Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kapitalisme Suburkan Pelecehan Seksual Berkedok Agama


Topswara.com -- Pagar makan tanaman. Seorang guru yang mestinya menjaga dan mendidik muridnya secara baik, justru tega merusak masa depan muridnya. Miris tindakan asusila oknum guru terhadap santriwatinya yang terjadi di Bandung.
 
Kasus pelecehan seksual tersebut menjadi trending ditwitter. Tindakan cabul pengasuh pesantren Tahfidz Madani (HW, 36) terhadap 12 murid/santriwatinya dari tahun 2016-2021 yang berusia 16-17 tahun. Meski kasusnya sudah ditangani PN Bandung, publik ramai menuntut hukuman berat terhadap aksi bejat pelaku.
 
Menurut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam sidang yang digelar terdapat empat korban yang hamil dan sudah melahirkan. Bahkan ada yang sudah melahirkan yang kedua kali. Anak tersebut digunakan sebagai kedok/alat untuk mencari dana pesantren ke sejumlah pihak (detik.news, 9/12/21).
 
Dilansir dari CNNIndonesia (10/12/21), kasus serupa juga terjadi di berbagai wilayah. Wilayah tersebut meliputi Tasikmalaya (Jabar), Cilacap (Jateng), Ogan Ilir (Sumsel), Mojokerto, Trenggalek dan Jombang (Jatim), Lhokseumawe (Aceh), Pinrang (Sulsel).
 
Tercatat oleh Komnas Perempuan, terdapat 51 kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan dalam rentang 2015 sampai Agustus 2020. Pesantren atau pendidikan berbasis agama menduduki peringkat kedua, atau 19 persen.
 
Inilah fakta buram pendidikan di negeri mayoritas Muslim ini. Sampai menjelang akhir 2021, masalah tersebut belum terselesaikan. Bahkan semakin bejat dengan terkuaknya kasus HW. Apa yang menjadi akar penyebab masalahnya?
 
Pendidikan Sekuler Menihilkan Realisasi 
 
Negeri ini telah mengadopsi sistem kapitalisme/sekuler sejak awal didirikan. Sehingga adanya pemisahan agama dari kehidupan menjadi asas dalam kehidupan. Agama dianggap urusan individu, negara tidak berhak mencampurinya. Sampai dalam pendidikan pun, sekularisasi terus digulirkan. 

Agama hanya boleh berperan dalam ibadah ritual. Namun, negara juga tidak mengurusi apakah masing-masing penganut agama telah beribadah sesuai tuntunan atau tidak. Sehingga banyak ditemui, kaum Muslim yang tidak menjalankan shalat dan puasa Ramadan. Padahal itu kewajiban bagi mereka.
 
Kapitalisme juga mengajarkan kebebasan berperilaku tanpa mengindahkan halal dan haram. Kesenangan materi dan fisik sangat diagungkan. Hal ini menimbulkan kegaduhan dengan masing-masing individu berlomba meraih kepuasan dunia maupun fisik.
 
Naluri seksual yang secara fitrah berasal dari Sang Pencipta, Allah SWT disalahgunakan penyalurannya. Adanya syahwat yang berkeliaran ini muncul dari tontonan yang merangsang nafsu seksual. Kebiasaan mengakses media porno, bisa mengakibatkan tindakan bejat dan amoral, melupakan aturan agama. Wajar, karena dalam kapitalisme, agama hanya sebatas teori, nihil aplikasi. 
 
Pendidikan dan Biaya Hidup Mahal
 
Kapitalisme mencipta kesenjangan dalam kehidupan. Adanya perbedaan yang mencolok antara yang kaya dan miskin sudah menjadi polanya. Pendidikan dasar umum (SD-SMP) memang sudah digratiskan oleh negara. Namun sayangnya dalam sekolah umum, materi pendidikan agama sangatlah minim. Hanya dua jam dalam sepekan. 
 
Maka banyak orang tua lebih memilih sekolah berbasis agama, agar anak-anaknya lebih mendapatkan pendidikan Islam. Sekolah berbasis agama atau yang dikenal pesantren biasanya dikelola oleh swasta. Baik individu perorangan maupun kelompok masyarakat. Hal inilah yang kadang menyebabkan biaya mahal. Sekolah swasta harus mendapatkan biaya sendiri/mandiri untuk operasional pendidikan.
 
Sehingga wajar, adanya sekolah gratis menjadi impian bagi masyarakat yang kurang mampu. Inilah yang dijadikan modus oleh manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab. Mereka mendirikan yayasan pendidikan abal-abal bermodus pendidikan agama. Padahal legalisasi/ijinnya belum ada, namun sudah menerima santri. Lemahnya pengawasan dari negara terhadap pola pendidikan sekolah tanpa ijin pun menjadi penunjangnya.
 
Pendidikan Berideologi Islam 
 
Berbeda apabila negara berdasar sistem Islam, menjadikannya sebagai arah pandang kehidupan. Aturan Islam diamalkan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Penanaman akidah dan keterikatan terhadap syariat sangat diutamakan. Mulai dari pendidikan tingkat dasar sampai menengah. Anak didik akan dipahamkan bahwa setiap perbuatan ada syariat yang mengatur. Termasuk hubungan terhadap lawan jenis, bagi anak didik yang menginjak baligh. 
 
Anak didik akan senantiasa berpijak kepada ketakwaaan kepada Allah SWT. Mereka menjalani perintah dan takut melanggar aturan-Nya. Hal ini membekas sampai mereka lulus dan menjadi bagian dari masyarakat. Negara akan memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan, agar terjangkau oleh masyarakat. Bahkan memberi fasilitas gratis, hingga pendidikan tingkat tinggi.
 
Biaya murah bahkan gratis, membuat anak didik fokus menuntut ilmu setinggi-tingginya dan mengamalkannya dalam kehidupan. Inilah yang melahirkan manusia-manusia terdidik dan kuat imannya.

Maka haruskah kita bertahan dengan sistem yang ada saat ini?
 
Wallahu a'lam bishawwab
 

Oleh: Nita Savitri
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar