Topswara.com -- Filolog Salman Iskandar menyampaikan, Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati, diposisikan sebagai penguasa Islam pertama di era kesultanan Islam Cirebon.
“Beliau (Syarif Hidayatullah) diposisikan sebagai penguasa Islam pertama di era kesultanan Islam yang ada di Cirebon,” tuturnya di YouTube Cinta Qur’an TV pada rubrik Kata UFK, dengan tajuk Jarang Diketahui! Banyak Peninggalan Islam di Tempat Ini, Senin (29/11/2021).
Salman menjelaskan, pada waktu Islamisasi berlangsung di wilayah Cirebon, ada sosok sentra yang namanya terkemuka, bernama Sunan Gunung Jati atau Pangeran Syarif Hidayatullah. "Bila ditelusuri lebih lanjut, Pangeran Syarif Hidayatullah ini ternyata merupakan cucu Prabu Siliwangi, dari jalur ibu. Sementara gelar syarif yang disandangnya, berasal dari ayahnya yang nasabnya nyambung kepada Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib," jelasnya.
Ia meneragkan bahwa keturunan Prabu Siliwangi yang pertama bernama Pangeran Cakrabuana Walangsungsang dan putri yang kedua bernama Nyi Mas Rara Santang.
"Pada saat beliau (Nyi Mas Rara Santang) selesai menunaikan haji ke baitullah bersama kakaknya (Raden Walangsungsang), dia dinikahi salah seorang penguasa Mesir, namanya Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim, yang nasabnya nyambung kepada Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib. Seorang syarif, seorang sayid, jadi termasuk habaib kalau di kita,” terangnya.
Ia memaparkan, setelah Nyi Mas Rara Santang dinikahi oleh Syarif Abdullah (salah seorang penguasa Kesultanan Mamlukiyah yang ada di kota Ismailiyah), ia dianugerahi nama Syarifah Mudaim, sebagai bentuk kemuliaan, penghormatan dari keluarga Nabi, Bani Hasyim, Bani Abdul Muthalib, para syarif dan para sayyid.
"Kekuasaan Bani Mamlukiyah yang berpusat di Kairo Mesir, merupakan pelindung dan penjaga dari kekhilafahan Bani Abasiyah. Dari pernikahan tersebut, lahir dua orang putra, Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah," paparnya.
“Ketika Syarif Hidayatullah berusia 22 tahun, ia dibawa oleh uwaknya (Pangeran Cakra Buana Walangsungsang) ke Cirebon untuk berjuang. Kalau kita posisikan seperti para waliyullah untuk berdakwah,” lanjutnya.
Salman membeberkan, ketika Syarif Hidayatullah tiba di Cirebon, ia dijodohkan oleh uwaknya, (Pangeran Walangsungsang) dengan putrinya, Nimas Pakungwati. Maka, terjadi perjodohan antara putra Nyimas Rara Santang dengan putri Pangeran Walangsungsang, dua saudara sepupu dan sama-sama cucu Prabu Siliwangi.
“Maka kemudian, Pangeran Cakra Buana sebagai adipati atau sebagai gubernur wilayah Cirebon bagi kekuasaan Galuh Pajajaran di era Prabu Siliwangi tadi, makanya kemudian beliau menganugerahkan wilayah ini kepada menantu yang sekaligus keponakannya sendiri, Syarif Hidayatullah. Itu terjadi pada tahun 1479, ketika Syarif Hidayatullah berusia 37 tahun,” bebernya.
Ia menuturkan, sejak perjodohan tersebut, maka Syarif Hidayatullah menjadi penguasa Kesultanan Islam di Cirebon, berselang satu tahun setelah Sultan Muhamad Fattah yang dikenal dengan Raden Patah menjadi penguasa Kesultanan Islam di Demak.
“Makanya, ketika penganugerahan gelar kesultanan bagi sosok yang dikenal sebagai Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati itu, juga disaksikan oleh keluarga kesultanan yang ada di Demak, karena hanya berselang satu tahun. Ketika itu, antara Sunan Gunung Jati dengan Raden Patah (Sultan Muhamad Fattah) sang penguasa Demak, itu seusia (sebaya). Makanya, kemudian dianugerahi oleh para waliyullah, yaitu oleh Sunan Ampel,” pungkasnya. [] Binti Muzayyanah
0 Komentar