Topswara.com -- Bandara Internasional Kualanamu, Deliserdang, yang termasuk objek vital di Sumatera Utara ternyata sudah tidak sepenuhnya milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Angkasa Pura II (Persero).
Bandara kebanggaan masyarakat Sumut itu ternyata sebagian sahamnya sebesar 49 persen sudah dijual kepada pihak asing. Yakni GMR Airport Internasional yang berbasis di India. Walau AP II tetap miliki saham mayoritas 51 persen.
GMR Airport Internasional memenangkan tender strategic partnership Kualanamu International Airport dengan masa pengelolaan selama 25 tahun.
Joint venture company (JVCo) antara AP II dan GMR Airport Internasional membentuk perusahaan baru yakni PT Angkasa Pura Aviasi.
"Pengelolaan dan pengembangan Bandara Internasional Kualanamu akan diserahkan kepada PT Angkasa Pura Aviasi," kata Dirut PT Angkasa Pura II, Muhammad Awaludin.
Bandara Kualanamu dijual dengan nilai kerjasama sebesar USD 6 miliar atau sekitar Rp 85,6 triliun. Termasuk investasi dari mitra strategis sedikitnya senilai Rp15 triliun.
Penjualan Bandara Kualanamu ini ternyata menimbulkan reaksi pro dan kontra dari masyarakat Sumut.
Rinto Maha, seorang praktisi hukum di Medan menyesalkan aksi korporasi yang dilakukan Angkasa Pura II. Mereka menjual kepemilikan Bandara Kualanamu pada pihak asing.
Dia berencana untuk menggugat AP II yang telah menjual aset negara kepada perusahaan India.
Malah Rinto curiga ada kepentingan di balik penjualan Bandara Kualanamu. Pasalnya penjualannya juga dinilai tidak transparan.
Diketahui GMR Airport Internasional merupakan perusahaan konsorsium yang terdiri atas GMR Group asal India dan Aéroports de Paris Group (ADP) asal Prancis. Pengelolaan tersebut dikategorikan sebagai kerja sama kemitraan strategis.
Targetnya, melalui kerja sama ini penumpang Bandara Kualanamu bisa meningkat menjadi 54 juta orang per tahun atau setara dengan penumpang Bandara Soekarno-Hatta saat ini.
Terlepas dari untung atau rugi dari penjualan Bandara Internasional Kualanamu, kita dapat melihat bagaimana sistem kapitalis bekerja. Pembangunan fasilitas yang harusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, masih saja dijadikan sebagai alat untuk meraup keuntungan. Rakyat hanya akan menanggung utang-utang yang disebabkan dari pembangunan yang ada.
Sistem ini tidak pernah benar-benar berpihak pada rakyat, namun pada sekelompok pengusaha maupun oligarki.
Masihkah kita akan bertahan dengan sistem yang batil ini?
Infrastruktur dalam Sistem Islam
Sudah bukan rahasia lagi jika Islam pernah mewujudkan peradaban yang gemilang. Masa-masa keemasan Islam dengan pembangunan yang maju pada masanya. Bukan hanya pembangunan fisik berupa infrastruktur, tetapi juga manusianya. Kita bisa melihat bagaimana pembangunan di negeri-negeri Islam seperti Badgad, Alexandria yang terkenal dengan keindahan kotanya. Andalusia yang megah dengan berbagai pembangunannya pada waktu sistem Islam diterapkan secara kaffah.
Begitu juga pada saat Kekhilafahan Utsmaniyah, yang membangun akses jalan dan kereta ke Mekah-Madinah demi memudahkan umat Islam menunaikan ibadah haji. Pembangunan yang itu ditujukan untuk rakyatnya, terlebih sebagai penunjang aktivitas ibadah bukan demi bisnis semata.
Pembangunan yang dilakukan oleh Daulah Islam justru menjadi magnet. Islam dijadikan role mode untuk pembangunan oleh bangsa-bangsa lain. Begitupun masyarakatnya tidak ada yang sampai dirugikan dengan pembangunan yang dilakukan oleh Daulah Islam. Tidak seperti saat ini yang di setiap ada pembangunan pasti ada pihak yang dirugikan bahkan terzalimi.
Dari sini kita dapat melihat bagaimana perbedaan pembangunan yang dilakukan dalam sistem Islam dan sistem kapitalis. Dalam sistem Islam negara tidak boleh menjual fasilitas umum rakyat apalagi kepada perusahaan asing. Justru negara harus menjaga semua kepemilikan umum dan dimanfaatkan hanya untuk kepentingan rakyat, dan paling penting adalah sumber pendanaan untuk pembangunan bukan dari utang yang mengandung riba. Sehingga, dengan adanya pembangunan yang didasarkan pada aturan Islam akan membawa keberkahan bagi negara dan rakyatnya.
Wallhu a'lam bishawab
Oleh: Siti Maryam
(Pemerhati Media)
0 Komentar