Topswara.com -- Memasuki tahun 2022, pemerintah merencanakan untuk melakukan kenaikan tarif listrik PLN. Saat ini, pemerintah sedang mengkaji kenaikan tarif listrik pada tahun depan 2022. Untuk nasabah PLN, mereka akan dikenakan biaya tambahan memasuki tahun 2022. Pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengatur kembali menerapkan penyesuaian tarif pada 2022.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) mengatakan jika kondisi pandemi Covid-19 membaik, kemungkinan besar penyesuaian tarif ini akan kembali diterapkan sesuai aturan awal pada 2022. Apalagi sebanyak 13 kelompok individu yang membeli listrik nonsubsidi harus siap dengan kenaikan tarif mulai tahun depan. (BanjarmasinPost.Co.Id, 10/12/2021).
Bahkan pemerintah bersama Badan Anggaran DPR RI sedang membahas penyesuaian tarif listrik atau penyesuaian tarif yang akan diterapkan tahun depan. Besaran kenaikan tarif belum ditentukan karena akan disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat pandemi Covid-19 membaik.
Tarif listrik untuk tingkat pelanggan non subsidi ini bisa fluktuatif, naik atau turun setiap tiga bulan sekali, disesuaikan minimal tiga faktor yaitu nilai tukar mata uang, harga minyak dunia, dan inflasi. Selain itu, alasan kenaikan drastis tagihan listrik pada tahun 2021 adalah karena konsumsi listrik pelanggan.
Setelah skema stimulus bantuan listrik terbaru yang berlaku hingga Juni 2021, di mana pelanggan kelompok rumah tangga listrik 450 VA yang awalnya dibebaskan dari biaya 100 persen hanya mendapatkan pengurangan lima puluh.
Sementara itu, Direktur Human Capital Management PT PLN (Persero), Syofvi F. Roekman, menegaskan pihaknya tidak pernah memanipulasi penghitungan tarif. Perhitungan yang dilakukan didukung dengan hasil meteran yang bahkan mungkin dilakukan oleh pelanggan sendiri.
Yang menjadi pertimbangan di sini adalah tidak peduli apa yang naik, tarif atau tagihan adalah sama dengan dibayar terlepas dari alasannya adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa mereka terus tumbuh dan masih mencekik orang. Sangat menyakitkan untuk diukur dalam manajemen para penguasa sistem kapitalis.
Jika tidak mati perlahan berkat semua kebijakan liberal, maka akan langsung mati karena membuat keputusan yang salah. Maka tidak heran jika tagihan listrik bisa naik di tengah perekonomian yang lesu akibat dampak pandemi, apalagi ditambah fakta bahwa listrik mungkin menjadi kebutuhan beberapa orang, jadi terlepas dari seberapa mahalnya, mereka' kembali akan tetap berlalu.
Sedangkan, dalam pandangan Islam bahwa listrik adalah kepemilikan publik, tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan. Karena sebagaimana sabda Rasulullah: "Umat Islam membutuhkan (berserikat) dalam tiga hal: ladang, air dan api". (HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Karena listrik sebagai bahan bakar termasuk dalam kategori api (energi) begitu juga batubara, minyak dan gas sebagai sumber energi yang digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik baik oleh PT PLN dan oleh karena itu pihak swasta juga dimiliki. Maka kepemilikan swasta dilarang. Sehingga menjadi tanggung jawab negara untuk menjamin kebutuhan listrik bagi rakyatnya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dengan harga sesekali bahkan gratis.
Syariat Islam telah mendirikan negara (khilafah) karena wakil ummat mengatur perakitan dan distribusi energi (termasuk listrik) untuk kepentingan rakyat.
Negara seharusnya tidak mengambil keuntungan dari properti bersama ini. Negara hanya boleh memungut tarif sebagai kompensasi atas harga pembuatan dan pendistribusian barang-barang tersebut (lihat: Abdurrahman al-Maliki, As-Siyâsah al-Iqtishâdiyah al-Mutslâ).
Sudah saatnya kita memahami bahwa sebenarnya kita membutuhkan seorang pemimpin yang shalih yang ingin memegang prinsip-prinsip yang berasal dari Allah SWT, agar setiap kebijakan yang dikeluarkan tidak berangkat dari syariat. Pemerintah yang bertanggung jawab atas setiap layanan dan yang paling signifikan yang ingin menggunakan hukum syariah kaffah.
Negara yang menerapkan sistem Islam sedemikian memperhatikan kebutuhan rakyatnya. Saatnya mencampakkan kapitalisme sekularisme berganti pada Islam kaffah dalam naungan khilafah. Sistem yang terbukti mampu memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya selama berabad-abad Islam.
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Asma Sulistiawati
(Mahasiswi UM Buton)
0 Komentar