuan obyek medianya.
Dengan diterapkannya sistem pergaulan Islam dan uqubat/ sanksi di dalam Islam maka kejahatan seksual akan teratasi. Tak hanya itu saja, semua kerusakan yang terjadi karena maraknya perzinaan dan kejahatan seksual seperti kacaunya nasab, trauma korban, penelantaran anak hasil zinapun bisa teratasi.
Hukum Islam memberi solusi komperhensif terhadap masalah kekerasan seksual tanpa memunculkan dan meninggalkan masalah lain, memberi efek jera bagi pelaku juga mencegah orang lain melakukan hal yang serupa karena ketegasan hukumannya. Maka hukum dan aturan mana yang lebih baik, selain hukum dan aturan buatan Allah Ta'ala?
Oleh: Rohmi Ummu Rafie
(Praktisi Home Schooling di Bantul, DIY)
0 Komentar